Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2024, 16:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan,  perlunya optimalisasi pemanfaatan insentif atau Result Based Payment (RBP) dalam Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+). 

“Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam forum global terkait implementasi REDD+ karena merupakan salah satu negara berkembang terbesar yang masih memiliki hutan alam tropis yang cukup luas sekaligus memiliki potensi ancaman deforestasi yang cukup tinggi,” ujar Siti, dikutip dari laman resmi, Kamis (22/2/2024). 

Ia menyampaikan pesan tersebut pada pertemuan nasional RBP REDD+ yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Sebagai informasi, Result-Based Payment (RBP) atau Pembayaran Berbasis Kinerja adalah insentif atau pembayaran yang didapat dari hasil capaian pengurangan Emisi GRK yang telah diverifikasi. 

Baca juga: Deforestasi di RI Tembus 4,5 Juta Hektar, Nikel Penyebab Terbesar

Inisiatif Indonesia dalam REDD+

Berbagai inisiatif dan kemitraan global, kata dia, telah diupayakan oleh Indonesia dalam konteks implementasi REDD+, baik di tingkat nasional maupun forum internasional.

Dalam forum internasional terutama di kawasan Asia Pasifik, Indonesia adalah salah satu negara pelopor yang aktif bersuara, agar negara-negara maju menunaikan kewajibannya dalam membantu negara berkembang untuk mempertahankan hutan alam yang masih tersisa melalui insentif positif program REDD+.

Pentingnya insentif

Insentif dari program REDD+ merupakan salah satu peluang pendanaan global yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian target NDC melalui perbaikan tata kelola lingkungan dan kehutanan.

Insentif positif program REDD+ diberikan melalui mekanisme Result Based Payment (RBP) atau Pembayaran Berbasis Kinerja/Hasil.

“Artinya kita harus dapat menunjukan bukti kinerja pengurangan emisi GRK terlebih dahulu dengan memenuhi segala persyaratannya untuk dapat memperoleh insentif positif dari program REDD+ yang dijalankan,” tutur Siti.

RBP juga merupakan salah satu skema dalam Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Indonesia yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022.

Baca juga:

Insentif yang diterima Indonesia

Dalam skema RBP, Indonesia telah memperoleh insentif positif dari Green Climate Fund (GCF) sebesar 103,8 Juta dolar AS untuk kinerja pengurangan emisi GRK sektor FOLU periode 2014-2016 sebanyak 20,25 Juta ton CO2equivalen, atau disebut Performance-Based Payment (PBP).

Selain itu, melalui Indonesia-Norway Partnership, Indonesia juga sudah menerima Result Base Contribution (RBC) identik dengan RBP, sebesar 56 Juta dollar AS untuk pengurangan emisi pada tahun 2016/2017.

Kemudian, ada 100 Juta dollar AS untuk pengurangan emisi sebesar 2017/2018 dan 2018/2019. Pada saat ini juga sudah mulai dibahas untuk RBC kinerja penurunan emisi tahun 2020/2021.

Begitu pula melalui FCPF-Carbon Fund Kalimantan Timur, Indonesia akan menerima RBP total 110 Juta dolar AS dari pengurangan emisi 22 Juta Ton CO2e pada tahun 2019-2020, dan Provinsi Jambi sedang disiapkan untuk dapat menerima RBP sebesar 70 Juta dolar AS.

“Seluruh insentif yang disebutkan tadi dilaksanakan melalui mekanisme RBP, dimana tidak ada perpindahan kepemilikan unit karbon,” ungkap Siti.

Lebih lanjut, kata Menteri Siti, salah satu syarat ketika sebuah negara atau entitas menerima RBP adalah dengan menyusun Investment Plan, atau dalam konteks project REDD+ disebut sebagai Benefit Sharing Plan.

Jadi, dari dana yang akan diterima, harus disusun rencana kegiatan. juga menegaskan untuk optimalisasi pemanfaatan dan proses yang tepat memenuhi governance atau tata kelola.

 

 

 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Kritik Ekspansi Lahan Sawit yang Hilangkan Keanekaragaman Hayati
Menteri LH Kritik Ekspansi Lahan Sawit yang Hilangkan Keanekaragaman Hayati
Pemerintah
KLH Awasi 5 Perusahaan, Diduga Buang Limbah yang Cemari Sungai Brantas
KLH Awasi 5 Perusahaan, Diduga Buang Limbah yang Cemari Sungai Brantas
Pemerintah
Dinilai Tak Produktif, 78.550 Ha Tambak Udang di Pantura Bakal Diganti Budi Daya Tilapia
Dinilai Tak Produktif, 78.550 Ha Tambak Udang di Pantura Bakal Diganti Budi Daya Tilapia
Pemerintah
KKP Setop Kerja Sama dengan Vietnam Imbas Maraknya Penjualan Benih Lobster Ilegal
KKP Setop Kerja Sama dengan Vietnam Imbas Maraknya Penjualan Benih Lobster Ilegal
Pemerintah
Dampak Pemanasan Global, Turbulensi di Udara Makin Meningkat
Dampak Pemanasan Global, Turbulensi di Udara Makin Meningkat
Pemerintah
Deforestasi Renggut Nyawa 500.000 Orang dalam Dua Dekade Terakhir
Deforestasi Renggut Nyawa 500.000 Orang dalam Dua Dekade Terakhir
Pemerintah
Terapkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan, BCA Expo 2025 Pangkas Emisi Karbon 18,1 Ton
Terapkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan, BCA Expo 2025 Pangkas Emisi Karbon 18,1 Ton
Swasta
Cat Mobil Berperan dalam Pemanasan Kota, Kok Bisa?
Cat Mobil Berperan dalam Pemanasan Kota, Kok Bisa?
Pemerintah
Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat
Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat
LSM/Figur
99.032 Hektare Hutan dan Lahan Kebakaran, Terbanyak di NTT dan Sumut
99.032 Hektare Hutan dan Lahan Kebakaran, Terbanyak di NTT dan Sumut
Pemerintah
EFT sebagai Jalan Baru Menuju Keadilan Ekologis
EFT sebagai Jalan Baru Menuju Keadilan Ekologis
Advertorial
BMKG: Suhu Laut Lebih Hangat, Hujan Ekstrem Masih Bayangi Tahun 2025
BMKG: Suhu Laut Lebih Hangat, Hujan Ekstrem Masih Bayangi Tahun 2025
Pemerintah
KLH: Sumatera dan Kalimantan Masih Berisiko Tinggi Alami Karhutla
KLH: Sumatera dan Kalimantan Masih Berisiko Tinggi Alami Karhutla
Pemerintah
Nestapa Nelayan di 'Segitiga Bermuda-nya' Indonesia, Harga Ikan Anjlok, Hasil Tangkapan Dibuang
Nestapa Nelayan di "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia, Harga Ikan Anjlok, Hasil Tangkapan Dibuang
LSM/Figur
Gajah Sumatera Mati di Aceh Timur, BKSDA Curigai Racun sebagai Sebab
Gajah Sumatera Mati di Aceh Timur, BKSDA Curigai Racun sebagai Sebab
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau