KOMPAS.com - Seorang peternak dari Belgia berupaya menyeret perusahaan minyak dan gas (migas) multinasional asal Perancis, TotalEnergies, ke meja hijau.
Peternak bernama Hugues Falys dari Lessines tersebut meminta ganti rugi atas kerusakan di peternakannya karena dampak perubahan iklim.
Dia juga menuntut pengadilan memerintahkan TotalEnergies menghentikan investasi dalam proyek bahan bakar fosil baru.
Baca juga: Dunia di Ambang Pemutihan Terumbu Karang Massal Keempat karena Perubahan Iklim
Dilansir dari Reuters, kasus tersebut diajukan Falys dan tiga non-governmental organization (NGO) pada Rabu (13/3/2024) ke pengadilan komersial Tournai, Belgia.
Kasus tersebut merupakan gugatan terkait perubahan iklim pertama di Belgia yang menargetkan perusahaan multinasional.
Falys mengajukan gugatannya setelah ribuan warga berhasil menggugat pemerintah Belgia untuk menuntut pengurangan emisi gas rumah kaca yang lebih besar.
Jika dia mendapatkan kompensasi, uang tersebut akan dia sumbangkan ke organisasi pertanian berkelanjutan.
Di sisi lain, TotalEnergies mengatakan dalam pernyataannya bahwa perusahaan belum menerima pemberitahuan resmi mengenai gugatan tersebut.
Baca juga: Upaya Iklim Rambah Sepak Bola, Klub Eropa Bisa Hitung Karbon
TotalEnergies menyampaikan, pihaknya tidak akan mengomentari lebih lanjut mengenai kasus tersebut.
"TotalEnergies menyesali proses litigasi yang dilakukan: isu perubahan iklim dan transisi energi bukanlah tanggung jawab hukum suatu pihak melainkan upaya kolektif seluruh masyarakat," bunyi pernyataan dari TotalEnergies.
TotalEnergies menambahkan, strategi transisi perusahaan berpusat pada sekitar sumber listrik dan gas yang bebas emisi.
Reuters melaporkan, kasus tersebut merupakan bagian dari gelombang besar litigasi iklim. Sejauh ini, ada 2.180 kasus di pengadilan terkait perubahan iklim yang diajukan pada akhir 2022.
Banyaknya gugatan diajukan di tengah memburuknya dampak pemanasan global mulai dari gelombang panas yang berbahaya hingga menyusutnya sumber daya air.
Baca juga: Mitigasi Krisis Iklim, Pertamina dan KLHK Tanam 231 Mangrove
Namun, kasus di Belgia ini tidak biasa karena berupaya meminta pertanggungjawaban perusahaan bahan bakar fosil atas kerusakan iklim di negara selain tempat perusahaan tersebut bermarkas.
Falys dan tiga LSM yang mengajukan kasus ini berpendapat, TotalEnergies ikut bertanggung jawab atas kerusakan operasional peternakan akibat cuaca ekstrem pada 2016 hingga 2022.
Pasalnya, TotalEnergies disebut sebagai salah satu dari 20 perusahaan penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia
Selasa 2016 hingga 2022, badai ekstrem dan kekeringan berturut-turut mengurangi hasil panen dan padang rumput milik Falys.
Baca juga: Paus Abu-abu Muncul di Perairan Bukan Habitatnya, Tanda Perubahan Iklim Makin Parah
Kondisi tersebut memaksa Falys membeli pakan ternak dan pada akhirnya mengurangi jumlah ternaknya.
"Kegiatan kami sepenuhnya bergantung pada iklim," kata Falys kepada Reuters.
Falys berargumen, TotalEnergies tidak mematuhi hukum di Belgia yang menyatakan siapa pun yang menyebabkan kerusakan harus melakukan perbaikan.
"Kasus ini memperkuat pesan bahwa para pencemar besar mempunyai tugas dan tanggung jawab di mana pun mereka melakukan bisnis, mengarahkan produk mereka, dan menyebabkan kerugian," kata Nikki Reisch, direktur Pusat Hukum Lingkungan Internasional.
Baca juga: Pengelolaan Produksi Pangan Berkelanjutan Kunci Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya