Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan: Tak Ada "Restorative Justice" Bagi Pelaku TPKS

Kompas.com - 20/03/2024, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan, tidak ada keadilan restoratif atau restorative justice bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) tanpa terkecuali.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, pendekatan restorative justice juga tidak tercantum di dalam Undang-Undang (UU) TPKS.

"Jadi khusus untuk kekerasan seksual, Komnas Perempuan tegas berprinsip tidak ada pendekatan restorative justice," kata Fuad, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (16/3/2024).

Baca juga: Banyak Korban Kekerasan Seksual Butuh Waktu Lama Berani Melapor

Menurutnya, tidak adanya restorative justice bagi pelaku TPKS mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang harus dialami korban kekerasan seksual yang tidak jarang bersifat permanen, dalam arti tidak hilang meski telah mendapatkan pemulihan.

Bagi korban, sambung dia, kekerasan seksual memberi dampak negatif dengan derajat keparahan yang berbeda-beda.

Dampak negatif tersebut meliputi perasaan tidak aman, takut, malu, bersalah, pemberian label negatif, kesulitan membangun hubungan sosial, merasa terisolasi, tidak percaya diri, marah hingga depresi akut.

Sementara di sisi yang lain, Fuad menilai pelaku tidak mengalami kerugian apapun usai melakukan tindak pidana tersebut, bahkan tidak jarang tidak menyesal telah melakukannya.

Baca juga: Anies Sebut 15 Juta Orang Jadi Korban Kekerasan Seksual

"Tidak ada dampak negatif yang dialami oleh pelaku. Nah, kalau kita menggunakan pendekatan restorative justice, maka kita telah berlaku tidak adil terhadap korban," jelas Fuad.

Fuad menambahkan, tidak adanya restorative justice itu juga berlaku tanpa syarat.

Sehingga, bila pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat korban, aparat penegak hukum (APH) sudah seharusnya juga memberikan proses hukum yang sama dengan tidak memberikan restorative justice.

Baca juga: Kekerasan Seksual Perempuan Naik, Banyak yang Tidak Berani Lapor

Bahkan, APH seharusnya mempertimbangkan hukuman berlapis bila korban kekerasan seksual merupakan kelompok rentan, seperti perempuan dengan disabilitas.

Fuad menegaskan, pelaku TPKS harus diproses secara hukum dengan seadil-adilnya.

"Kalau korbannya adalah penyandang disabilitas maka hukumannya bisa ditambah sesuai dengan undang-undang yang berlaku," tegasnya.

Baca juga: Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Harus Libatkan Laki-laki

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan

COP16 Riyadh: Perusahaan Didesak Perkuat Investasi Kesehatan Lahan

Swasta
Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Pemerintah
Desa Sejahtera Astra Boja Farm Berhasil Ekspor Hasil Pertanian Organik

Desa Sejahtera Astra Boja Farm Berhasil Ekspor Hasil Pertanian Organik

Pemerintah
Desa Sejahtera Astra, Dukung Ekonomi Masyarakat yang Ramah Lingkungan

Desa Sejahtera Astra, Dukung Ekonomi Masyarakat yang Ramah Lingkungan

Swasta
Australia Berpotensi Jadi Pemimpin Dunia dalam Industri Besi Hijau

Australia Berpotensi Jadi Pemimpin Dunia dalam Industri Besi Hijau

Pemerintah
COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

LSM/Figur
Di Forum Dunia, Petani Gurem Dapat Perhatian Serius

Di Forum Dunia, Petani Gurem Dapat Perhatian Serius

LSM/Figur
Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

Hampir Semua Es Laut Arktik Diperkirakan Bisa Mencair pada Musim Panas 2027

LSM/Figur
Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Bisakah Serangga Jadi Solusi Limbah Plastik Dunia?

Pemerintah
Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

Pegiat Lingkungan Raih Penghargaan Kehati Award 2024

LSM/Figur
Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Perubahan Iklim Bisa Rugikan Stadion FIFA hingga 800 Juta Dollar AS

Pemerintah
Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

Pengelolaan Lahan dan Air Berkelanjutan Perlu Investasi Rp 4,8 Kuadriliun Per Tahun

LSM/Figur
Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Tantangan Konservasi di Indonesia, Mulai dari Pendanaan hingga Kebakaran

Pemerintah
42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

42 Perusahaan Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2024

Pemerintah
Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Anggaran Konservasi Turun Rp 300 Miliar dalam APBN 2025

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau