KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan, tidak ada keadilan restoratif atau restorative justice bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) tanpa terkecuali.
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, pendekatan restorative justice juga tidak tercantum di dalam Undang-Undang (UU) TPKS.
"Jadi khusus untuk kekerasan seksual, Komnas Perempuan tegas berprinsip tidak ada pendekatan restorative justice," kata Fuad, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (16/3/2024).
Baca juga: Banyak Korban Kekerasan Seksual Butuh Waktu Lama Berani Melapor
Menurutnya, tidak adanya restorative justice bagi pelaku TPKS mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang harus dialami korban kekerasan seksual yang tidak jarang bersifat permanen, dalam arti tidak hilang meski telah mendapatkan pemulihan.
Bagi korban, sambung dia, kekerasan seksual memberi dampak negatif dengan derajat keparahan yang berbeda-beda.
Dampak negatif tersebut meliputi perasaan tidak aman, takut, malu, bersalah, pemberian label negatif, kesulitan membangun hubungan sosial, merasa terisolasi, tidak percaya diri, marah hingga depresi akut.
Sementara di sisi yang lain, Fuad menilai pelaku tidak mengalami kerugian apapun usai melakukan tindak pidana tersebut, bahkan tidak jarang tidak menyesal telah melakukannya.
Baca juga: Anies Sebut 15 Juta Orang Jadi Korban Kekerasan Seksual
"Tidak ada dampak negatif yang dialami oleh pelaku. Nah, kalau kita menggunakan pendekatan restorative justice, maka kita telah berlaku tidak adil terhadap korban," jelas Fuad.
Fuad menambahkan, tidak adanya restorative justice itu juga berlaku tanpa syarat.
Sehingga, bila pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat korban, aparat penegak hukum (APH) sudah seharusnya juga memberikan proses hukum yang sama dengan tidak memberikan restorative justice.
Baca juga: Kekerasan Seksual Perempuan Naik, Banyak yang Tidak Berani Lapor
Bahkan, APH seharusnya mempertimbangkan hukuman berlapis bila korban kekerasan seksual merupakan kelompok rentan, seperti perempuan dengan disabilitas.
Fuad menegaskan, pelaku TPKS harus diproses secara hukum dengan seadil-adilnya.
"Kalau korbannya adalah penyandang disabilitas maka hukumannya bisa ditambah sesuai dengan undang-undang yang berlaku," tegasnya.
Baca juga: Edukasi Pencegahan Kekerasan Seksual Harus Libatkan Laki-laki
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya