KOMPAS.com - Kabupaten Malaka di Nusa Tenggara Timur (NTT) bergotong royong untuk mengolah dan memanfaatkan pangan lokal demi mencegah stunting.
Sekretaris Daerah Kabupaten Malaka, Ferdinad Un Muti mengatakan, semua lapisan masyarakat di Malaka diwajibkan memiliki kebun untuk buah dan sayur.
"Semua masyarakat Malaka baik petani, pegawai, atau pengusaha diwajibkan di rumah harus punya kebun untuk tanaman yang sekiranya bisa menghasilkan sayur dan buah. Kebunnya bisa menjadi asupan gizi tambahan bagi keluarga," ujar Ferdinad dalam keterangannya, dikutip Minggu (24/3/2024).
Baca juga: Perlu Integrasi Penanganan TBC dan Stunting pada Anak
Ia menjelaskan, program yang digencarkan di Kabupaten Malaka antara lain swasembada pangan, agama, adat, kualitas pendidikan dan kesehatan, tata kelola pemerintahan, dan infrastruktur (Sakti).
Meski berada di wilayah terluar Indonesia, kata dia, semangat Malaka untuk mandiri dan mengoptimalkan bahan lokal juga tercermin dari kebijakan pemerintah daerah setempat dalam upaya menurunkan stunting.
"Kaitannya dengan program KB, masuk dalam poin-poin S (swasembada pangan) dengan program unggulan yakni memiliki kebun, kandang, dan kolam," tuturnya.
Hal tersebut disampaikan Ferdinad saat mewakili Bupati Malaka untuk menerima kunjungan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo dalam rangka bakti sosial pelayanan KB di Kabupaten Malaka pada Kamis (21/3/2024).
Kemudian, di setiap rumah juga terdapat kandang ternak yang bisa dimanfaatkan. Jika ada kandang ayam, maka telur tidak perlu beli, tinggal ambil dan tidak perlu ke pasar.
"Jadi, karena di sini mayoritas nasrani, maka kita juga ada kandang babi. Boleh pelihara ikan lele juga yang paling gampang, atau jenis lainnya," terangnya.
Baca juga: Intervensi Stunting Mesti Dilakukan sejak 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak
Dengan adanya ketiga poin di atas, utamanya makanan lokal dengan gizi cukup, maka akan ada tambahan gizi untuk ibu hamil. Sehingga, nutrisi anak tercukupi hingga 1.000 hari pertama kehidupannya.
"Malaka belajar banyak dari kebijakan Pak Hasto saat menjadi wali kota di Kulon Progo dalam rangka optimalisasi sumber daya alam yang ada. Bahkan, air mineral di sana juga produksi sendiri, inilah yang kita contoh, memanfaatkan produk lokal," kata Ferdinad.
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengisahkan pengalamannya saat bekerja sama dengan Kabupaten Malaka.
"Memang dulu saat saya jadi Bupati Kulon Progo, kebetulan kerja sama dengan Malaka agar puskesmasnya di sini jadi mandiri. Kami mengirim Kepala Dinas Kesehatan ke Malaka selama beberapa bulan," ujarnya.
Baca juga: Angka Stunting di Situbondo Turun, Lampaui Target Nasional 2024
Ia juga mengapresiasi semangat kemandirian yang dimiliki Kabupaten Malaka. Umumnya, kata dia, daerah yang terisolir terpencil itu guyub rukunnya dan gotong royongnya juga tinggi.
Ia menyebutkan, capaian Kabupaten Malaka dalam penyerapan dana alokasi khusus (DAK) pada tahun 2023 juga sangat memuaskan, yaitu 99,57 persen atau Rp 2,1 miliar.
Kemudian, alokasi tahun 2024 sejumlah Rp 938 juta, dan bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) non-fisik tahun 2024 sebesar Rp 3,4 miliar.
"Saya berpesan agar Pemerintah Kabupaten Malaka dapat berupaya kembali menyerap dengan optimal alokasi dana tersebut," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya