Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepanjang 2023, Indonesia Kehilangan Hutan Setara 238.318 Lapangan Sepak Bola

Kompas.com - 27/03/2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Menurut studi terbaru yang dilakukan oleh Auriga Nusantara, Indonesia kehilangan hutan seluas 257.384 hektare sepanjang 2023.

Untuk diketahui, luas lapangan bola pada umumnya adalah 10.800 meter persegi atau 1,08 hektare dengan dimensi panjang 120 meter dan lebar 90 meter.

Bila dibandingkan, luasan deforestasi di Indonesia sepanjang 2023 setara dengan 238.318 lapangan sepak bola.

Baca juga: Komitmen WIKA Terapkan ESG, Punya Hutan Konservasi

Luas hutan yang hilang di Indonesia sepanjang tahun lalu tersebut juga lebih besar daripada Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memiliki luas 256.100 hektare.

Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, dari angka tersebut hampir dari separuhnya atau 47,29 persen deforestasi terjadi di area konsesi.

Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi area konsesi yang paling banyak mengalami deforestasi, masing-masing 36.247 hektare dan 29.941 hektare.

Timer menambahkan, deforestasi Indonesia juga terjadi di kawasan konservasi seluas 12.612 hektare.

"Ini mengkhawatirkan karena kita kehilangan hutan alam di hutan konservasi," ujar Timer dalam Rilis Data: Deforestasi Indonesia 2023, Senin (22/3/2023).

 

Deforestasi di kawasan konservasi pada 2023 mencakup 31 taman nasional, 45 cagar alam, 26 suaka margasatwam tiga taman buru, 11 taman hutan raya, 15 taman wisata alam, dan 11 lainnya.

Timer menambahkan, deforestasi di kawasan konservasi harus menjadi peringatan serius.

Pasalnya dari aspek pengelolaan, kawasan konservasi seharusnya sangat terjaga serta tidak sembarang orang memiliki akses masuk.

"Kalau dari segi pengelolaan kawasan, kawasan konservasi adalah kawasan yang sangat terjaga. Bahkan orang riset saja ke sana (hutan konservasi) harus hati-hati," tutur Timer.

Baca juga: Jaga Tata Kelola, KLHK Tindak Pelanggaran Perdagangan Karbon Hutan

Deforestasi naik

Tangkapan layar data deforestasi di kawasan konservasi pada 2023 yang dirilis oleh Auriga Nusantara.YOUTUBE AURIGA NUSANTARA Tangkapan layar data deforestasi di kawasan konservasi pada 2023 yang dirilis oleh Auriga Nusantara.

Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, deforestasi di Indonesia mengalami kenaikan pada 2023.

Bedasarkan analisis Auriga Nusantara, deforestasi di Indonesia pada 2022 tercatat 230.760 hektare.

Direktur Informasi dan Data Auriga Nusantara Dedy P Sukmara mengatakan, analisis yang dilakukan Auriga Nusantara didasarkan pada metodologi yang diterapkan oleh Universitas Maryland di Amerika Serikat (AS).

Data mentah yang didapatkan oleh Auriga Nusantara juga diambil dari data publik yang disediakan oleh Universitas Maryland.

Data deforestasi dari Auriga Nusantara pada 2022 tersebut berbeda dengan versi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yakni 104.000 hektare.

Menurut Auriga Nusantara, ada perbedaan besar dalam metodologi analisis menghitung deforestasi dengan KLHK.

Sehingga, data deforestasi tahun 2023 juga diyakini mengalami perbedaan dengan KLHK.

Baca juga: MUI Haramkan Deforestasi, Membakar Hutan, dan Lahan

KLHK koreksi data

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan pihaknya bekerja sama dengan World Resources Institute (WRI) mengoreksi data deforestasi yang dirilis Global Forest Watch (GFW)..

Menurut data GFW, deforestasi Indonesia pada 2022 mencapai sekitar 230.000 hektare. Sedangkan menurut KLHK dan WRI, deforestasi di Indonesia pada tahn itu 104.000 hektare.

Siti menyampaikan, koreksi data deforestasi versi GFW tersebut dilakukan setelah melakukan peninjauan bersama ke lapangan pada Juni 2023.

"Perwakilan dari Pemerintah Norwegia juga turut serta dalam peninjauan lapangan tersebut dan menyaksikan langsung bahwa terdapat kawasan nonhutan alam (seperti kebun sawit, hutan tanaman, dan kebun masyarakat) dimasukkan sebagai hutan primer," jelas Siti.

Di sisi lain, Timer menyampaikan KLHK bukanlan otorisasi ilmiah yang dapat melakukan intervensi akademik. KLHK, kata Timer, seharusnya lebih mementingkan deforestasi.

Di satu sisi, adanya ketersediaan data ilmiah yang banyak dengan berbagai metodologi, justru akan memberikan gambaran yang lebih utuh.

"Harusnya kita membuka diri terhadap perbedaan. (Ketersediaan data) dibutuhkan untuk membangun dialog data. Menurut saya, ini yang dibutuhkan," jelas Timer.

Baca juga: Cegah Dampak Buruk Perubahan Iklim, Rehabilitasi Hutan Diperlukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com