Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Jurnalis Saat Alami Kekerasan, Lambatnya Aparat Hukum

Kompas.com, 29 Maret 2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengungkapkan, ada tiga tantangan besar yang dihadapi jurnalis ketika mengalami tindakan kekerasan.

Salah satunya adalah keengganan untuk melaporkan tindakan kekerasan itu kepada pihak berwajib.

“Alasan keengganan melaporkan tindak kekerasan ini karena melihat kasus sebelumnya yang sudah dilaporkan dan tidak ada kemajuan di kepolisian,” ujar Ade saat peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 yang dirilis Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix, Kamis (28/3/2024).

Tantangan kedua, ia menambahkan, karena aparat penegak hukum yang lambat dalam menuntaskan kasus kekerasan yang dialami jurnalis.

Baca juga: Pekerjaan Hijau Jadi Peluang Lulusan Sekolah Vokasi

Kemudian, tantangan ketiga adalah perusahaan media tersebut yang kadang di tengah jalan menarik laporan tersebut dari pihak berwajib dengan berbagai alasan. 

Sebagaimana diketahui, keselamatan jurnalis Indonesia masih belum sepenuhnya terjamin. Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 berada pada skor 59,8 dari 100 atau masuk dalam kategori “Agak Terlindungi”. 

Skor ini diantaranya disumbang oleh angka kekerasan yang dialami jurnalis baik yang dihimpun melalui survei maupun dari kasus yang ditangani oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sepanjang 2023.

Melalui survei terhadap 536 responden, sebanyak 45 persen responden mengaku pernah mengalami kekerasan. Adapun data AJI menunjukkan angka kekerasan terhadap jurnalis mencapai 87 kasus atau naik 16 kasus dari tahun sebelumnya.

Bentuk kekerasan paling banyak berupa pelarangan liputan (45 persen), pelarangan pemberitaan (44 persen), dan teror serta intimidasi (39 persen).

Tantangan keselamatan jurnalis

Sementara itu, Direktur KBR Media Citra Prastuti mengakui tidak semua perusahaan media punya sumber daya untuk melakukan pelatihan keselamatan untuk jurnalis.

Oleh karena itu, biasanya pelatihan keselamatan terhadap jurnalis dilakukan oleh pihak eksternal.

Baca juga: Ini 3 Posisi Pekerjaan Dunia Startup yang Banyak Dicari di Indonesia

“Kami biasanya menerapkan sistem ToT (training on trainer) terkait pelatihan keselamatan untuk jurnalis. Ini karena memang perusahaan belum mampu melakukan sendiri tapi memang betul keselamatan jurnalis merupakan sesuatu yang penting,” ungkap Citra.

Sebagai informasi, menurut Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, ancaman terhadap keselamatan para datang dari berbagai pihak.

Saat ditanyakan mengenai potensi ancaman keselamatan, jurnalis menyebut mulai dari Ormas 29 persen, negara melalui polisi 26 persen dan pejabat pemerintah 22 persen, aktor politik 14 persen, hingga perusahan media 7 persen. Sisanya, 4 persen menyebut aktor lainnya.

Keselamatan jurnalis dan aturan undang-undang

Selain potensi ancaman dari negara lewat aparaturnya, umumnya jurnalis menilai undang-undang (UU) seperti UU PDP, UU ITE dan UU KUHP dapat mengancam keselamatan mereka saat bekerja.

Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengungkapkan, ada kesenjangan pengetahuan dari sejumlah stakeholder terkait hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Baca juga: Survei: Perempuan Indonesia Wajib Berhenti dari Pekerjaan demi Perawatan

Hal inilah yang membuat banyak kasus kekerasan dan juga pencemaran nama baik yang dialami jurnalis.

“Sejak 2018-2024, ada tujuh kasus kekerasan yang dilaporkan ke Komnas HAM. Lima kasus kekerasan verbal dan dua kasus penyiksaan. Untuk kasus pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE ada lima kasus,” papar Uli.

Kendati demikian, ia mengklaim bahwa komnas HAM sudah membuat panduan bahwa jurnalis adalah bagian dari pembela HAM. Hal ini juga sudah disampaikan kepada stakeholder terkait. 

"Komnas HAM juga selalu berkoordinasi dengan Dewan Pers apabila menerima laporan terkait pencemaran nama baik yang dilakukan oleh jurnalis," tegasnya. 

Adapun Direktur Pengelolaan Media Kementerian Komunikasi dan Informatika Nursodik Gunarjo mengatakan, pemerintah tidak akan mengatur pers karena sudah ada UU terkait kebebasan pers.

Baca juga: Mayoritas Mahasiswa Kurang Familiar Dampak Pekerjaan Hijau, Butuh Sosialisasi Masif

"Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah kalangan pers mengajukan kepada pemerintah untuk membuat UU yang bisa mengatur keselamatan jurnalis seperti UU Publisher RIght yang baru saja disahkan pemerintah," ujar Nursodik. 

Sementara itu, Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrid berharap, untuk menjamin keselamatan jurnalis, perlu segera dibuat rencana aksi nasional. Langkah ini dalam rangka mewujudkan keselamatan para jurnalis.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau