Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paradigma Pengembangan Energi Cenderung ke Ekonomi, Bukan Lingkungan

Kompas.com - 29/03/2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Paradigma pengembangan energi di Indonesia lebih condong ke arah ekonomi, bukan berpatokan pada pelestarian lingkungan.

Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan, industri ekstraktif masih menjadi yang terdepan di Indonesia.

Bila dilihat dari neraca perdagangan, neraca minyak dan gas (migas) Indonesia cenderung turun. Pada Desember 2023, neraca migas bahkan minus 1,89 miliar dollar AS.

Baca juga: Slovakia Setop Produki Listrik dari PLTU, Andalkan PLTN dan Energi Terbarukan

Di sisi lain, tren neraca nonmigas justru mengalami kenaikan. Pada Desember 2023, neraca nonmigas mencapai 5,2 miliar dollar AS.

"Misalnya (neraca nonmigas) berasal dari hilirisasi nikel, pengolahan minyak sawit mentah, atau industri perkebunan lain," kata Wasisto dalam diskusi yang digelar Yayasan Indonesia Cerah dan diikuti secara daring, Rabu (27/3/2023).

Wasisto menuturkan, penggenjotan neraca nonmigas bakal menjadi tren yang akan diambil pemerintah ke depan.

Apalagi, sambung Wasisto, pemerintah terpilih usai Pemilu 2024 terus menggaungkan program hilirisasi.

Baca juga: Rusia Siap Berbagai Pengalaman dengan RI Kembangkan Energi Nuklir

"Ini semacam basis bagaimana pemerintahan ke depan melanjutkan program (pemerintah) sekarang ini," ucap Wasisto.

Di samping itu, ada kesenjangan pemahaman antara kelompok masyarakat dengan elite politik mengenai isu lingkungan.

Kondisi tersebut tercermin dalam paradigma politik sebelum dan sesudan Pemilu 2024 bahwa para elite politik lebih melihat alam sebagai komoditas bukan ekosistem.

Jargon-jargon program seperti energi baru terbarukan, food estate, hilirisasi, keadilan ekologis, hingga swasembada pun dinilai hanya sebagai upaya menjustifikasi agenda pembangunan.

Baca juga: PLN dan Perusahaan China Kaji Pengembangan Energi Hijau di Sulawesi

Konflik

Di sisi lain, berbagai agenda pembangunan justru memicu terjadinya konflik agraria di masyarakat.

Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria, proyek infrastruktur menjadi kawasan dengan konflik agraria terbesar dengan total luasan 243.755 hektare.

Pertambangan dan perkebunan atau agribisnis menjadi sektor kedua dengan konflik agraria terbesar masing-masing 127.525 hektare dan 124.545 hektare.

Melihat dari potret tersebut, bisa disimpulkan konflik agraria memiliki kaitan erat dengan isu lingkungan dan energi.

"Terjadi semacam ketidakseimbangan kebutuhan sosial dan ekonomi di sini," ucap Wasisto.

Baca juga: IEA Sebut Energi Nuklir Penting untuk Capai Target Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Diterpa Bencana Iklim, Perempuan Pesisir Tangguh dan Pandai Shifting Pekerjaan
Diterpa Bencana Iklim, Perempuan Pesisir Tangguh dan Pandai Shifting Pekerjaan
LSM/Figur
SIEW 2025: Chandra Asri Siapkan 1 Miliar Dollar AS untuk Investasi di RI dan Singapura
SIEW 2025: Chandra Asri Siapkan 1 Miliar Dollar AS untuk Investasi di RI dan Singapura
Swasta
Polemik Pembakaran Mahkota Cendrawasih, Kemenhut Janji Hormati Budaya Papua
Polemik Pembakaran Mahkota Cendrawasih, Kemenhut Janji Hormati Budaya Papua
Pemerintah
WWF Duet Bareng KLH, Tangani Isu Pencemaran dan Perubahan Iklim
WWF Duet Bareng KLH, Tangani Isu Pencemaran dan Perubahan Iklim
Pemerintah
Hutan Dikepung Sawit: Perempuan Kalimantan Menghidupkan Dapur dan Anyaman Harapan
Hutan Dikepung Sawit: Perempuan Kalimantan Menghidupkan Dapur dan Anyaman Harapan
LSM/Figur
PT SGI Dorong Keterlibatan Anak Muda Kembangkan Pembangkit Panas Bumi di Flores
PT SGI Dorong Keterlibatan Anak Muda Kembangkan Pembangkit Panas Bumi di Flores
Swasta
Anagata Textile Produksi Seragam Medis Antivirus yang Ramah Lingkungan
Anagata Textile Produksi Seragam Medis Antivirus yang Ramah Lingkungan
Swasta
Pesut Mahakam Tinggal 62 Ekor, Menteri LH Sesalkan Penyelamatan Dipelopori Asing
Pesut Mahakam Tinggal 62 Ekor, Menteri LH Sesalkan Penyelamatan Dipelopori Asing
Pemerintah
Menteri LH: Jakarta Belum Serius Tangani Sampah, Limbah 8.000 Ton Masuk Bantargebang
Menteri LH: Jakarta Belum Serius Tangani Sampah, Limbah 8.000 Ton Masuk Bantargebang
Pemerintah
KLH Serahkan NDC Kedua, Targetkan Penurunan Emisi Lebih Ambisius
KLH Serahkan NDC Kedua, Targetkan Penurunan Emisi Lebih Ambisius
Pemerintah
Indonesia Jajaki Penggunaan Reaktor Nuklir Modular untuk Pasok Listrik di Wilayah Timur
Indonesia Jajaki Penggunaan Reaktor Nuklir Modular untuk Pasok Listrik di Wilayah Timur
Pemerintah
Serangga Penyerbuk Tanzania Siap Dongkrak Produktivitas Sawit Indonesia pada 2027
Serangga Penyerbuk Tanzania Siap Dongkrak Produktivitas Sawit Indonesia pada 2027
Swasta
IEA: Tak Ada Transisi Energi Tanpa Transmisi yang Andal
IEA: Tak Ada Transisi Energi Tanpa Transmisi yang Andal
Pemerintah
Presiden Prabowo Berpeluang Jadikan Indonesia Pemimpin Transisi Energi lewat Program 100 GW Surya
Presiden Prabowo Berpeluang Jadikan Indonesia Pemimpin Transisi Energi lewat Program 100 GW Surya
LSM/Figur
SIEW 2025: IEA Dorong Hilirisasi Mineral Kritis untuk Perkuat Ketahanan Energi
SIEW 2025: IEA Dorong Hilirisasi Mineral Kritis untuk Perkuat Ketahanan Energi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau