KOMPAS.com - Singapura terkenal selama beberapa dekade sebagai negara paling bersih di Asia, bahkan dunia.
Bagaimana pemerintah Singapura menjadikan jalan-jalan, kawasan pemerintahan, permukiman, dan komersialnya demikian bersih, hijau, dan menuju bebas sampah atau Net Zero Waste (NZW)?
Baca juga: KLHK: Kolaborasi Jadi Kunci Atasi Permasalahan Sampah
Adalah Pulau Semakau dengan sistem pengelolaan sampah terintegrasi, hijau, dan berkelanjutan, yang berkontribusi besar terhadap wajah Singapura hingga populer sebagai salah satu negara terbersih di dunia.
Namun, lebih dari itu, Badan Lingkungan Nasional atau National Environment Agency (NEA)-lah yang punya gawe menjadikan Pulau Semakau sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mutakhir.
Mereka merencanakan, mengembangkan dan mengelola sistem pengelolaan sampah dan limbah, baik padat (atau umum) dan berbahaya.
NEA juga bertugas mengatur dan memberikan perizinan untuk memastikan bahwa limbah dikumpulkan, diolah, dan dibuang dengan benar.
Baca juga: 6 Tip Kurangi Sampah Makanan Selama Bulan Puasa
Pengelolaan limbah padat dan B3 diatur dengan Undang-Undang Kesehatan Masyarakat Lingkungan, Peraturan Kesehatan Masyarakat Lingkungan (Pengumpulan Sampah Umum), Peraturan Kesehatan Masyarakat Lingkungan (Fasilitas Pembuangan Sampah Umum) dan Peraturan Kesehatan Masyarakat Lingkungan (Limbah Industri Beracun).
Hal ini seiring dengan pertumbuhan populasi dan perekonomian Singapura yang telah berkontribusi pada peningkatan jumlah sampah padat yang dibuang sekitar tujuh kali lipat dari 1.260 ton per hari sejak 1970.
Dengan jumlah sampah yang diproyeksikan akan terus melonjak seiring meningkatnya kemakmuran dan populasi, tantangan utama dalam pengelolaan sampah padat adalah penyisihan lahan untuk pembuangan sampah mengingat terbatasnya persediaan lahan di Singapura.
Oleh karena itu, Singapura telah mengadopsi sejumlah strategi untuk sistem pengelolaan limbah padat yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Kurangi Sampah Makanan saat Ramadhan, Kontribusi Lestarikan Bumi
Namun fokus utama sistem pengelolaan sampah terintegrasi di Singapura ada pada 3R, yaitu menggunakan sesuai kebutuhan (reduce), menggunakan kembali untuk tujuan yang sama atau baru (reuse), dan mendaur ulang (recycle).
Selain itu, khusus pengelolaan limbah padat berkelanjutan, Pemerintah Singapura melibatkan masyarakat, sektor swasta dan publik.
Bekerja sama dengan para pemangku kepentingan, NEA telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan program untuk menekan laju pertumbuhan sampah.
Di sumber tempat sampah dihasilkan, barang daur ulang dipilah dan diambil untuk diproses guna menghemat sumber daya.
Sisa sampah dikumpulkan dan dikirim ke pabrik limbah menjadi energi untuk dibakar. Proses insinerasi ini mengurangi sampah hingga 90 persen.
Tentu saja, menghemat ruang TPA, dan panasnya bisa dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap yang menggerakkan generator turbin yang menghasilkan listrik, menyediakan hingga 3 persen kebutuhan listrik di pulau tersebut.
Nah, abu hasil pembakaran dan limbah lain yang tidak dapat dibakar kemudian diangkut ke Stasiun Pengangkutan Laut Tuas (TMTS) dan kemudian diangkut dengan tongkang ke Pulau Semakau sebagai TPA.
TPA Semakau terletak sekitar 8 kilometer di selatan Singapura, dibangun pada 1999, dan memiliki kapasitas sekitar 63 juta meter kubik sampah.
Pematang batu sepanjang 7 kilometer menutupi sebagian laut Pulau Semakau dan Pulau Sakeng untuk menciptakan ruang bagi tempat pembuangan sampah.
Baca juga: Terapkan Green Ramadhan, Ini Kiat Kurangi Sampah Berburu Takjil
Pematang tersebut dilapisi dengan membran kedap air dan lapisan tanah liat laut, yang memastikan air lindi dari sampah masuk ke TPA.
Fasilitas tambahan dibangun untuk memastikan pengoperasian TPA berjalan secara berkelanjutan.
Adapun proses penimbunan di TPA Semakau dilakukan setelah tongkang pembawa limbah berlabuh di gedung transfer tertutup. Kapal tunda kemudian melepaskan diri dan kembali ke TMTS dengan tongkang yang sudah kosong.
Ekskavator besar dengan pegangan yang dapat diganti-ganti dan dirancang khusus, membongkar limbah padat dari tongkang. Limbah padat kemudian ditempatkan ke tempat pembuangan off-road dengan muatan seberat 35 ton.
Baca juga: Rekosistem Kelola 35.000 Ton Sampah Sepanjang 2023, Naik 84 Persen
Seluruh bagian TPA Semakau dapat diakses melalui jalan dengan right of way 10 meter dan beraspal.
Truk sampah tersebut menuju ke lokasi pembuangan yang telah ditentukan dan membuang abu hasil pembakaran dan sampah yang tidak dapat dibakar ke dalam sel TPA.
Abu hasil pembakaran dan sampah yang tidak dapat dibakar kemudian dipadatkan dan diratakan.
Setiap sel ditutup dengan lapisan tanah setelah terisi hingga permukaan. Selanjutnya rumput dan pepohonan berakar ditanam untuk membentuk lanskap hijau.
Sel jungkit baru diaktifkan dengan menutup pipa beton yang terhubung ke laut. Ruang kosong yang menjadi tempat pembuangan limbah padat pun terbentuk.
TPA Semakau ini diperkirakan mencapai kapasitas maksimalnya pada 2035. NEA mengantisipasi kemungkinan tersebut dengan melakukan penelitian dan pengembangan untuk memperpanjang daya tampung TPA Semakau.
Hal ini juga dilakukan untuk menghindari potensi biaya pada masa depan jika harus membangun TPA berikutnya di lepas pantai.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya