KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama sejumlah perguruan tinggi siap mengembangkan kembali sistem informasi peringatan dini bencana tanah longsor.
Sistem ini disebut memiliki skala besar yang mencakup seluruh wilayah rawan nasional.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, dalam prosesnya saat ini, instansinya sedang melakukan studi berbasis ilmiah bersama para ahli teknologi inovasi, iklim, dan geologi dalam negeri.
"Studi untuk menentukan seperti apa mekanisme peringatan dini tanah longsor yang memenuhi standar keakuratan tinggi, cepat, terintegrasi, dan mudah diakses oleh publik," ujar Muhari, dilansir dari Antara, Senin (1/4/2024).
Baca juga: Smart Aviation Bantu Tangani Bencana dengan Teknologi Modifikasi Cuaca
Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga mekanisme yang umum diadopsi dalam pembuatan sistem peringatan dini tersebut.
Seperti sistem peringatan dini berbasis citra satelit time-series untuk memantau perubahan tata lahan dan pergerakan mahkota longsor untuk menghasilkan peringatan dini bagi masyarakat yang berisiko tinggi.
Peringatan dini berbasis sensor, artinya setiap daerah rawan longsor dipasangkan alat sensor untuk memantau pergerakan tanah, curah hujan, dan parameter lain. Data ini selanjutnya diolah untuk menghasilkan peringatan dini bagi masyarakat.
Kemudian, sistem peringatan yang berbasiskan masyarakat, yang mana sistem ini melibatkan masyarakat dalam proses pemantauan dan pelaporan tanda-tanda awal tanah longsor.
“Tapi kami masih mengkaji opsi terbaik untuk mekanisme tanah longsor nasional ini,” imbuh Muhari.
Ia menyampaikan, pembuatan sistem peringatan dini tanah longsor berskala nasional ini adalah hasil tindak lanjut setelah kalangan peneliti Indonesia yang berhasil mengembangkan sistem bencana serupa di 35 daerah sepuluh tahun lalu.
Namun, sistem buatan peneliti yang salah satunya dari Universitas Gadjah Mada bersama tim BNPB itu kapasitas dan wilayah jangkauannya masih tergolong lokal, yakni mencakup 200 desa lebih.
Baca juga: Keterlibatan Perempuan dalam Peringatan Dini Bencana Perlu Ditingkatkan, Ini Alasannya
“Karena yang kita miliki masih sangat lokal, sehingga selama ini kita masih cenderung mengandalkan sistem informasi prakiraan cuaca yang belum spesifik tanah longsor,” terang Muhari.
Padahal, secara prinsip seluruh masyarakat Indonesia membutuhkan informasi peringatan dini tanah longsor ini.
Informasi peringatan tersebut sama pentingnya seperti peringatan gempa bumi dan tsunami nasional, yang lebih dulu dikembangkan untuk mengantisipasi besarnya dampak kerusakan yang ditimbulkan dan korban jiwa.
Sebagai informasi, menurut data dari BNPB pada awal tahun ini, terhitung sejak Januari-Maret telah terjadi beberapa kali bencana banjir disertai tanah longsor.
Bencana tersebut telah menyebabkan lebih dari ratusan ribu warga terdampak, puluhan ribu rumah warga, serta fasilitas umum mengalami kerusakan.
Baca juga: Kepala BNPB Sebut RI Hadapi Anomali Bencana, Ada Karhutla dan Banjir
Bahkan, bencana hidrometeorologi basah itu memakan korban jiwa dan hingga saat ini beberapa jasad masih dinyatakan hilang.
Misalnya, tanah longsor di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, masih ada empat korban belum ditemukan.
Lalu, lima korban belum ditemukan di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua. Serta terakhir tanah longsor di Cipongkor Bandung Barat, Jawa Barat, terdapat tiga korban belum ditemukan.
"Ya, ini masih menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama yang perlu kita telaah lebih lanjut untuk dikembangkan," pungkas Muhari.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya