Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suhendra Suhendra
Dosen dan Konsultan

Technopreneuer, Dosen dan Konsultan Industri

Mencegah Kutukan Rp 271 Triliun

Kompas.com, 10 April 2024, 15:13 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Uang hasil korupsi diakumulasi rezim agar menjadi modal besar memperkuat kekuasaan. Selain untuk mengokohkan kekuasaan politik, modal uang yang ada digunakan untuk membiayai jaringan patronase dan membungkam opini media agar mengurangi ruang bagi oposisi politik.

Karenanya, di tengah pemberitaan mengenai kasus korupsi pertambangan timah, mudah bagi kita untuk terjebak dalam kekecewaan dan pesimisme.

Namun, di balik awan gelap ini, terdapat peluang emas untuk refleksi dan transformasi. Cerita ini bukan hanya tentang angka atau statistik, melainkan tentang masa depan bangsa yang kaya raya, potensinya, dan harapan rakyatnya untuk kehidupan lebih baik.

Kekayaan menggunung sumber daya pertambangan kita, sejatinya adalah harapan besar masa depan bangsa yang cerah.

Kita tentu berharap besar, momentum kasus korupsi tambang timah menggugah kita semua, dari pemerintah hingga rakyat jelata, tentang pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Negara yang hanya tergantung pemasukan utamanya pada ekspor sumber daya alam, sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditi global. Konsekuensinya, bila terjadi inflasi tinggi, maka akan diikuti gelombang pengangguran, dan ketidakstabilan ekonomi.

Indonesia, negeri yang diberkahi kekayaan alam luar biasa, berada di persimpangan jalan. Pilihan kita hari ini akan menentukan kesejahteraan generasi akan datang.

Kalau boleh berandai, bila sebuah provinsi di Indonesia menganggarkan belanja daerahnya Rp 4 triliun untuk pendidikan, maka uang Rp 271 triliun adalah berita baik lebih dari 50 tahun sekolah gratis dari sekolah dasar hingga universitas.

Angka ini menjadi relevan di tengah gencarnya ambisi pemerintah mengejar penguasaan teknologi strategis untuk kemajuan bangsa mengejar ketertinggalan.

Korupsi di sektor pertambangan bukan hanya kehilangan uang; itu adalah kehilangan peluang untuk pendidikan berkualitas, kesehatan, dan infrastruktur yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.

Anggaran yang hilang bisa digunakan untuk membiayai sekolah dan universitas, membangun rumah sakit, dan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Namun, bukan akhir dari segalanya.

Ini adalah kesempatan untuk membangun sistem yang lebih kuat, transparan, dan akuntabel.

Mengamankan kekayaan alam kita juga berarti investasi pada sumber daya manusia terbesar kita, yakni rakyat Indonesia. Pendidikan adalah kunci utama dalam membentuk masa depan bangsa yang cerah.

Dengan memperkuat anggaran pendidikan dan memastikan akses yang lebih luas bagi semua, kita dapat melahirkan generasi baru yang terdidik, inovatif, dan mampu mengelola sumber daya alam dengan bijak.

Perubahan ini membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah, sektor swasta, komunitas akademik, dan masyarakat sipil.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Swasta
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
Pemerintah
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Pemerintah
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau