KOMPAS.com - Dalam merestorasi gambut, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan upaya berbasis masyarakat.
Upaya berbasis masyarakat tersebut melalui model agrosilvofishery yaitu sinergitas dan kolaborasi pada sektor pertanian, kehutanan, serta perikanan, pada fungsi budidaya ekosistem gambut.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN Bastoni mengatakan, model agrosilvofishery dapat diimplementasikan untuk restorasi ekosistem gambut yang terintegrasi berbasis masyarakat.
Baca juga: Cegah Kebakaran, Kalbar Optimalkan Pemanfaatan Lahan Gambut
Selain itu, model tersebut juga sejalan dengan Program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG).
Implimentasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut dilakukan secara selektif dengan tipologi lahan rawa mineral, lahan rawa mineral bergambut, sampai lahan gambut sedang yaitu kedalaman kurang dari 150 sentimeter (cm).
"Dengan kedalaman dan durasi genangan air ekstrem dalam dan lama, pada fungsi budidaya ekosistem gambut," ungkap Bastoni dalam "Jamming Session Seri Ke-3", Kamis (18/4/2024), dikutip dari situs web BRIN.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Bastoni optimistis implementasi agrosilvofishery di beberapa lokasi Sumatera Selatan dapat meningkatkan diversifikasi komoditas.
Selain itu, model tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta mencegah kebakaran lahan gambut.
Baca juga: Aktivis Serukan Setop Alih Fungsi Lahan Gambut, Ada Bahaya Mengintai
"Implementasi model agrosilvofishery terbukti membuka peluang untuk menumbuhkan dan membangun sinergi dan kolaborasi multisektor serta multipihak dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Indonesia," tutur Bastoni.
Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi menyampaikan, Indonesia adalah pemilik hutan rawa gambut tropis terluas di dunia yang mencapai 13,4 juta hektare.
Ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu tersebut memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global.
Oleh karenanya, upaya restorasi lahan gambut sangat penting untuk membantu melawan perubahan iklim
"Kita perlu dukung melalui aksi nyata berbasis riset dan inovasi, salah satunya yaitu restorasi ekosistem gambut yang melibatkan masyarakat bersama mitra," ujar Anang.
Baca juga: Aktivis Desak Aparat Hentikan Alih Fungsi Lahan Gambut di Sumsel
Sementara itu, Lelawaty Simamora dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PPKL KLHK) menjelaskan, program DMPG dilakukan sejak 2021.
Ia menyebutkan ada empat tujuan DMPG. Pertama, meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam perlindungan serta pengelolaan ekosistem gambut (EG). Kedua, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan dalam perlindungan serta pengelolaan EG.
Ketiga, menumbuhkembangkan budaya dan kearifan lokal untuk pelestarian fungsi EG. Keempat, meningkatkan perekonomian masyarakat selaras dengan pelestarian EG.
Sampai 2023, DMPG sudah terbentuk di Sumatera, Kalimantan, dan Papua yang melibatkan perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan mitra lainnya.
"Salah satu strategi keberlanjutan program yaitu melalui integrasi teknologi dan inovasi, serta pelibatan pemangku kepentingan termasuk lembaga riset seperti BRIN," tutur Lelawaty.
Baca juga: 6 Jenis Tumbuhan Ini Direkomendasikan untuk Restorasi Gambut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya