Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/04/2024, 12:00 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Danur Lambang Pristiandaru

Tim Redaksi

Pihak yayasan, lanjut dia, memberikan pelatihan kepada dia dan guru lainnya tentang cara menggunakan metode pengajaran fonik yang disertai dengan fasilitas kartu huruf dan buku bergambar.

Dengan metode itu, anak-anak lebih paham dan sangat interaktif dibandingkan saat menggunakan pola mengajar sebelumnya.

"Dulu ketika ditempatkan sebagai guru kelas satu saya sempat menolak, karena tidak tahu teknik dan sulit membimbing. Saya pakai metode dulu itu sifatnya ceramah di depan kelas. Kita hanya menulis di papan dan itu guru lebih aktif. Anak-anak sering jenuh dan ingin cepat pulang sekolah," ungkap Novita yang sudah empat tahun mengajar kelas satu.

Setelah menggunakan metode fonik, anak anak menjadi antusias dan selalu bertanya tentang pelajaran apa yang akan dilakukan selanjutnya.

"Jadi rasa penasaran mereka tentang pelajaran selanjutnya itu tinggi. Kami terbantu dan anak anak lebih agresif dalam belajar ketimbang sebelumnya mereka hanya pasif," sambungnya.

Dia berharap, sekolah yang menjadi mitra ini bisa melanjutkan program ini dan pemerintah tetap bekerja sama dengan YLAI agar menjangkau sekolah lainnya di pedalaman pulau Sumba, termasuk wilayah lainnya di NTT. Ujungnya, kata Novita, dapat menciptakan generasi penerus yang unggul.

Baca juga: Ramadan Berbagi, Garuda Beverage Salurkan Bantuan Pendidikan Senilai Rp 200 Juta

Membaca berimbang

Sementara itu, Desy mengatakan, pihaknya hadir sejak tahun 2018 untuk membantu anak-anak di pelosok seluruh kabupaten di Pulau Sumba alias "Tanah Marapu" agar bisa mengenal huruf, membaca, menulis bahkan bisa berhitung secara baik.

Dia menambahkan, program YLAI telah menyasar tiga Kabupaten di pulau Sumba yakni Sumba Barat Daya, Sumba Barat, dan Sumba Tengah.

Dia memerinci, di Sumba Barat Daya jumlah sekolah yang sudah dibina 15 unit, Sumba Barat 24 unit sekolah, dan Sumba Tengah enam sekolah.

"Hasilnya bagi YLAI cukup membanggakan. Karena dari semula nol persen, kini kurang lebih 5 persen anak di tiga kabupaten itu sejak kelas satu hingga kelas tiga sudah bisa mengenal huruf, membaca serta menceritakan kembali buku cerita yang sudah dibaca," ujar Desy.

"Target kami itu 40 persen anak-anak di Sumba ini bisa membaca, tetapi kami puas karena walaupun baru lima persen saja, tetapi setidaknya dampak dari metode belajar ini sudah terlihat," tambah Desy.

Baca juga: Hadirkan Layanan Terjangkau dan Berkualitas, Guruku.com Bantu Atasi Kesenjangan Pendidikan di Indonesia

Desy menyebut, untuk menghasilkan anak-anak yang bisa mengenal bunyi huruf, bisa membaca, dan menulis, YLAI menyiapkan fasilitator daerah yang sudah dibina dengan menerapkan metode pembelajaran YLAI yakni program membaca berimbang.

Program-program itu seperti membaca interaktif, lingkungan kelas literatif, membaca mandiri, fonik dan kesadaran fonemik, membaca bersama dan membaca terbimbing.

Saat ini YLAI telah melatih sekitar 22 orang fasilitator daerah. Mereka tersebar di seluruh pulau Sumba.

Bagi YLAI, jumlah tersebut masih kecil karena idealnya satu fasilitator menangani dua sekolah agar program membaca berimbang itu bisa berjalan dengan baik.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau