Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Perusahaan Pencemar Kemasan Saset, Aktivis: Harus Bertanggung Jawab

Kompas.com - 03/05/2024, 12:44 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemasan saset untuk suatu produk memang menawarkan kenyamanan dan harga murah. Secara global, saset terjual per tahun kurang lebih sebanyak 855 miliar.

Namun, sampah saset menjadi beban lingkungan karena karakter kemasannya yang fleksibel terdiri dari berbagai jenis plastik dan lapisan foil, sehingga sulit untuk dikelola dan didaur ulang oleh sistem pengelolaan sampah.

Tak heran, sampah kemasan saset seringkali berakhir di TPA dan mencemari badan-badan air seperti sungai, hingga pantai.

Produsen pencemar saset

Di Indonesia, jaringan masyarakat sipil yang terdiri dari Greenpeace Indonesia, Ecoton, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Trash Hero Indonesia, dan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) melakukan brand audit di 34 titik lokasi audit dengan saset yang terkumpul sebanyak 9.698.

Baca juga: Berbahaya Bagi Lingkungan, Sampah Puntung Rokok Mesti Diatasi

Hasilnya, terdapat lima produsen pencemar saset terbanyak yaitu

  1. Wings (1251),
  2. Salim Group (672),
  3. Mayora Indah (629),
  4. Unilever (603), 
  5. PT Santos Jaya Abadi (454)

“Tingkat keresahan kita terhadap sampah plastik khususnya kemasan saset semakin mendalam dengan temuan audit merek saset," ujar Koordinator Audit Merek Ecoton, Alaika Rahmatullah, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (30/4/2024). 

Menurutnya, ketika nama-nama produsen yang sama terus muncul kembali, ini memperlihatkan sebuah paradoks yang menggelisahkan.

"Tidak hanya melihat jumlahnya, tetapi tentang bagaimana tanggung jawab produsen terhadap dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka," imbuhnya. 

Oleh karena itu, Alaika menilai pentingnya evaluasi terkait temuan audit merek ini untuk mempertimbangkan langkah-langkah produsen yang lebih bertanggung jawab ke depannya, terlebih untuk tidak lagi menggunakan kemasan saset. 

Tanggung jawab produsen

Daerah Timur Indonesia, adalah geografi yang rentan terhadap pencemaran plastik karena terdiri dari banyak pulau kecil, dengan layanan pengumpulan sampah yang terbatas di beberapa daerah, terutama di daerah ibukota kabupaten saja.

Baca juga: RI Bisa Rugi Rp 250 Triliun akibat Sampah Plastik di Laut

Kasus Indonesia Timur, adalah gambaran bahwa persoalan yang ditimbulkan oleh saset, tidak bisa diserahkan kepada pemerintah daerah dan konsumen.

"Jelas ini menjadi tanggung jawab produsen," ujar Koordinator Trash Hero Indonesia, Rima Putri Agustina. 

Tanggung jawab produsen atas sampah dan secara khusus tentang saset tercantum dalam peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

"Mewajibkan produsen salah satunya manufaktur untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30 persen," tuturnya. 

Baca juga: SMK di Pemalang Ciptakan Mesin Pengolah Sampah Plastik Jadi BBM

Namun, sejak 2019 hingga saat ini, baru sebanyak 18 produsen yang melakukan pilot project dari 42 produsen yang telah mempunyai dokumen peta jalan.

Walaupun dalam Permen LHK nomor 75 tahun 2019 akan menghapus kemasan saset di bawah 50 ml, tapi dengan kondisi saat ini, tanpa adanya komitmen pengurangan produksi dan transparansi progress peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, sampah saset akan terus mencemari dan membebani lingkungan.

 

Pelestari mengangkut sampah plastik menggunakan perahu di sungai Citarum, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Senin (26/2/2024).Bagus Puji Panuntun Pelestari mengangkut sampah plastik menggunakan perahu di sungai Citarum, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Senin (26/2/2024).

“Dari 10 produsen pencemar terbanyak di Indonesia, hanya Unilever dan Danone melalui PT Tirta Investama yang mengirimkan dokumen peta jalan pengurangan sampahnya," terang Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar. 

Hingga saat ini, kata dia, tidak ada transparansi dan komitmen untuk mengurangi produksi plastik dan progress untuk mencapai pengurangan sebesar 30 persen di tahun 2029.

"Jika cara ini terus dilakukan oleh produsen, maka, krisis saset tidak akan berakhir," tegas Ibar. 

Sistem guna ulang (reuse)

Selain pengurangan produksi kemasan saset, ia menilai perlu dibarengi langkah bertahap mendukung sistem guna ulang (reuse) sebagai solusi mengatasi krisis saset. Saat ini bisnis-bisnis sistem guna ulang mulai berjalan seperti Kecipir, Alner, dan Hepicircle.

Baca juga: Indonesia-UEA Kerja Sama Tangani Sampah Plastik di Laut RI

"Langkah nyata yang dilakukan bisnis guna ulang ini menjadi solusi yang seharusnya dipilih oleh produsen alih-alih berfokus pada solusi semu," ujar Peneliti YPBB Fictor Ferdinand. 

Saat ini, kata dia, terdapat regulasi yang mendukung sistem guna ulang yang tertuang pada peraturan BPOM nomor 12 tahun 2023 dan standar PR3 untuk menciptakan kerangka kerja bisnis guna ulang yang aman dan dapat diandalkan.

Menurutnya, bisnis refill dan reuse yang dikembangkan masyarakat, adalah contoh bagaimana sistem yang sama dapat dikembangkan produsen.

Akan tetapi, bisnis refill masyarakat ini tidak bisa menyelesaikan persoalan sampah saset dari produsen besar, karena kondisi regulasi dan mekanisme perizinan di Indonesia tidak mendukung pengemasan ulang.

"Oleh karena itu, kami memandang, pemerintah perlu lebih tegas meregulasi para produsen, sekaligus pada saat yang sama, menciptakan kondisi yang kondusif agar bisnis refill masyarakat ini bisa berkembang", tutur Fictor.

"Di sisi lain, para produsen perlu menjadi pionir untuk solusi yang sesungguhnya, yaitu refill dan reuse, tidak lagi menghasilkan sampah yang masih harus diolah oleh konsumennya," pungkas Fictor.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau