Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Ahli IPCC Yakin Bumi Akan Memanas 2,5 Derajat Celsius

Kompas.com, 13 Mei 2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berdasarkan survei eksklusif yang dilakukan The Guardian, hampir separuh dari ilmuwan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) meyakini dunia akan memanas lebih dari 1,5 derajat celsius.

1,5 derajat celsius adalah ambang batas suhu Bumi dalam Perjanjian Paris pada 2015 yang diratifikasi oleh 195 negara.

Ambang batas tersebut dinilai vital. Apabila Bumi memanas lebih dari 1,5 derajat celsius, maka Bumi akan mengalami dampak perubahan iklim yang lebih parah dan dalam beberapa kasus tidak akan dapat kembali seperti sedia kala.

Baca juga: Ilmuwan AS Usul Keringkan Stratosfer untuk Dinginkan Pemanasan Global

Beberapa dampak dari pemanasan di atas 1,5 derajat celsius adalah peningkatan gelombang panas, peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, gangguan ekosistem, dan peningkatan risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Dari 380 ilmuwan IPCC yang diwawancarai oleh Guardian, lebih dari 94 persen atau 358 di antaranya meyakini Bumi akan melampaui ambang batas 1,5 derajat celsius.

Bahkan, 34,7 persen atau 132 responden di antaranya memperkirakan suhu global akan meningkat sebesar 2,5 derajat celsius pada abad ini.

Sementara 100 responden atau 26,3 persen di antaranya memperkirakan pemanasan Bumi setidaknya 3 derajat celsius.

Baca juga: Gas Metana dari Sisa Makanan Bisa Sebabkan Pemanasan Global

Di antara imuwan yang diwawancarai oleh Guardian adalah Ruth Cerezo-Mota, pakar pemodelan iklim di National Autonomous University of Mexico.

Dua yakin Bumi akan memanas lebih dari 3 derajat celsius dan hal tersebut membuatnya cemas. Sebab tidak ada aksi nyata yang dilakukan negara mana pun di dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

"Tidak ada tanda-tanda jelas dari pemerintah mana pun bahwa suhu kita akan tetap berada di bawah 1,5 derajat celsius," kata Cerezo-Mota kepada The Guardian.

Sementara itu, Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research Johan Rockstrom mengatakan kepada Earth.org, berdasarkan berbagai penelitian, pengurangan emisi masih sangat jauh dari target 9 persen per tahun hingga 2030.

Baca juga: Bunga-bunga Janji dalam COP28 Tak Cukup Cegah Pemanasan Global

Dia menuturkan, satu-satunya cara untuk mencegah suhu Bumi naik melampai target adalah menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan menyetop emisi gas rumah kaca.

"Alasan mengapa (para ilmuwan) menggunakan bahasa yang semakin kuat adalah karena kita kehabisan waktu," kata Rockstrom, sebagaimana dilansir Earth.org, Kamis (9/5/2024).

Sejauh ini, suhu dunia telah meningkat sebesar 1,1 derajat celsius dibandingkan masa pra-industri.

Di satu sisi, data IPCC menunjukkan bahwa 20-40 pesen populasi manusia tinggal di wilayah yang, pada dekade 2006–2015, telah mengalami pemanasan lebih dari 1,5 derajat celsius setidaknya dalam satu musim.

Baca juga: Pemanasan Global: Antara Ongkos dan Keuntungan Ekonomi

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau