KOMPAS.com - Berdasarkan survei eksklusif yang dilakukan The Guardian, hampir separuh dari ilmuwan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) meyakini dunia akan memanas lebih dari 1,5 derajat celsius.
1,5 derajat celsius adalah ambang batas suhu Bumi dalam Perjanjian Paris pada 2015 yang diratifikasi oleh 195 negara.
Ambang batas tersebut dinilai vital. Apabila Bumi memanas lebih dari 1,5 derajat celsius, maka Bumi akan mengalami dampak perubahan iklim yang lebih parah dan dalam beberapa kasus tidak akan dapat kembali seperti sedia kala.
Baca juga: Ilmuwan AS Usul Keringkan Stratosfer untuk Dinginkan Pemanasan Global
Beberapa dampak dari pemanasan di atas 1,5 derajat celsius adalah peningkatan gelombang panas, peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, gangguan ekosistem, dan peningkatan risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Dari 380 ilmuwan IPCC yang diwawancarai oleh Guardian, lebih dari 94 persen atau 358 di antaranya meyakini Bumi akan melampaui ambang batas 1,5 derajat celsius.
Bahkan, 34,7 persen atau 132 responden di antaranya memperkirakan suhu global akan meningkat sebesar 2,5 derajat celsius pada abad ini.
Sementara 100 responden atau 26,3 persen di antaranya memperkirakan pemanasan Bumi setidaknya 3 derajat celsius.
Baca juga: Gas Metana dari Sisa Makanan Bisa Sebabkan Pemanasan Global
Di antara imuwan yang diwawancarai oleh Guardian adalah Ruth Cerezo-Mota, pakar pemodelan iklim di National Autonomous University of Mexico.
Dua yakin Bumi akan memanas lebih dari 3 derajat celsius dan hal tersebut membuatnya cemas. Sebab tidak ada aksi nyata yang dilakukan negara mana pun di dunia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Tidak ada tanda-tanda jelas dari pemerintah mana pun bahwa suhu kita akan tetap berada di bawah 1,5 derajat celsius," kata Cerezo-Mota kepada The Guardian.
Sementara itu, Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research Johan Rockstrom mengatakan kepada Earth.org, berdasarkan berbagai penelitian, pengurangan emisi masih sangat jauh dari target 9 persen per tahun hingga 2030.
Baca juga: Bunga-bunga Janji dalam COP28 Tak Cukup Cegah Pemanasan Global
Dia menuturkan, satu-satunya cara untuk mencegah suhu Bumi naik melampai target adalah menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan menyetop emisi gas rumah kaca.
"Alasan mengapa (para ilmuwan) menggunakan bahasa yang semakin kuat adalah karena kita kehabisan waktu," kata Rockstrom, sebagaimana dilansir Earth.org, Kamis (9/5/2024).
Sejauh ini, suhu dunia telah meningkat sebesar 1,1 derajat celsius dibandingkan masa pra-industri.
Di satu sisi, data IPCC menunjukkan bahwa 20-40 pesen populasi manusia tinggal di wilayah yang, pada dekade 2006–2015, telah mengalami pemanasan lebih dari 1,5 derajat celsius setidaknya dalam satu musim.
Baca juga: Pemanasan Global: Antara Ongkos dan Keuntungan Ekonomi
Menurut badan PBB tersebut, setiap kenaikan suhu 0,5 derajat celsius, pemanasan global akan menyebabkan peningkatan nyata dalam frekuensi dan tingkat keparahan panas ekstrem, curah hujan lebat, dan kekeringan regional.
Tahun 2023 bahkan merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, dipicu oleh fenomena El Nino, yang menurunkan suhu di seluruh dunia.
Meskipun El Nino secara bertahap melemah, suhu global tetap terus meningkat tahun ini, dan bulan April menjadi bulan kesebelas berturut-turut yang memecahkan rekor panas.
Di antara alasan di balik kegagalan umat manusia dalam mengatasi krisis iklim, hampir tiga perempat ilmuwan yang survei menyebutkan kurangnya kemauan politik.
60 persen di antara mereka juga menyebutkan kepentingan perusahaan yang terlalu kuat, khususnya industri bahan bakar fosil.
Baca juga: Akibat Pemanasan Global, Gletser di Greenland Mencair 5 Kali Lebih Cepat dalam 20 Tahun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya