Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percepatan EBT dan Pensiun PLTU Akhiri Beban Subsidi Setrum Negara

Kompas.com - 14/05/2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam laporan terkini bertajuk Pathways to Financial Sustainability for PLN through Renewable Energy Development, PT PLN (Persero) dinilai bisa mengatasi masalah keuangan dengan mempercepat pengembangan energi surya dan angin. 

Laporan dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) tersebut menulis peningkatan kapasitas energi surya dan angin, serta berkurangnya batu bara, akan memangkas biaya pokok pembangkitan PLN, yang pada akhirnya menurunkan beban subsidi listrik negara.

Baca juga: Pertamina Hulu Energi Dalami Potensi Eksplorasi Hidrogen Natural

Penulis laporan dan Analis Keuangan Energi IEEFA Mutya Yustika menyebut, proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik yang dicanangkan pemerintah pada 2006-2015 mendorong ekspansi PLTU besar-besaran di Indonesia, ini menjadi beban keuangan bagi PT PLN (Persero) dan anggaran negara.

Percepatan pembangunan energi terbarukan dan penghentian operasi PLTU secara bertahap, menurutnya dapat menjadi solusi masalah ini. Pasalnya, subsidi dan kompensasi ke PLN telah mencapai Rp 123 triliun pada 2022.

“Subsidi dan kompensasi untuk PLN telah menjadi beban besar APBN, dan akan tetap demikian dalam tahun-tahun mendatang,” kata Yustika, Senin (13/5/2024). 

Pemensiunan PLTU batu bara secara bertahap menawarkan sejumlah manfaat, seperti berkurangnya dampak volatilitas harga batu bara dan turunnya biaya perawatan secara signifikan. 

PLTU buat biaya meningkat

Seiring masifnya pertumbuhan kapasitas PLTU, beban keuangan PLN juga turut meningkat lantaran adanya kewajiban kontrak dari Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).

Pada 2022, biaya operasi PLN mencapai Rp 386 triliun atau meningkat 20 persen dari 2021 sebesar Rp 323 triliun, yang didorong oleh pembayaran listrik ke produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) dan biaya pembelian batu bara.

Baca juga: Perdalam Kerjasama Transisi Energi, Dubes Tilley Kunjungi Indonesia

Biaya pembelian batu bara PLN pada 2022 tercatat mencapai 16 persen dari total biaya operasi.

Biaya ini meningkat hingga 49 persen dalam lima tahun, dari Rp 42,41 triliun pada 2017 menjadi Rp 63,06 triliun pada 2022.

Akan tetapi, peningkatan biaya tersebut tidak diikuti dengan pertumbuhan pembangkitan listrik dari PLTU batu bara yang cukup besar, yang menandakan adanya potensi produksi energi yang tidak efisien.

Menurut Kementerian Keuangan, selisih antara rata-rata biaya pokok pembangkitan (BPP) dan tarif listrik akan menentukan besaran subsidi yang diberikan oleh negara.

“Namun, mengingat penyesuaian tarif listrik dapat memicu sentimen negatif masyarakat, PLN perlu menurunkan BPP agar dapat mengurangi ketergantungan pada subsidi. BPP ini termasuk biaya bahan bakar dan pelumas, salah satunya pembelian batu bara,” kata Yustika.

Baca juga: Pemerintah Terus Kembangkan Inovasi Energi Hijau, Termasuk Hidrogen

Selain subsidi, pemerintah juga memberikan kompensasi pendapatan pada PLN untuk menutup selisih tarif non-subsidi yang tidak naik sejak 2017.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat empat faktor yang mempengaruhi penyesuaian tarif non-subsidi, yakni tingkat inflasi, harga batu bara acuan (HBA), harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), dan kurs rupiah.

“PLN masih bergulat dengan harga batu bara lantaran nilai tukar rupiah dan dolar. Paparan harga batu bara yang menggunakan dolar terhadap PLN membutuhkan pengelolaan yang cermat, mengingat dinamika pasar dan fluktuasi mata uang,” jelas Yustika.

Per Desember 2023, PLN memiliki 20,4 gigawatt (GW) PLTU batu bara dengan 23 persen di antaranya telah beroperasi lebih dari 20 tahun.

“Pemensiunan bertahap PLTU tua ini akan mengurangi biaya perawatan secara signifikan lantaran manfaat ekonomi pembangkit berkurang seiring usia,” tutur Yustika.

Energi terbarukan jadi solusi

Menurut Yustika, transisi dari energi fosil ke energi terbarukan juga akan membantu mengatasi masalah keuangan PLN.

Baca juga: WWF ke-10, Indonesia Promosi Infrastruktur Berbasis Energi Hijau

“Dengan terus turunnya biaya pengembangan energi terbarukan dan terus meningkatnya biaya operasi PLTU batu bara, saat ini menjadi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk mempercepat pensiun PLTU batu bara dan pembangunan energi terbarukan,” ujarnya. 

Dalam laporan IEEFA, Yustika mengungkapkan, Indonesia diperkirakan tidak dapat merealisasikan target energi terbarukan. Hal ini karena anggapan salah PLN bahwa pembangunan energi terbarukan skala besar itu mahal.

Padahal, kemajuan teknologi energi terbarukan telah membuat produksi energi menjadi lebih efisien, modal belanja serta biaya operasi dan perawatan lebih rendah, serta infrastruktur yang berkelanjutan.

“Secara global, biaya energi terbarukan, terutama surya dan angin, telah turun dalam lima tahun terakhir dan menjadi lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil, dan biaya panel surya diperkirakan akan terus turun,” paparnya. 

Baca juga: Target 3 Kali Lipat Energi Terbarukan Kian Cerah, PLTS dan PLTB Melonjak

Di Indonesia, meski peraturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan pemanfaatan produk dalam negeri dalam produksi industrial meningkatkan biaya investasi energi terbarukan, biaya listrik rata-rata atau Levelized Cost of Electricity (LCOE) surya dan angin tetap kompetitif dibandingkan dengan batu bara, dan diperkirakan akan jadi lebih murah pada 2030. 

Kelebihan lain dari proyek energi terbarukan, terutama surya dan angin, adalah teknologi tersebut bisa dibangun jauh lebih cepat dibandingkan dengan pembangkit listrik energi fosil.

"Seiring energi terbarukan menjadi lebih murah dari batu bara, mengurangi ketergantungan Indonesia pada batu bara dan mempercepat pembangunan energi terbarukan akan membantu upaya Indonesia memenuhi komitmen Perjanjian Paris dan target finansialnya,” ujar dia. 

Adapun Indonesia hanya memiliki waktu kurang dari tujuh tahun untuk merealisasikan komitmen Perjanjian Paris.

Meski telah menetapkan target 23 persen pada 2025, namun kontribusi energi terbarukan di bauran listrik Indonesia baru mencapai 13,1 persen pada 2023.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CarbonEthics Raup Rp 31,8 Miliar Kembangkan Karbon Biru

CarbonEthics Raup Rp 31,8 Miliar Kembangkan Karbon Biru

Swasta
Korporasi Sebut Penggunaan AI Berdampak dalam Upaya Dekarbonisasi

Korporasi Sebut Penggunaan AI Berdampak dalam Upaya Dekarbonisasi

Swasta
Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Pemerintah
3 Tim Pemuda Sabet Kompetisi Kebijakan Energi Bersih Pertama di Indonesia

3 Tim Pemuda Sabet Kompetisi Kebijakan Energi Bersih Pertama di Indonesia

LSM/Figur
Dunia Habiskan 2,6 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Subsidi Aktivitas yang Sebabkan Pemanasan Global

Dunia Habiskan 2,6 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Subsidi Aktivitas yang Sebabkan Pemanasan Global

Pemerintah
Kiprah BNI Masuk 1.000 Perusahaan Terbaik Dunia Majalah TIME

Kiprah BNI Masuk 1.000 Perusahaan Terbaik Dunia Majalah TIME

BUMN
Pesan Jaga Lingkungan untuk Para Anak Muda

Pesan Jaga Lingkungan untuk Para Anak Muda

LSM/Figur
Perdana, Pertamina Pasok Bahan Bakar Berkelanjutan untuk Pesawat Australia

Perdana, Pertamina Pasok Bahan Bakar Berkelanjutan untuk Pesawat Australia

BUMN
Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

Ekspor Tambang Pasir Laut Berdampak Buruk pada Ekonomi Keluarga di Pesisir

LSM/Figur
Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam

Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam

Swasta
PBB Indonesia Luncurkan Laporan Capaian SDGs, Ini Rangkumannya

PBB Indonesia Luncurkan Laporan Capaian SDGs, Ini Rangkumannya

Pemerintah
Indonesia-Selandia Baru Kerja Sama Program Eksplorasi Panas Bumi

Indonesia-Selandia Baru Kerja Sama Program Eksplorasi Panas Bumi

Pemerintah
Integrasikan Keberlanjutan ke Strategi Perusahaan, Rybale al Hage Raih SDG Pioneer 2024

Integrasikan Keberlanjutan ke Strategi Perusahaan, Rybale al Hage Raih SDG Pioneer 2024

Pemerintah
Pengakuan Semu Nelayan Kecil, Muncul di Aturan tapi Tak Terlindungi

Pengakuan Semu Nelayan Kecil, Muncul di Aturan tapi Tak Terlindungi

LSM/Figur
Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan

Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau