Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 27 Mei 2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Susilowati (45) tersenyum kala mendapatkan tiga potong pakaian anak --dua celana dan satu baju. Ibu dua anak ini merasa ketiga pakaian tersebut muat di badan putra bontotnya.

"Ini baju yang saya pakai juga dari sini. Saya setiap dua bulan sekali ke sini," kata warga Kelurahan Kadipiro, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah tersebut ketika berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (25/5/2024).

Susilowati tidak sendiri. Dia adalah salah satu dari sejumlah orang yang mengunjungi Ruang Solidaritas Joli Jolan di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.

Di pelataran rumah yang disulap menjadi semacam galeri tersebut ada banyak sekali barang bekas yang layak pakai mulai dari baju, aksesoris, buku, perlengkapan sekolah, peralatan rumah tangga, hingga mainan.

Pengunjung boleh mengambil barang-barang yang ada di sana secara cuma-cuma, tapi ada syaratnya: mendaftar dulu menjadi anggota dan maksimal membungkus tiga barang setiap dua pekan sekali.

Baca juga: Komunitas Pembangkit Energi Terbarukan Terkendala Dana

Susilowati yang telah menjadi anggota Joli Jolan sejak enam bula lalu merasa, kehadiran ruang solidaritas tersebut membantunya mengakses pakaian layak untuk mencukupi kebutuhan sandangnya.

"Daripada ada barang yang dibuang, mending didonasikan seperti di sini. Karena masih banyak yang membutuhkan," tuturnya.

Kehadiran Ruang Solidaritas Joli Jolan juga dinikmati oleh Dewi Ikarini (44) yang telah menjadi anggota sejak dua tahun lalu.

Sebagai pemulung, Dewi mengaku kesulitan membeli pakaian baru bagi keluarganya. Setiap dua kali dalam sebulan, dia mengunjungi ruang solidaritas untuk mencari pakaian yang sesuai dengan ukurannya.

"Kadang buat saya sendiri. Kadang buat anak. Tapi seringnya cari pakaian buat anak. Sangat membantu karena saya bekerja sebagai pemulung, sangat sulit membeli baju bagus," tuturnya.

Baca juga: Harga Murah Bikin Pembangkit Terbarukan Berbasis Komunitas Sukses

Menyumbang untuk membantu

Suasana kegiatan di Ruang Solidaritas Joli Jolan yang tertelak di sebuah rumah di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Sabtu (25/5/2024).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Suasana kegiatan di Ruang Solidaritas Joli Jolan yang tertelak di sebuah rumah di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Sabtu (25/5/2024).

Berbeda dengan Susilowati dan Dewi, kehadiran Ruang Solidaritas Joli Jolang dapat membantu Tegar Danardana (22) menyalurkan barang-barang layak pakainya.

Cukup lama Tegar mencari ruang yang bisa menyerap barang bekas layak pakai, hingga akhirnya dia mengetahui keberadaan komunitas tersebut melalui media sosial.

"Ini pertama kalinya ke sini. Saya mendonasi pakaian wanita, pakaian pria, sepatu, jilbab. Ada tiga keresek yang saya bawa," ucap warga Gumpang, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ini.

Tegar mengaku akan sering-sering menyumbangkan barang layak pakainya ke Ruang Solidaritas Joli Jolan. Harapannya, barang yang dia donasikan dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Baca juga: JETP Harus Lirik Energi Terbarukan Berbasis Komunitas yang Pangkas Kemiskinan 16 Juta Orang

Salah satu pendiri Komunitas Joli Jolan, Chrisna Canis Cara, bercerita gerakan yang dia inisiasi tersebut terinspirasi dari komunitas Skoros di Yunani yang menyediakan wadah untuk berbagi.

Merasa tergugah, dia mengajak sejumlah sukarelawan untuk mewujudkannya. Gayung bersambut, idenya diterima dengan baik. Singkat cerita, Desember 2019 Komunitas Joli Jolan melakukan aktivitas pertamanya.

Nama Joli Jolan terinspirasi dari istilah Jawa "ijol-ijolan" yang berarti tukar-menukar. Nama tersebut lantas dipilih untuk membentuk ruang solidaritas melalui barter dan berbagi barang gratis.

"Idenya sangat sederhana. Kami ingin menciptakan ruang di mana orang-orang bisa saling berbagai barang bekas yang layak," terang Chrisna.

Dia menceritakan, Joli Jolan dimulai dari nol. Barang-barang yang disediakan pun hasil donasi dari relawan seperti baju, buku, gantungan baju, dan lain sebagainya.

Baca juga: Peringati Hari Bumi, Komunitas Ingatkan Bahaya Sampah Plastik di Lautan

Ruang yang disediakan juga terletak di pelataran milik salah satu sukarelawan Joli Jolan, Septina Setyaningrum.

Baru mulai merintis ruang berbagi, pandemi Covid-19 melanda. Aktivitas berbagi barang-barang bekas terpaksa dihentikan sementara.

"Saat pandemi kami beralih menyediakan dapur umum bank pangan dengan kolaborasi berbagai pihak. Saat itulah kami justru semakin tertempa. Covid-19 menujukkan kita bahwa gerakan solidaritas itu penting," ujar Chrisna.

Setelah pandemi Covid-19 mereda, aktivitas berbagi barang di ruang solidaritas kembali dilanjutkan. Kehadiran bank pangan juga tetap dipertahankan.

Perlahan namun pasti, semakin banyak yang mengetahui kehadirannya. Semakin banyak orang yang hadir, semakin banyak juga donatur yang memberikan barang-barang bekasnya.

Baca juga: Berdayakan Komunitas dan UMKM, Pembiayaan Esta Kapital Naik 39 Persen

Jembatani akses

Suasana kegiatan di Ruang Solidaritas Joli Jolan yang tertelak di sebuah rumah di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Sabtu (25/5/2024).KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Suasana kegiatan di Ruang Solidaritas Joli Jolan yang tertelak di sebuah rumah di Jalan Siwalan Nomor 1, Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Sabtu (25/5/2024).

Kini, Komunitas Joli Jolan telah memiliki 20-an sukarelawan dengan jumlah anggota sekitar 1.000 orang.

Chrisna menuturkan, Ruang Solidaritas Joli Jolan dibuka setiap Sabtu mulai pukul 10.00 sampai 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).

Sukarelawan Joli Jolan juga telah membuka empat titik dropbox di sekitar Solo untuk donatur yang ingin menyumbangkan barangnya.

Anggota Joli Jolan ditujukan untuk semua orang. Semua yang menjadi anggota berhak mengambil barang di ruang solidaritas sesuai ketentuan.

Dia menambahkan, aturan mengambil barang maksimal tiga dalam dua pekan diambil bukan tanpa alasan.

Baca juga: Komitmen Indonesia Lawan TBC, Buat Komunitas Bantu Penyintas

"Pertimbangannya adalah orang-orang mengambil barang harus sesuai kebutuhannya, bukan keinginan," jelas Chrisna.

Selama menggawangi Komunitas Joli Jolan, Chrisna menyadari bahwa pakaian yang layak pakai masih menjadi barang yang mewah dan sulit dijangkau bagi sebagian orang.

Selain menjadi ruang untuk bersolidaritas, kehadiran Joli Jolan mampu menjembatani akses sandang layak pakai bagi kelompok masyarakat lainnya.

"Joli Jolan teryata relevan. Bagi sebagain orang, pakaian jadi tidak perlu beli dan uangnya bisa disisihkan untuk membeli makanan," tutur Chrisna.

Baginya, Joli Jolan diharapkan dapat menjadi gerakan dan bentuk masyarakat yang berdiri di atas kakinya sendiri (berdikari) melalu solidaritas.

Baca juga: Rawat Danau Buyan, Komunitas Peduli Lingkungan Bali Tuangkan Eco Enzyme

Kami mengundang berbagai perusahaan yang memiliki program berkelanjutan dalam rangka mengakselerasi pencapaian SDGs di Indonesia serta menginspirasi publik. Kunjungi lestari.kgmedia.id/award untuk informasi lebih lebih lanjut tentang Lestari Awards.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Kukang dan Trenggiling Dilepasliar ke Hutan Batang Hari Jambi
Pemerintah
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
Cerita Usaha Kerupuk Sirip Ikan Tuna di Bali, Terhambat Cuaca Tak Tentu
LSM/Figur
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Survei HSBC: 95 Persen CEO Anggap Transisi Iklim Peluang Pertumbuhan Bisnis
Pemerintah
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ketika Lingkungan Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Suhu Harian Makin Tidak Stabil, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Melawan Korupsi Transisi Energi
Melawan Korupsi Transisi Energi
Pemerintah
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
KLH Sebut Banjir Sumatera Jadi Bukti Dampak Perubahan Iklim
Pemerintah
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
Terumbu Karang Terancam Dikuasai Alga Tahun 2100 akibat Pengasaman Laut
LSM/Figur
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Tekan Emisi, Anak Usaha TAPG Olah Limbah Cair Sawit Jadi Listrik dan Pupuk Organik
Swasta
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Cegah Greenwashing, OJK Perketat Standar Pengkungkapan Keberlanjutan Perusahaan
Pemerintah
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Menteri LH Hentikan Operasional Tambang Imbas Banjir Sumatera Barat
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau