JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas Orang Rimba sebagai suku minoritas yang mendiami hutan dataran rendah di Provinsi Jambi dengan pola hidup berpindah-pindah atau semi nomaden, masih mengalami kesulitan mengakses pendidikan.
Lembaga non-pemerintah bidang konservasi hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, berupa meningkatkan kapasitas dan pendidikan orang Rimba, meski dengan berbagai keterbatasan.
Staf pengajar Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Yohana Marpaung mengungkapkan dirinya harus jalan kaki 3-5 jam menembus hutan belantara saat terjun langsung mengajar.
Baca juga: Hidup Nomaden, Besarnya Tantangan Anak Rimba Mengenyam Pendidikan
Lokasi terpelosok, tidak adanya listrik, perbedaan bahasa dan budaya, kebiasaan hidup bergantung pada hutan seperti berburu dan meramu, minimnya sumber daya teknologi, hingga kepercayaan tradisional yang dianut, sempat menjadi tantangan.
"Awal-awal itu sempat saya sampai menangis, kok ini segininya ya. Tapi ini memang cita-cita saya sejak kecil, untuk terjun ke komunitas Rimba," ujar Yohana dalam acara Peluncuran “Jagasamasama” dan Program “Kembali Belajar” di Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Tak hanya menempuh perjalanan yang licin dan penuh rintangan, sejumlah usahanya saat tinggal bersama Orang Rimba di hutan selama berhari-hari.
"Saya harus belajar bahasa Rimba, itu tiga bulan sudah lancar. Bahkan bahasa laki-laki dengan perempuan saja berbeda. Banyak yang berbeda dengan masyarakat di luar," tambahnya.
Makanan dan tempat tinggal menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Sumber pangan dikonsumsi langsung dari satwa hutan yang diburu.
Bahkan, ia mengaku sudah cukup terbiasa bertemu ular maupun hewan liar lainnya di hutan.
Yohana telah bergabung dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bunga Kembang yang didirikan KKI Warsi sejak 2019.
PKBM Bunga Kembang bertujuan meningkatkan layanan pendidikan dan menggali matapencaharian potensial Komunitas Adat Orang Rimba.
Baca juga: WVI Luncurkan Run for The East, Bangun Pendidikan Literasi di Papua
"Target utamanya untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang Rimba, terkait calistung atau baca tulis hitung. Kami juga memberikan pengajaran bercocok tanam hingga keterampilan lainnya," papar dia.
Dengan sistem pendidikan non-formal, diterapkan juga pengajaran konstektual, artinya memberikan apa yang dibutuhkan oleh komunitas.
Meski sudah menyiapkan kurikulum, KKI Warsi selalu menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan orang Rimba.
Kondisi mobilitas komunitas yang sangat tinggi, membuat kegiatan belajar tidak terbatas waktu dan tempat. Sehingga, kreativitas tinggi dari pengajar sangat diperlukan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya