Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/05/2024, 10:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"Selama dilakukan pelarangan, tujuannya memang baik untuk mencoba mengamankan sumber daya alam. Namun fakta di lapangan, meski sudah ada dua kali pergantian Permen KP ini, kami juga banyak dikritisi (karena ekspor ilegal)," ujarnya. 

Menurutnya, pemerintah akan memenuhi pemintaan benih bening lobster dengan syarat pelaku usaha Vietnam melakukan budidaya di Indonesia.

Apabila Indonesia memberikan 300 juta bibit untuk Vietnam, keuntungan yang diperoleh dapat mencapai Rp 1,5 triliun, seperti dikutip dari Kompas.com (11/1/2024).

Siapkan aturan

Menanggapi banyaknya pro dan kontra terkait pembukaan ekspor, Haeru menyebut, jika nantinya ekspor benur lobster benar-benar dibuka, pemerintah telah menyiapkan sejumlah syarat dan ketentuan bagi negara yang bekerjasama. 

"Maka kita diskusi, langkah terbaik berikan ruang pada pemerintah, pada investor, pada pelaku usaha di Vietnam, dengan catatan ada Goverment to Goverment (GtG), tidak asal semuanya," papar dia. 

Melalui kerja sama ini, diharapkan Indonesia bisa menerima manfaat besar. Sebab, kerja sama dengan Vietnam dinilai akan membentuk multiplier effect. 

Seperti akan membangun supply chain, terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan budidaya lobster bagi pembudidaya Tanah Air, hingga menekan praktek ilegal ekspor benur yang terbukti merugikan negara hingga triliunan rupiah per tahun.

"Budidaya kita harapkan meningkat karena ada alih teknologi, negara mendapat pendapatan, dan Insya Allah itu akan kembali kepada masyarakat, lapangan pekerjaan bisa terbuka, dan seterusnya," tutur Haeru. 

Baca juga: AIS Forum Gandeng Akademisi Kembangkan Sistem Perikanan Berkelanjutan

Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI F-PKB Daniel Johan mengkritisi wacana membuka kembali ekspor benih lobster. Kerja sama ini perlu persiapan dan pertimbangan matang, sehingga tidak lagi merugikan Indonesia. 

Sebab, menurutnya, perubahan aturan dalam beberapa tahun terakhir merefleksikan belum tuntasnya KKP dalam menyusun roadmap yang jelas terkait pengelolaan dan budidaya perikanan.  

"Kalau budidaya di negara lain dianggap sebagai bagian negara kita, itu harus dikaji lebih dalam. Karena tentu peraturan di negara tersebut yang berlaku, kita hanya sebatas MoU meskipun Goverment to Goverment (GtG)," ujar Daniel. 

Apalagi, Pemerintah Vietnam saat melakukan kerja sama juga telah mengakui adanya beberapa tantangan yang mereka hadapi. Sehingga, aturan kebijakan nantinya harus betul-betul bisa menguntungkan kedua belah pihak. 

"Kami berharap kebijakan ke depan itu punya keseimbangan, antara kesejahteraan, keberlanjutan, dan pertumbuhan. Karena segitiga keseimbangan ini sangat penting. Justru kementerian (KKP) dibentuk untuk mengambil kebijakan yang pas agar segitiga ini berjalan dengan baik," pungkasnya. 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau