Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 30 Mei 2024, 10:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur dari Indonesia ke negara lain, telah mengalami sejumlah perubahan aturan dalam beberapa tahun terakhir. 

Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tb. Haeru Rahayu mengatakan, sebelum 2015, tidak ada peraturan terkait ekspor benur lobster

Kemudian, aturan pelarangan ekspor benur diterbitkan di era Menteri KP Susi Pudjiastuti pada 2016. Hingga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) terkait kebijakan ekspor BBL telah berganti sedikitnya enam kali hingga saat ini. 

Untuk diketahui, per Mei 2024, pemerintah masih melarang kegiatan ekspor benih bening lobster.

Baca juga: BRIN dan OceanX Gali Keanekaragaman Hayati Laut Dalam Indonesia

Hal ini tertulis dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di wilayah perairan Indonesia.

Terbaru, KKP mengatakan tengah menyusun rancangan kebijakan terkait membuka kembali ekspor benih bening lobster ke luar negeri, seperti Vietnam.

Regulasi ini disebut bertujuan mendorong produktivitas budidaya lobster nasional dengan menggandeng negara yang sudah berhasil melakukan budidaya komoditas tersebut.

KKP: Dorong investasi dan tekan aksi ilegal

Dirjen Perikanan Budidaya KKP Tb. Haeru Rahayu berupaya menerapkan konsep ekonomi biru (blue economy) dalam mengelola kelautan dan perikanan di Indonesia. 

Penerapan blue economy disebut bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelestarian ekosistem laut, serta membuka sebanyak-banyaknya lapangan kerja.

Alasan inilah, menurutnya, yang menjadi dasar wacana kebijakan membuka kembali ekspor BBL atau benur lobster ke luar negeri.

Baca juga: Berkat Laut dan Awan, Indonesia Masih Aman dari Gelombang Panas

Tidak hanya untuk menekan tingkat penangkapan ilegal dan menjaga ekosistem lautan, tetapi juga meningkatkan investasi dan pendapatan negara melalui kerja sama ekspor. 

"Kami mencoba mendorong supaya bagaimana kegiatan budidaya ini ada lompatan-lompatan. Kalau penangkapan dikendalikan, budidayanya coba kita tingkatkan," ujar Haeru dalam acara diskusi "Indonesia Aquaculture View Forum: Pro Kontra Buka Tutup Kebijakan Ekspor Benih Benur Lobster Menuju Perikanan Emas 2045" di Jakarta, Senin (27/5/2024). 

Ia menjelaskan, KKP telah melakukan modeling hingga membuat kampung-kampung perikanan budidaya BBL, demi menunjukkan bahwa Indonesia mampu mengelola budidaya secara mandiri. 

Kendati demikian, selama beberapa tahun terakhir ekspor benih lobster dilarang, Haeru menyebut kasus ekspor benur ilegal masih sangat banyak terjadi. Sehingga, pemerintah menyadari adanya kerugian besar dan ancaman kerusakan ekosistem akibat penyelundupan. 

Oleh karena itu, kerja sama perikanan menjadi jalan masuknya investasi budidaya lobster di Indonesia dari para pelaku usaha Vietnam.

Baca juga: Konservasi Laut, Pupuk Kaltim Turunkan 6.882 Terumbu Karang Sejak 2011

"Selama dilakukan pelarangan, tujuannya memang baik untuk mencoba mengamankan sumber daya alam. Namun fakta di lapangan, meski sudah ada dua kali pergantian Permen KP ini, kami juga banyak dikritisi (karena ekspor ilegal)," ujarnya. 

Menurutnya, pemerintah akan memenuhi pemintaan benih bening lobster dengan syarat pelaku usaha Vietnam melakukan budidaya di Indonesia.

Apabila Indonesia memberikan 300 juta bibit untuk Vietnam, keuntungan yang diperoleh dapat mencapai Rp 1,5 triliun, seperti dikutip dari Kompas.com (11/1/2024).

Siapkan aturan




Acara diskusi Indonesia Aquaculture View Forum: Pro Kontra Buka Tutup Kebijakan Ekspor Benih Benur Lobster Menuju Perikanan Emas 2045 yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Jakarta, Senin (27/5/2024).KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Acara diskusi Indonesia Aquaculture View Forum: Pro Kontra Buka Tutup Kebijakan Ekspor Benih Benur Lobster Menuju Perikanan Emas 2045 yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Jakarta, Senin (27/5/2024).

Menanggapi banyaknya pro dan kontra terkait pembukaan ekspor, Haeru menyebut, jika nantinya ekspor benur lobster benar-benar dibuka, pemerintah telah menyiapkan sejumlah syarat dan ketentuan bagi negara yang bekerjasama. 

"Maka kita diskusi, langkah terbaik berikan ruang pada pemerintah, pada investor, pada pelaku usaha di Vietnam, dengan catatan ada Goverment to Goverment (GtG), tidak asal semuanya," papar dia. 

Melalui kerja sama ini, diharapkan Indonesia bisa menerima manfaat besar. Sebab, kerja sama dengan Vietnam dinilai akan membentuk multiplier effect. 

Seperti akan membangun supply chain, terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan budidaya lobster bagi pembudidaya Tanah Air, hingga menekan praktek ilegal ekspor benur yang terbukti merugikan negara hingga triliunan rupiah per tahun.

"Budidaya kita harapkan meningkat karena ada alih teknologi, negara mendapat pendapatan, dan Insya Allah itu akan kembali kepada masyarakat, lapangan pekerjaan bisa terbuka, dan seterusnya," tutur Haeru. 

Baca juga: AIS Forum Gandeng Akademisi Kembangkan Sistem Perikanan Berkelanjutan

Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI F-PKB Daniel Johan mengkritisi wacana membuka kembali ekspor benih lobster. Kerja sama ini perlu persiapan dan pertimbangan matang, sehingga tidak lagi merugikan Indonesia. 

Sebab, menurutnya, perubahan aturan dalam beberapa tahun terakhir merefleksikan belum tuntasnya KKP dalam menyusun roadmap yang jelas terkait pengelolaan dan budidaya perikanan.  

"Kalau budidaya di negara lain dianggap sebagai bagian negara kita, itu harus dikaji lebih dalam. Karena tentu peraturan di negara tersebut yang berlaku, kita hanya sebatas MoU meskipun Goverment to Goverment (GtG)," ujar Daniel. 

Apalagi, Pemerintah Vietnam saat melakukan kerja sama juga telah mengakui adanya beberapa tantangan yang mereka hadapi. Sehingga, aturan kebijakan nantinya harus betul-betul bisa menguntungkan kedua belah pihak. 

"Kami berharap kebijakan ke depan itu punya keseimbangan, antara kesejahteraan, keberlanjutan, dan pertumbuhan. Karena segitiga keseimbangan ini sangat penting. Justru kementerian (KKP) dibentuk untuk mengambil kebijakan yang pas agar segitiga ini berjalan dengan baik," pungkasnya. 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau