KOMPAS.com - Dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung (Unila) Dr Agustiansyah melakukan inovasi biofortifikasi agronomi terhadap tanaman jagung.
Biofortifikasi merupakan proses penambahan atau peningkatan kualitas nutrisi dalam tanaman bahan pangan. Bentuk biofortifikasi biasanya meliputi intervensi agronomis (pemupukan) dan genetis (pemuliaan tanaman).
"Biofortifikasi agronomi menjadi salah satu cara yang cepat dan instan dalam meningkatkan kandungan gizi dalam tanaman," kata Agustiansyah, sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (31/5/2024).
Penelitian yang dilakukannya berkaitan dengan isu stunting yang saat ini menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Apalagi, tanaman pangan di negeri tidak banyak yang memiliki nilai gizi tinggi.
Baca juga: Sistem Agrosilvopastura untuk Ketahanan Pangan Masyarakat Adat Kaluppini
"Tanaman yang memiliki gizi tinggi untuk mencegah stunting masih sangat sedikit. Hal ini menjadi salah satu alasan saya melakukan penelitian biofortifikasi agronomi lebih lanjut," imbuhnya.
Intuk mendapat nilai gizi lebih tinggi pada sebuah tanaman pangan, dapat dilakukan berbagai macam cara, salah satunya melalui biofortifikasi agronomi.
Tanaman jagung dipilih dalam penelitian biofortifikasi agronomi karena sangat responsif terhadap perlakukan yang diberikan. Selain itu, tanaman jagung dapat menjadi pangan alternatif dalam mengurangi konsumsi beras nasional.
"Adapun nutrisi yang dapat ditingkatkan nilai kandungannya dalam tanaman jagung melalui biofortifikasi agronomi tersebut antara lain zat Besi (Fe), Zinc (Zn), dan Boron (B)," kata Agustiansyah.
Tanaman jagung yang telah melalui proses biofortifikasi agronomi dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan pangan, tanpa mengurangi nilai kandungan gizinya.
Baca juga: 4 Kabupaten di Madura Didorong Ikut Wujudkan Swasembada Pangan
Sebagai contoh nilai kandungan Zinc (Zn) dalam tanaman jagung biasanya kurang lebih 22 mg/kg. Melalui proses biofortifikasi agronomi, nilai kandungan zinc dalam jagung dapat ditingkatkan hingga 58 mg/kg bahan.
Proses biofortifikasi agronomi yang dilakukan Agustiansyah membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan sesuai dengan umur tanaman jagung.
Mulai dari tahap penanaman, pemupukan, aplikasi Zn, Fe, Zn, dan B, pemanenan, proses analisis nilai kandungan gizi dalam tanaman pangan jagungnya, setelah itu, baru bisa untuk dikonsumsi masyarakat.
Agustiansyah juga menyampaikan bahwa aplikasi Zn, Fe, dan B, pada jagung harus memperhatikan fase-fase pertumbuhan tanaman tersebut. Biasanya, pada fase sebelum berbunga dan setelah berbunga. Aplikasi dilakukan 2-3 kali selama fase hidup jagung.
"Harapannya setelah penelitian ini berhasil dilakukan, proses biofortifikasi agronomi dapat terus dikembangkan dan bermanfaat sebagai inovasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat melalui tanaman pangan alternatf," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya