KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) merancang peta jalan bahan bakar pesawat berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) di Indonesia.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Jodi Mahardi mengatakan, minyak jelantah dan residu minyak kelapa sawit akan menjadi bahan baku utama dalan peta jalan dalan SAF di Indonesia.
Jodi menuturkan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Peta Jalan Nasional Pengembangan SAF pada Rabu (29/05/2024).
Baca juga: Luhut: Indonesia Akan Bangun Industri Minyak Jelantah Pengganti Avtur
Dia menyampaikan, industri SAF berpotensi untuk menciptakan nilai ekonomi, kepemimpinan regional, dan kedaulatan energi.
"Berdasarkan hal tersebut, kami telah merancang peta jalan SAF yang meliputi kepastian off-take SAF serta mekanisme untuk mengurangi dampak harga, Distribusi SAF, Produksi SAF, serta Ketersediaan Bahan Baku," ujar Jodi dikutip dari siaran pers.
Jodi menyampaikan, pemrosesan minyak jelantah untuk SFA sudah dilakukan di Malaysia dan Singapura.
"Nanti dilakukan studinya sehingga saat nanti kita implementasikan, kita lakukan secara komprehensif," tutur Jodi.
Baca juga: Daripada Terbuang, Minyak Jelantah Punya Potensi Besar jadi Bahan Bakar Alternatif
Jodi menambahkan, peta Jalan dan rencana aksi SAF diharapkan dapat difinalisasi pada Juni 2024.
Sementara itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan payung hukum SAF di Indonesia dapat diluncurkan di sela perhelatan Bali Air Show pada September 2024 mendatang.
Luhut menyampaikan, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah setiap tahunnya. Akan tetapi, 95 persen dari potensi tersebur diekspor ke beberapa negara.
Dia menambahkan, menurut International Air Transport International (IATA), Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan.
Baca juga: Karyawati PLTU Paiton Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin dan Sabun
Dengan pasar sebesar itu, kebutuhan bahan bakar Indonesia mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.
"Diestimasikan penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya," tulis Luhut dalam akun Instagran.
Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN).
Selain minyak jelantah dan residu minyak sawit, Luhut menyebutkan rumput laut juga berpotensi menjadi bahan baku bahan bakar nabati.
Baca juga: Mahasiswa IPB Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin Aromaterapi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya