Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 30 Mei 2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) merancang peta jalan bahan bakar pesawat berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF) di Indonesia.

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Jodi Mahardi mengatakan, minyak jelantah dan residu minyak kelapa sawit akan menjadi bahan baku utama dalan peta jalan dalan SAF di Indonesia.

Jodi menuturkan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Peta Jalan Nasional Pengembangan SAF pada Rabu (29/05/2024).

Baca juga: Luhut: Indonesia Akan Bangun Industri Minyak Jelantah Pengganti Avtur

Dia menyampaikan, industri SAF berpotensi untuk menciptakan nilai ekonomi, kepemimpinan regional, dan kedaulatan energi.

"Berdasarkan hal tersebut, kami telah merancang peta jalan SAF yang meliputi kepastian off-take SAF serta mekanisme untuk mengurangi dampak harga, Distribusi SAF, Produksi SAF, serta Ketersediaan Bahan Baku," ujar Jodi dikutip dari siaran pers.

Jodi menyampaikan, pemrosesan minyak jelantah untuk SFA sudah dilakukan di Malaysia dan Singapura.

"Nanti dilakukan studinya sehingga saat nanti kita implementasikan, kita lakukan secara komprehensif," tutur Jodi.

Baca juga: Daripada Terbuang, Minyak Jelantah Punya Potensi Besar jadi Bahan Bakar Alternatif

Jodi menambahkan, peta Jalan dan rencana aksi SAF diharapkan dapat difinalisasi pada Juni 2024.

Sementara itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan payung hukum SAF di Indonesia dapat diluncurkan di sela perhelatan Bali Air Show pada September 2024 mendatang.

Luhut menyampaikan, Indonesia memiliki potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah setiap tahunnya. Akan tetapi, 95 persen dari potensi tersebur diekspor ke beberapa negara.

Dia menambahkan, menurut International Air Transport International (IATA), Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan.

Baca juga: Karyawati PLTU Paiton Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin dan Sabun

Dengan pasar sebesar itu, kebutuhan bahan bakar Indonesia mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.

"Diestimasikan penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahunnya," tulis Luhut dalam akun Instagran.

Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN).

Selain minyak jelantah dan residu minyak sawit, Luhut menyebutkan rumput laut juga berpotensi menjadi bahan baku bahan bakar nabati.

Baca juga: Mahasiswa IPB Olah Minyak Jelantah Jadi Lilin Aromaterapi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Konflik Agraria di Balik Banjir Sumatera, Mayoritas Disebut Dipicu Perkebunan Sawit
Pemerintah
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Ketika Motor Listrik Jadi Andalan Ojol untuk Cari Rezeki
Pemerintah
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
Sampel Udara Berusia 35 Tahun Tunjukkan Perubahan Ritme Alam akibat Iklim
LSM/Figur
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau