Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Spesies Asing Invasif Jadi Ancaman Bagi Keanekaragaman Hayati

Kompas.com - 05/06/2024, 06:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar biologi dari Universitas Lampung (Unila) Dr Jani Master menyampaikan, keberadaan spesies asing invasif (invasive alien species/IAS) menjadi salah satu bahaya yang dihadapi ekosistem dan keanekaragaman hayati di Indonesia. 

Beberapa ancaman keanekaragaman hayati itu, kata dia, termasuk kerusakan lingkungan,  invasi spesies asing, polusi, populasi manusia berlebihan, eksploitasi, dan perubahan iklim. 

"IAS ini menjadi salah satu yang perlu perhatian khusus, tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah lainnya. Ini jadi salah satu kelompok yang nanti ancamannya adalah hilangnya keanekaragaman hayati yang kita miliki," ujar Jani dalam diskusi daring yang digelar Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (3/6/2024). 

Sebagai informasi, IAS adalah spesies hewan, tumbuhan, atau organisme lain, sebagai pendatang di suatu wilayah yang hidup dan berkembang biak di wilayah tersebut. Mereka menjadi ancaman bagi biodiversitas, sosial ekonomi, maupun kesehatan. 

Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unila tersebut mengatakan, kehadiran IAS dapat merusak ekosistem yang ada. 

Baca juga: Kawanan Hewan Ini Mampu Serap Karbon Setara 84.000 Mobil

"Bisa saja nantinya dunia ini, paling fatalnya, keanekaragamannya hampir mirip-mirip semua. Jenis-jenis yang mungkin punya manfaat luar biasa, sumber plasma, sumber obat-obatan, itu hilang. Atau jenis-jenis yang belum kita ketahui manfaatnya, keburu hilang oleh invasi," tutur dia. 

Ia menjelaskan, beberapa karakteristik flora dan fauna asing invasif di antaranya memiliki pertumbuhan yang cepat, kemampuan reproduksi tinggi, adaptasi lingkungan yang luas, dan ketiadaan predator alami.

"Adaptasi lingkungannya cukup luas. Ini yang menjadi salah satu yang perlu kita waspadai di negara kita, karena sebagai negara tropis, paling mudah untuk spesies-spesies asing tumbuh dengan baik," terang Jani. 

Kendala dalam mitigasi IAS

Ancaman dari keberadaan spesies asing invasif itu, katanya, telah menjadi perhatian dunia sejak cukup lama.  

Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework yang menjadi hasil dari Pertemuan Para Pihak ke-15 (COP15) Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB pada 2022, menargetkan pengurangan introduksi spesies asing invasif sebanyak 50 persen pada 2030.

"Kita harus coba me-reduce (mengurangi) produksi dari invasi spesies itu 50 persen di 2030. Sekarang sudah 2024, sudah berapa persen kira-kira? akan tercapai atau tidak?" tanya Jani. 

Ia menjelaskan beberapa kendala dalam melakukan mitigasi mencegah spesies invasif. Seperti kurangnya data komprehensif; keterbatasan fasilitas, sumber daya dan dana; kerangka hukum yang belum maksimal; dan rendahnya kesadaran masyarakat.

Baca juga: Puluhan Dokter Hewan di NTT Dilatih Tangani Wabah Penyakit pada Ternak

Terkait hal itu, Jani menyebut perlunya informasi detail dan spesifik untuk menentukan suatu spesies itu invasif atau tidak. Menurutnya, Indonesia masih kurang memiliki data yang lengkap untuk spesies tertentu.

Lebih lanjut, kata dia, ada kebutuhan strategi pengelolaan IAS di Indonesia. Mulai dari pencegahan, deteksi dini dan respons cepat, pengendalian dan mitigasi dampak, rehabilitasi dan restorasi, serta pemantauan dan evaluasi.

"Ada beberapa strategi pengelolaan untuk mitigasi, yang pertama adalah pencegahan, strategi untuk mengelola agar jenis invasif ini tidak terlalu besar dampaknya bagi keanekaragaman hayati kita," ujarnya.

Salah satu masalah yang dihadapi di Indonesia untuk tindakan pencegahan, menurut Jani, adalah jalur masuk yang banyak, bebas, dan terbuka dari mana saja, baik secara legal maupin ilegal. Sehingga, sangat memungkinkan masuknya spesies invasif.

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau