KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) melakukan intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) sumber protein hewani diperkaya daun kelor.
Intervensi dilakukan kepada 33 balita stunting dan anemia di Kelurahan Kelor dan Wiladeg, Karangmojo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak Maret-Mei 2024.
Makanan tambahan yang diperkaya daun kelor tersebut diformulasi menggunakan bahan pangan lokal yang mudah didapat, serta mengandung sumber protein hewani.
Periset PRTPP Dini Ariani menjelaskan, berdasarkan hasil analisa kadar hemoglobin (Hb) dari 29 balita yang hadir dan diperiksa status gizinya setelah tiga bulan pemberian PMT, sebanyak 44,83 persen mengalami kenaikan Hb, sedangkan 68,97 persen menunjukkan kadar Hb normal (di atas 11).
Baca juga: Potensi Melimpah, tapi Obat Herbal Standar RI Masih Sedikit
“Secara umum intervensi PMT yang kami lakukan mengalami hasil yang positif meskipun belum bisa meningkatkan kadar Hb balita penderita anemia dan stunting 100 persen,” ujar Dini.
Ia menambahkan, selain meningkatkan kandungan gizi, faktor lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan makanan tambahan pada balita adalah cara pengolahan dan penyajian yang mudah, serta variasi menu makanan agar disukai balita.
“Di samping makanannya bergizi, yang terpenting adalah bagaimana menyediakan PMT yang disukai balita sehingga kebutuhan gizi akan tercukupi,” terangnya, dalam pernyataan tertulis.
Selain itu, langkah pertama yang harus dilakukan dalam pemilihan menu makanan tambahan adalah melakukan survei ketersediaan bahan pangan lokal yang mudah didapat dan sesuai dengan kearifan lokal daerah.
Sesuai dengan namanya, di Kalurahan Kelor ini banyak penduduk yang menanam pohon kelor dan memanfaatkan daunnya sebagai sayuran, teh celup, atau beberapa camilan.
Baca juga: BRIN Temukan Potensi Baru Obat Diabetes, Buka Peluang Investasi
"Oleh sebab itu, kami memanfaatkan daun kelor dalam pembuatan makanan tambahan balita,” kata dia.
Kemudian, langkah setelah dilakukan fomulasi makanan, adalah menganalisis kandungan gizi produk. Ia menjelaskan, gizi yang terkandung dalam PMT harus sesuai dengan standar makanan lokal untuk balita dan ibu hamil yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2023.
“Kandungan protein yang dipersyaratkan untuk balita sasaran pada kegiatan ini yaitu minimal mengandung 6-10 persen protein,” tegas Dini.
Sementara itu, Kepala PRTPP Satriyo Krido Wahono menyebut revitalisasi ketahanan pangan yang di dalamnya termasuk upaya penanganan stunting, merupakan target kegiatan strategis PRTPP tahun 2022-2024.
“Dari awal diresmikan, salah satu fokus kegiatan riset di PRTPP adalah diversifikasi produk makanan serta mengeksplorasi bahan pangan lokal yang kaya akan zat besi, kalsium, zinc, dan protein yang sangat dibutuhkan oleh balita stunting dan ibu hamil,“ papar Satriyo.
Menurutnya, PRTPP yang berlokasi di Gunungkidul dan berada di salah satu kabupaten dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia ini harus berorientasi pada riset dan inovasi yang mampu menjadi solusi terhadap permasalah tersebut.
“Sementara ini, baru balita di Kapanewon Karangmojo yang sudah mendapatkan intervensi formula makanan pendamping, ke depan ada daerah lain yang akan diintervensi khusus untuk ibu-ibu hamil yang kekurangan gizi,” pungkas Satriyo.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya