KOMPAS.com - Tiga kota di Indonesia yakni Makassar (Sulawesi Selatan), Semarang (Jawa Tengah), dan Jakarta masuk ke dalam daftar kota-kota di dunia dengan suhu panas tidak biasa yang diperburuk oleh perubahan iklim.
Pernyataan ini dirilis Climate Central dalam laporan terbaru mereka, “People Exposed to Climate Change: March-May 2024”, yang diluncurkan, Kamis (6/6/2024).
Makassar menempati urutan teratas dalam daftar kota-kota di dunia dengan suhu panas yang tidak biasa disebabkan oleh perubahan iklim.
Dengan catatan 92 hari berada pada indeks pergeseran iklim atau climate shift index (CSI) level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu mencapai 1,2° C.
Baca juga: BMKG: Perubahan Lanskap Salah Satu Penyebab Suhu Panas di Jakarta
Sedangkan Semarang menduduki posisi ke-11 dengan catatan 88 hari pada CSI level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu menembus 1,4° C.
Sementara itu, Jakarta berada di posisi ke-4 dengan catatan 77 hari pada CSI level 3 atau lebih tinggi, dan anomali suhu tercatat 0,9° C.
Jakarta hanya kalah dari Lagos (Nigeria) dengan 88 hari CSI 3 atau lebih tinggi, Kinshasa (Kongo) dengan 79 hari CSI 3 atau lebih tinggi, dan Mexico City (Meksiko) dengan 78 hari CSI 3 atau lebih tinggi.
Sebagai informasi, metode CSI yang digunakan Climate Central bertujuan untuk mengukur pengaruh lokal perubahan iklim terhadap suhu harian di seluruh dunia.
CSI level 1 berarti perubahan iklim dapat dideteksi, secara teknis, kenaikan suhu setidaknya 1,5 kali lebih mungkin terjadi. Sedangkan CSI level 2 berarti kenaikan suhu setidaknya 2 kali lebih mungkin terjadi, dan seterusnya.
Baca juga: Dipanggang Panas, Suhu New Delhi India Tembus 52,9 Derajat Celsius
Dalam laporannya, Climate Central membahas tentang atribusi suhu global dalam kurun waktu Maret sampai Mei 2024, yang merinci pengaruhnya terhadap perubahan iklim di hampir 500 kota dan lebih dari 150 negara, ditambah negara-negara bagian AS dan Puerto Riko.
Dalam tiga bulan itu, tercatat rekor suhu global baru yang menyebabkan miliaran orang terkena panas yang dipicu oleh emisi karbon.
Bulan Maret, April, dan Mei 2024 masing-masing memecahkan rekor suhu global bulanan.
Selama periode ini, dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil, terlihat jelas di seluruh wilayah di dunia, khususnya dalam bentuk panas ekstrem.
Akibat perubahan iklim, sekitar satu dari empat orang di dunia mengalami peningkatan suhu setidaknya tiga kali lipat setiap hari, mulai dari 1 Maret hingga 31 Mei 2024.
Puncaknya pada 6 April 2024, ketika 2,7 miliar orang (sekitar satu dari tiga orang di dunia) merasakan suhu yang tidak biasa dengan pengaruh kuat dari perubahan iklim.
Baca juga: Seratusan Monyet Howler di Meksiko Mati karena Panas Terik Menyengat
Di 58 negara, rata-rata orang merasakan dampak perubahan iklim yang kuat setidaknya dua dari tiga hari selama tiga bulan terakhir.
Negara-negara ini termasuk di Afrika Tengah, Timur, dan Barat; Asia Tenggara; Amerika Tengah dan Karibia; Amerika Selatan; serta negara kepulauan kecil di Polinesia dan Melanesia.
Sekitar 44 persen penduduk Afrika dan satu dari tiga orang di Amerika Selatan merasakan panas ekstrem akibat perubahan iklim setidaknya selama 60 hari.
Sementara, kota-kota dengan paparan panas terbesar selama 90 hari atau lebih adalah Quito (Ekuador), Makassar (Indonesia), Kota Guatemala (Guatemala), Caracas (Venezuela), Kigali (Rwanda), dan Monrovia (Liberia).
Adapun di Asia, rata-rata orang di sembilan negara, termasuk delapan di Asia Tenggara seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, merasakan pengaruh kuat dari perubahan iklim setidaknya dua dari tiga hari dalam satu musim.
Baca juga: Eropa Bersiap Hadapi Musim Panas yang Lebih Terik
Sebanyak 3,3 miliar orang di Asia mengalami setidaknya satu hari dengan suhu yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Serta sekitar 9 persen dari populasi, terutama di Asia Tenggara, merasakan panas ekstrem setidaknya selama 60 hari dalam tiga bulan terakhir.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya