KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, dorongan menuju ekonomi digital justru menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Dalam sebuah laporan, badan perdagangan dan pembangunan PBB UNCTAD menyebutkan, meski digitalisasi mendorong pertumbuhan ekonomi global, dampak yang ditimbulkannya juga tak main-main.
Untuk diketahui, ekonomi digital membutuhkan data center alias pusat data, sebagaimana dilansir AFP, Rabu (10/7/2024).
Baca juga: Tangkap Peluang, Sektor Pangan Bisa Jadi Unggulan Ekonomi Digital Indonesia
Data center ini mengonsumsi energi listrik yang sangat besar dan membutuhkan banyak air sebagai pendinginnya.
Dalam laporannya berjudul Digital Economy Report 2024, UNCTAD memberikan beberapa contoh dampak ekonomi digital terhadap lingkungan.
Laporan tersebut menyebutkan sektor teknologi informasi dan komunikasi mengeluarkan antara 0,69 dan 1,6 gigaton karbon dioksida pada 2020.
Jumlah tersebut mewakili 1,5 hingga 3,2 persen emisi gas rumah kaca global, hampir sama dengan emisi transportasi udara atau pelayaran.
Sebagai contoh, memproduksi komputer seberat dua kilogram membutuhkan sekitar 800 kilogram bahan mentah.
Baca juga: Ekonom INDEF: Google Play Jadi Katalisator Pertumbuhan Ekonomi Digital Tanah Air
Permintaan mineral penting seperti grafit, litium, dan kobalt dapat melonjak sebesar 500 persen pada tahun 2050, kata UNCTAD.
UNCTAD pun menyerukan strategi berkelanjutan untuk melawan meningkatnya dampak buruk terhadap lingkungan, khususnya di negara-negara berkembang.
"Digitalisasi terus bergerak dengan sangat cepat, mengubah kehidupan dan penghidupan. Pada saat yang sama, digitalisasi yang tidak diatur berisiko meninggalkan masyarakat dan memperburuk tantangan lingkungan dan iklim," kata Sekjen PBB Antonio Guterres dalam laporan tersebut.
Guterres mengingatkan, meningkatnya ketergantungan terhadap alat-alat digital berdampak langsung terhadap lingkungan, mulai dari menipisnya bahan mentah, mengonsumsi air dan energi, menimbulkan polusi udara, serta menghasilkan limbah.
"Hal ini diperkuat oleh teknologi baru seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI)," ungkap Guterres.
Baca juga: Riset Access Partnership 2023: Google Play Beri Dampak Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia
Data mengenai seberapa cepat perkembangan AI berdampak terhadap lingkungan masih belum jelas.
Sekretaris Jenderal UNCTAD Rebeca Grynspan turut meminta perusahaan teknologi terbesar di dunia untuk menjadi pionir dengan menghasilkan data standar.
Google baru-baru ini melaporkan peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 48 persen selama lima tahun hingga 2023, yang disebabkan oleh penggunaan pusat data yang mendukung operasi AI.
Demikian pula, laporan keberlanjutan terbaru Microsoft menunjukkan peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2023 dibandingkan tahun 2020.
Google dan Microsoft masing-masing berjanji untuk menjadi netral karbon pada akhir dekade ini.
Baca juga: Indonesia Pemain Utama Ekonomi Digital ASEAN, Transaksi 2030 Diprediksi Tembus Rp 5.364 Triliun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya