Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skenario Terburuk, Suhu Indonesia Bisa Naik 3,5 Derajat pada 2100

Kompas.com, 12 Juli 2024, 10:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kenaikan suhu di Indonesia akan mencapai 3,5 derajat Celsius pada akhir tahun 2100, dalam skenario terburuk.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, hal itu dapat terjadi jika Indonesia tidak melakukan perubahan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), yang dapat berdampak pada pemanasan iklim.

“Kami sudah memproyeksikan, di akhir 2100 ini kenaikan suhu di Indonesia itu, di seluruh pulau besar di Indonesia kenaikan suhu sampai 3,5 derajat Celcius,” ujarnya di Kantor BMKG, Jakarta Utara, Kamis (11/7/2024).

Padahal, Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang disepakati sejumlah negara pada 2015 telah mengatur, kenaikan suhu secara global tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celsius. Batas ini dinilai krusial guna menghindari dampak paling merugikan dari perubahan iklim.

Baca juga: Sekjen PBB: 18 Bulan Momen Krusial Cegah Suhu Naik 1,5 Derajat Celsius

Dalam skenario terburuk Indonesia maupun dunia tidak melakukan aksi mengurangi emisi, bencana diprediksi akan semakin sering terjadi, akibat bumi yang telah memanas.

“Sekarang bencananya sudah seperti itu. Kalau 3 kali lipatnya lebih, Astagfirullah di 2100 itu mungkin hampir setiap hari akan ada bencana,” papar Dwikorita.

“Skenario kita tidak melakukan apa-apa. Worst scenario, (jika) kita tidak melakukan apa-apa,” sambungnya.

Adapun pada tahun 2023 lalu, kenaikan suhu global telah mencapai 1,45 derajat celcius. Artinya, hanya tersisa 0,05 derajat yang bisa dipertahankan sampai tahun 2100.

Bencana yang mengancam masa depan bumi

Bila batas aman kenaikan suhu sudah terlampaui, Dwikorita menegaskan bahwa Indonesia dan dunia harus bersiap untuk menghadapi kenormalan baru.

Artinya, hidup dengan bencana yang kemungkinan akan sering terjadi, cuaca ekstrem, hingga berbagai penyakit baru.

“Akan ada bencana, ada kekeringan, banjir, kemudian juga penyakit-penyakit baru, dan seterusnya," terang Dwikorita.

 

Ilustrasi dampak pemanasan global terhadap ekosistem.canva.com Ilustrasi dampak pemanasan global terhadap ekosistem.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menahan laju kenaikan suhu, baik di Indonesia maupun dunia. Sebab, jika dibiarkan, dunia terpaksa akan menghadapi berbagai malapetaka.

“Masih banyak yang motornya fosil, (pakai) energi fosil ya. Masih banyak (emisi) gas rumah kaca, itu skenario (terburuk). Tapi kalau dimitigasi, laju kenaikan suhu dikendalikan, kita tidak akan setara itu. Dan untuk edukasi itu (penting),” papar Dwikorita.

Beberapa dampak bencana yang mulai terjadi akibat pemanasan global, kata dia, antara lain terjadinya kekeringan dan hujan ekstrem di satu area yang tidak terlalu jauh.

Baca juga: BMKG: Perubahan Lanskap Salah Satu Penyebab Suhu Panas di Jakarta

“Di Indonesia mulai sering terjadi, satu pulau Sumatera mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akibat kekeringan, tapi sebelahnya banjir, hanya dipisahkan bukit,” tutur Dwikorita.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau