Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyusunan RUU KSDAHE Dinilai Tak Libatkan Organisasi Masyarakat Sipil

Kompas.com - 11/07/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - DPR RI mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (RUU KSDAHE) melalui rapat paripurna pada Selasa (9/7/2024).

Selanjutnya RUU tersebut akan diajukan kepada Presiden Joko Widodo untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, pengesahan tersebut akan mendukung upaya penguatan aturan dan kebijakan pemerintah dalam konservasi dan perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistem di Indonesia.

Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai, proses revisi dan perubahan RUU tersebut kurang melibatkan partisipasi publik.

Dalam policy brief yang dirilis pada Selasa, Walhi menilai lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun organisasi masyarakat sipis dalam konteks yang lebih luas, yang bergerak di bidang lingkungan hidup, tidak dilibatkan secara aktif dalam pembentukan RUU KSDAHE.

Walhi juga menyebutkan, publik hingga kini kesulitan untuk mengakses dokumen dalam setiap tahap pembentukan RUU.

"Selain itu, hingga policy brief ini diterbitkan, publik juga kesulitan untuk mendapatkan dokumen RUU terbaru, bagian-bagian yang dimasukkan, diubah, ataupun dihapus oleh panja (panitia kerja)," tulis dalam policy brief yang disusun Manajer Kajian Kebijakan Walhi Nur Wahid Satrio Manggala tersebut.

Baca juga: DPR Sahkan RUU Konservasi Sumber Daya Alam Jadi UU

Dengan demikian, Walhi menyatakan asas keterbukaan dalam pembentukan UU sebagaimana amanat UU No 12 Tahun 2011 tidak dilaksanakan oleh DPR maupun Presiden dalam RUU KSDAHE.

Walhi menegaskan, pembentukan RUU KSDAHE semestinya menerapkan asas keterbukaan
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Dengan cara melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya agar UU KSDAHE nantinya memiliki legitimasi yang kuat," tulis Walhi.

Selain kurangnya keterlibatan publik dalam RUU KSDAHE, Walhi juga memberikan sejumlah catatan kritis terhadapnya.

Baca juga: Studi: Warga Pesisir Dekat Area Konservasi Masih Kurang Sejahtera

Pertama, prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan yang hanya diterapkan untuk formalitas semata.

Kedua, adanya pengaturan ambigu, contohnya memasukkan pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan pemanfaatan jasa lingkungan karbon.

Ketiga, ketentuan dalam RUU KSDAHE memperlihatkan pendekatan represif untuk memastikan kegiatan konservasi terlaksana, namum belum merumuskan pengaturannya dengan jelas. Sehingga merancukan antara subjek, objek, tindakan hukum, serta sanksi baik administratif dan pidana.

Keempat, RUU KSDAHE hanya menentukan sanksi pidana dan sanksi administratif bagi pemegang perizinan berusaha di areal preservasi yang tidak melaksanakan penyesuaian pengelolaan areal perizinan berusaha.

Baca juga: Studi: Warga Pesisir Dekat Area Konservasi Masih Kurang Sejahtera

Kelima, RUU KSDAHE perlu menambahkan ketentuan mengenai pemulihan ekosistem secara menyeluruh, sebab pemulihan berkaitan erat dengan degradasi dan kerusakan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Keenam, berbagai norma dalam RUU KSDAHE bersifat imperatif yaitu kaidah hukum yang berisi suruhan dan larangan serta bersifat memaksa.

Ketujuh, ketentuan pidana RUU KSDAHE memiliki spektrum yang sangat luas terkait kepentingan konservasi. Namun, ketentuan pidana dalam RUU ini perlu pemisahan pemidanaan atas tindakan membunuh, melukai, merusak, memusnahkan dengan tindakan memiliki, memelihara, mengangkut dan lainnya terhadap tumbuhan dan atau satwa liar di semua golongan.

Baca juga: Kulonprogo Kembangkan Program Konservasi Air Berkelanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau