KOMPAS.com - Untuk pertama kalinya, para menteri keuangan negara-negara G20 sepakat menarik pajak kekayaan terhadap orang-orang superkaya di dunia.
Pajak kekayaan tersebut diusulkan dalam pertemuan antara menteri keuangan dan bankir sentral dari negara-negara G20 di Rio de Janeiro, Brasil.
Dalam sebuah pernyataan bersama pada Jumat (26/7/2024), para menteri keuangan tersebut sepakat bekerja sama untuk memastikan individu-individu dengan kekayaan bersih yang sangat tinggi dikenai pajak secara efektif.
Namun di balik konsensus ini, masih ada beberapa hal yang masih menggantung, sebagaimana dilansir Euronews.
Contohnya adalah siapa yang akan mengawasi prosesnya? Atau bagaimana caranya untuk benar-benar mengenakan pajak bagi orang-orang super kaya?
Baca juga: Khawatir Pajak Karbon Negara Kaya, Afrika Selatan Serukan Transisi Energi Hijau Secepatnya
Kesepakatan para menteri keuangan G20 untuk menarik pajak terhadap orang-orang kaya tersebut diinisiasi Brasil.
Negara ini juga menempatkan perubahan iklim dan kemiskinan di puncak agenda kepemimpinan G20-nya tahun ini.
Sebuah laporan dari ekonom Perancis yang ditugaskan Brasil, Gabriel Zucman, menemukan bahwa para orang-orang super kaya hanya membayar pajak yang setara dengan 0,3 persen dari kekayaan mereka.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva berharap, ada sekitar 3.000 orang super kaya yang bisa ditarik pajak minimal 2 persen dari kekayaan mereka.
Penerapan pajak tersebut dapat menghimpun dana hingga 248 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4 kuadriliun untuk mengatasi berbagai masalah mulai dari perubahan iklim hingga kemiskinan.
Baca juga: Denmark Bakal Jadi Negara Pertama Terapkan Pajak Karbon ke Peternakan
Laporan dari Zucman mengungkapkan, uang yang terhimpun juga dapat mendanai berbagai layanan publik seperti pendidikan dan perawatan kesehatan.
Meskipun para menteri keuangan negara G20 sepakat terhadap upaya tersebut, tetap ada suara kritik yang muncul, termasuk dari Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen.
Yellen mengatakan kepada wartawan, AS melihat perlunya mencoba menegosiasikan kesepakatan global mengenai hal itu.
Sejumlah ahli juga menungkapkan, kesepakatan global diperlukan untuk menghindari beberapa negara menjadi surga pajak bagi orang-orang super kaya.
Di sisi lain, sejumlah negara dan organisasi termasuk Perancis, Spanyol, Afrika Selatan, Kolombia, dan Uni Afrika mendukung inisiatif tersebut.
Zucman sendiri menyambut baik konsensus negara-negara G20 tersebut. Menurutnya, cara dunia mengenakan pajak kepada orang-orang super kaya memang harus diperbaiki.
Baca juga: Kembangkan Hidrogen Hijau, Pemerintah Siapkan Insentif hingga Keringanan Pajak
Konsensus negara-negara G20 untuk menarik pajak terhadap orang-orang super kaya disambut baik oleh aktivis lingkungan dan iklim.
Mereka berharap, sebagian dana yang dapat diperoleh dari pajak seperti ini dapat digunakan untuk mengatasi krisis iklim.
"Kita sering mendengar bahwa tidak ada cukup uang untuk mengatasi krisis iklim, yang diperkirakan akan menghabiskan biaya triliunan dollar AS setiap tahun," kata Camila Jardim dari Greenpeace Brasil.
"Namun, mengenakan pajak kepada orang-orang superkaya dapat mulai menunjukkan bahwa ada lebih dari cukup uang untuk menghindari kehancuran (akibat krisis iklim)," tutur Jardim.
Susana Ruiz dari Oxfam International menyebutnya sebagai kemajuan global yang serius dalam kerja sama pajak internasional.
"Akhirnya, orang-orang terkaya diberi tahu bahwa mereka tidak dapat mempermainkan sistem pajak atau menghindari membayar bagian yang adil," ucap Ruiz.
Baca juga: Pajak Perusahaan Migas dan Batu Bara di Negara Kaya Dapat Tekumpul Rp 11,6 Kuadriliun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya