Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Praxis Ungkap Penyebab Sentimen Negatif pada Hilirisasi Minerba

Kompas.com - 01/08/2024, 19:02 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian besar warga dunia maya memiliki persepsi negatif program hilirisasi mineral dan batu bara (minerba) yang terus digaungkan pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. 

Narasi yang bermunculan dari masyarakat sipil terkait hilirisasi, disebabkan karena banyaknya persoalan yang menyangkut ruang hidup, lingkungan sosial, dan eksistensi masyarakat adat.

Sentimen negatif publik tersebut diketahui dari survei yang dilakukan agensi hubungan masyarakat, Praxis, tentang percakapan hilirisasi di sejumlah media sosial. 

Baca juga: Pengamat: Hilirisasi Harus Dievaluasi, Perlu Peta Jalan Konsisten

Kesimpulan itu merupakan salah satu hasil survei bertajuk "Sentimen Publik Terhadap Kebijakan Hilirisasi Minerba di Indonesia Tahun 2024", yang menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus kata kunci (keyword) hilirisasi.

Keyword diambil dari percakapan warganet pada platform Twitter (X), Facebook (Fanpage), Youtube, Instagram, dan TikTok selama rentang waktu 1 Januari - 30 Juni 2024.

"Dalam survei ini, terdapat 26.142 percakapan dengan dominasi percakapan bersentimen negatif," ujar Director of Public Affairs Praxis PR, Sofyan Herbowo, saat menyampaikan paparan survei yang digelar di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Mayoritas percakapan terjadi pada platform X sebesar 40,45 persen dengan didominasi percakapan bersentimen negatif. Percakapan lainnya terjadi juga di YouTube (28,76 persen), Instagram (21,20 persen), Facebook (5,6 persen), dan TikTok (3,91 persen).

Secara gender, percakapan lebih banyak dilakukan oleh kelompok pria yang didominasi generasi milenial atau Y.

Baca juga: Kondisi Sektor Pertimahan Nasional di Tengah Potensi Hilirisasi

 

Dalam percakapan isu hilirisasi, akun unik mendominasi percakapan 39 persen, akun cyborg dan robot masing-masing 35 persen dan 26 persen. 

Ada kesenjangan

Sofyan menjelaskan, penelitian ini dilakukan untuk memotret sejauh mana persepsi publik terhadap narasi kebijakan hilirisasi minerba di Indonesia selama tahun 2024.

Berdasarkan hasil survei, kata dia, pemerintah masih mengedepankan isu pertumbuhan ekonomi dan penciptaan nilai tambah ekonomi sebagai manfaat dari program hilirisasi.

Sedangkan masyarakat sipil lebih banyak mengangkat isu dampak lingkungan dan ketidakadilan di berbagai sektor akibat program hilirisasi. 

Baca juga: Guru Besar ITB: Implementasi ESG Bisa Hapus Cap Negatif Nikel Indonesia

"Kami memahami bahwa hilirisasi memiliki manfaat secara jangka panjang. Sedangkan yang dinarasikan oleh masyarakat sipil saat ini adalah dampak negatif yang sedang dirasakan sekarang," ujarnya. 

Oleh karena itu, ditemukan adanya kesenjangan narasi yang mengakibatkan perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat terhadap program hilirisasi minerba.

"Artinya, memang ada kesenjangan yang cukup besar antara narasi pemerintah dan masyarakat sipil yang menyuarakan keluhan dari masyarakat terdampak," imbuh Sofyan. 

Pada paparan hasil survei ini, sejumlah pembedah juga turut hadir, seperti Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti; dan pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi.

Baca juga: Potret Rakusnya Oligarki dalam Serial Dokumenter Kutukan Nikel

Rekomendasi survei

Dari hasil survei ini, Sofyan memberikan rekomendasi khususnya bagi pemerintah dan pelaku industri, agar membangun narasi tentang hilirisasi minerba yang tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi.

Lebih dari itu, pelaku usaha juga harus memperhatikan biaya eksternalitas serta dampak hilirisasi terhadap lingkungan, sosial, hingga kesehatan. 

Sofyan juga menyarankan agar dibuka ruang dialog dengan para aktor dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini cukup kritis dengan kebijakan hilirisasi minerba.

 


Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi dalam pemaparan dan diskusi survei Praxis bertajuk Sentimen Publik Terhadap Kebijakan Hilirisasi Minerba di Indonesia Tahun 2024 yang digelar di Jakarta, Rabu (31/7/2024).KOMPAS.com/FAQIHAH MUHARROROH ITSNAINI Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi dalam pemaparan dan diskusi survei Praxis bertajuk Sentimen Publik Terhadap Kebijakan Hilirisasi Minerba di Indonesia Tahun 2024 yang digelar di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

"Kami juga merekomendasikan untuk mendorong para pelaku usaha pertambangan atau industri ekstraktif melakukan analisis dampak lingkungan dan sosial untuk menghindari kerusakan lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) akibat praktik bisnisnya," terangnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia menyetujui pernyataan tersebut. la mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung penuh agenda kebijakan hilirisasi pemerintah.

Baca juga: Denmark, Integrasi, dan Pendidikan Lingkungan di Indonesia

Akan tetapi, masih terdapat kesenjangan pemahaman terhadap makna hilirisasi di sektor pertambangan mineral dan batubara.

Ia menilai, publik melihat hilirisasi sebagai sesuatu yang disamaratakan, padahal karakteristik dari masing-masing minerba berbeda satu sama lain. Perbedaan karakteristik tersebut dinilai akan berpengaruh terhadap keekonomian. Publik juga cenderung melihat keberlangsungan dari hilirisasi mineral itu semata-mata peran dari industri pertambangan.

"Padahal, sejatinya keberhasilan proses hilirisasi itu juga dipengaruhi ketersediaan industri domestik yang bisa menyerap produk hilirisasi. Maka, kesenjangan pemahaman mengenai hilirisasi itu sendiri yang perlu dikaji kembali," ujar Hendra.

Baca juga: Mengenal Inovasi Mobox dari APG, Solusi Hunian Cepat dan Ramah Lingkungan yang Dapat Rekor Muri

 Belum Ada Pemahaman

Adapun Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, kesenjangan informasi tersebut timbul karena belum adanya pemahaman yang solid dari pemerintah mengenai konsep hilirisasi.

Masing-masing kementerian, kata dia, masih mempunyai definisi sendiri dan berbeda tentang hilirisasi. Hal itu yang membuat terjadi kesenjangan narasi hilirisasi antara pemerintah dan publik.

"Kesenjangan narasi ini yang harus dijembatani dengan strategi komunikasi yang komprehensif dengan memanfaatkan saluran komunikasi yang ada," kata Fahmy.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Hutan Mangrove Lindungi Pesisir dari Tsunami, Tapi Terancam Hilang

Hutan Mangrove Lindungi Pesisir dari Tsunami, Tapi Terancam Hilang

Pemerintah
Penginderaan Jauh Bantu Pantau Sampah Plastik di Sungai dan Danau

Penginderaan Jauh Bantu Pantau Sampah Plastik di Sungai dan Danau

Pemerintah
Bagaimana Cara Rayakan Tahun Baru yang Lebih Ramah Lingkungan?

Bagaimana Cara Rayakan Tahun Baru yang Lebih Ramah Lingkungan?

LSM/Figur
Ada Pengaruh China, Permintaan Batu Bara Global Alami Titik Jenuh Hingga 2027

Ada Pengaruh China, Permintaan Batu Bara Global Alami Titik Jenuh Hingga 2027

LSM/Figur
7 Prediksi Tren Keberlanjutan Tahun 2025, dari ESG sampai Karbon

7 Prediksi Tren Keberlanjutan Tahun 2025, dari ESG sampai Karbon

LSM/Figur
Anak Usaha Telkom Bangun Menara dari Resin, Kurangi Emisi 856,96 Ton

Anak Usaha Telkom Bangun Menara dari Resin, Kurangi Emisi 856,96 Ton

Pemerintah
Harimau Berperilaku Unik Muncul di Sumbar, Ikuti Warga sampai Batas Kampung

Harimau Berperilaku Unik Muncul di Sumbar, Ikuti Warga sampai Batas Kampung

Pemerintah
Kriminalisasi Masyarakat Adat Meningkat, 121 Kasus pada 2024

Kriminalisasi Masyarakat Adat Meningkat, 121 Kasus pada 2024

LSM/Figur
Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun

Deforestasi, 1,9 Juta Hektare Hutan Indonesia Rusak Dalam 2 Tahun

LSM/Figur
Perlindungan Masih Minim, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan pada 2025

Perlindungan Masih Minim, RUU Masyarakat Adat Harus Disahkan pada 2025

LSM/Figur
Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali Capai 75 Persen Target Investasi

Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali Capai 75 Persen Target Investasi

Swasta
Transisi Energi, Kerjasama Teknologi dengan China dan UAE Perlu

Transisi Energi, Kerjasama Teknologi dengan China dan UAE Perlu

Pemerintah
Transisi Energi Indonesia Lambat, Regulasi Tak Jelas Sebabnya

Transisi Energi Indonesia Lambat, Regulasi Tak Jelas Sebabnya

Pemerintah
Berdaya, Cerita Perjuangan Penyandang Disabilitas Wujudkan Usaha Mandiri bersama Nusantara Infrastructure

Berdaya, Cerita Perjuangan Penyandang Disabilitas Wujudkan Usaha Mandiri bersama Nusantara Infrastructure

Swasta
Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Dukung SDGs, Nusantara Infrastructure Bangun Ekosistem UMKM Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau