Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Susun Peta Jalan untuk Hilirisasi Minyak Jelantah

Kompas.com - 08/08/2024, 20:36 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menerima usulan pentingnya aturan pengelolaan minyak jelantah sebagai komoditas.

Hal itu disampaikan oleh Asisten Deputi Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kemenko Marves, Sora Lokita, dalam acara desiminasi naskah akademik Tata Kelola dan Tata Niaga Minyak Jelantah di Jakarta, pekan ini.

“Naskah akademik ini menjadi titik tonggak baru yang sudah berhasil merangkum isu yang perlu diperhatikan. Dan saya yakin ini perlu didesiminasikan ke seluruh stakeholder agar berbagai pihak memahami kontennya,” ujar Sora.

Baca juga:

Ia menjelaskan, pemerintah tengah mengoordinasikan pembentukan national plan of action dan national road map untuk pengembangan bisnis industri sustainable aviation fuel (SAF) atau bahan bakar nabati untuk aviasi di Indonesia.

Oleh karena itu, ia mengapresiasi naskah akademik yang disusun oleh Traction Energy Asia dan tim peneliti Pusat Kajian Hukum Lingkungan dan Keadilan Iklim Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) tersebut.

"Naskah akademik ini memberikan gambaran yang holistik bagaimana tata kelola dari sebuah UCO, harusnya dikelola bagaimana, isinya sudah sangat lengkap. Kami melihat ini sebagai batu pijakan bagaimana kami menyusun kebijakan-kebijakan berikutnya," imbuh dia.

Dengan peta jalan yang sedang disusun, kata dia, pemerintah akan menyesuaikan regulasi mengenai pengelolaan dan tata niaga minyak jelantah baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, ataupun regulasi lainnya.

Target hilirisasi minyak jelantah

Dalam peta jalan pengembangan bisnis industri yang disusun oleh kementerian tersebut, pemerintah juga menargetkan hilirisasi minyak jelantah untuk memperkuat cadangan biofuel Indonesia.

Ia mengakui bahwa selama ini minyak jelantah masih banyak dijual ke luar negeri. Sehingga, industri biofuel di dalam negeri menjadi dirugikan.

Ia menjelaskan, ke depannya Indonesia diproyeksikan memiliki industri hilirisasi minyak jelantah untuk meningkatkan kebutuhan dalam negeri.

Baca juga:

“Dalam konteks ini, Menko Marves juga sedang menyusun hilirisasi. Pastinya tidak akan menutup 100 persen, tapi kita akan coba cari formulasi yang paling win win solution,” papar dia.

Adapun dalam naskah akademik yang disusun Traction Energy Asia dan Climate for Environmental Law and Climate Justice (CELCJ) Universitas Indonesia ini, pemerintah diharapkan dapat segera menetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tata kelola dan tata niaga minyak jelantah.

Naskah akademik tersebut bertujuan agar pengelolaan minyak jelantah diarahkan untuk meningkatkan perlindungan lingkungan hidup dari dampak minyak jelantah.

Selain itu, agar dapat memanfaatkan potensi minyak jelantah sebagai salah satu sumber daya energi terbarukan.

Rancangan Peraturan Pemerintah ini diharapkan bisa menjangkau pengaturan tentang minyak jelantah sebagai salah satu limbah yang belum diatur secara optimal dan membuat arah kebijakan pemanfaatannya sebagai sumber daya energi terbarukan.

Dengan demikian, pemerintah perlu mengatur secara rinci pengelolaan, penampungan, pengangkutan sampai kepada tahap pemanfaatan minyak jelantah tersebut.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BUMN
AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

LSM/Figur
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Pemerintah
Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Pemerintah
Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau