KOMPAS.com - Panas ekstrem menjadi ancaman atlet saat Olimpiade 2024 berlangsung di Paris, Prancis beberapa saat yang lalu.
Hal ini lantas menjadi pertanyaan, apakah Olimpiade di periode-periode berikutnya akan mengalami kondisi yang serupa?
Pasalnya panas dan sengatan suhu tinggi belakangan menjadi lebih umum terjadi sebagai imbas polusi bahan bakar fosil yang mendorong suhu dan tingkat kelembapan.
Seperti dikutip dari CNN, Rabu (14/8/2024) ternyata sebagian besar kota di dunia bakal menjadi lokasi yang kurang representatif sebagai tuan rumah Olimpiade dalam beberapa dekade mendatang.
Alasannya karena suhu udaranya telah melewati ambang batas panas lembap yang aman.
Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari data CarbonPlan, sebuah kelompok nirlaba yang berfokus pada ilmu iklim dan analisis.
Baca juga: Cuaca Panas Ekstrem Dapat Pengaruhi Kelangsungan Hidup Satwa
Salah satu temuan CarbonPlan adalah pada tahun 2050 nanti, tekanan panas di hampir semua kota di bagian timur Amerika Serikat akan melampaui batas 27 derajat C.
Artinya, jika melampaui batas tersebut para ahli merekomendasikan pembatalan acara olahraga. Dengan kata lain, menyelenggarakan Olimpiade Musim Panas di kota-kota tersebut akan menjadi risiko kesehatan yang besar bagi para atlet.
Sementara itu sebagian besar wilayah Tiongkok timur, termasuk Beijing dan Shanghai akan jauh melampaui batas tersebut, seperti halnya Hong Kong dan sebagian besar wilayah Asia Tenggara.
Beijing sendiri yang pernah jadi tuan rumah tahun 2008 bakal menjadi terlalu panas dan lembap, dengan tekanan panas yang diperkirakan melampaui 32 derajat Celcius.
Sedangkan kota-kota di Eropa barat laut seperti London, Oslo, dan Stockholm masih masuk kategori kota yang bisa menjadi tuan rumah Olimpiade 2050.
Namun kota-kota di Mediterania termasuk Palermo di Sisilia dan Seville di Spanyol sebagian besar berada di atas ambang batas.
Lain halnya dengan kota-kota di Belahan Bumi Selatan, Sydney dan Brisbane di Australia, serta Rio de Janeiro, semuanya secara teknis masuk dalam daftar terlalu panas, tetapi masih dapat menjadi tuan rumah di jika dilakukan di musim yang lebih dingin.
"Di sebagian besar dunia, suhu panas terburuk tahun ini sayangnya bertepatan dengan saat Olimpiade Musim Panas biasanya diadakan," papar Oriana Chegwidden, seorang ilmuwan iklim di CarbonPlan
Hal ini membuat beberapa pihak menyarankan untuk mengubah waktu Olimpiade agar tidak bertepatan dengan puncak suhu panas semakin gencar didengungkan.
Baca juga: Tanaman Hias Bisa Bantu Redam Panas Ekstrem, Ini Pilihannya
Chegwidden menambahkan jika lokasi dengan risiko suhu panas dipilih, masih ada hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampaknya dengan beberapa langkah.
"Misalnya, para perencana dapat mengurangi risiko suhu panas dengan memulai sebelum atau setelah puncak musim panas. Bisa juga dengan mengadakan acara pada malam hari atau dini hari saat cuaca lebih dingin." katanya.
Yuri Hosokawa, asisten profesor ilmu olahraga di Universitas Waseda di Jepang mengatakan pula sengatan panas yang disebabkan oleh aktivitas intens bisa berdampak buruk bagi tubuh seperti menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
Ia pun menyerukan kepada komunitas olahraga di seluruh dunia untuk mengubah cara penjadwalan olahraga dan juga melonggarkan aturan tertentu.
Misalnya saja membolehkan lebih banyak pergantian pemain dalam pertandingan sepak bola untuk mencegah atlet dari kelelahan yang berbahaya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya