KOMPAS.com - Studi menunjukkan bahwa kebutuhan tembaga dan nikel di dunia diperkirakan akan meningkat hingga 50-70 persen pada tahun 2030.
Sementara itu, laporan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) mencatat, untuk mencapai karbon netral pada tahun 2050, perlu 35 juta ton mineral hijau setiap tahunnya.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan ini sembari mengurangi jejak karbon, Pemerintah Indonesia khususnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong komitmen perusahaan tambang untuk menerapkan kegiatan dekarbonisasi dalam operasional mereka.
Baca juga:
Ini termasuk pengembangan dan penerapan teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga berperan penting dengan fokus pada pengawasan emisi dan penerapan standar keberlanjutan yang lebih ketat.
Berkaitan dengan hal itu, perusahaan pertambangan dan metalurgi global asal Prancis, Eramet, menyatakan komitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 40 persen pada tahun 2035 dan mencapai karbon netral pada tahun 2050.
“Dekarbonisasi merupakan salah satu prioritas utama Eramet di seluruh operasionalnya secara global,” ujar Sustainable and Permitting Expert Eramet Indonesia, Novi Gusman, dalam pernyataannya, Kamis (15/8/2024).
Menurutnya, regulasi lingkungan yang semakin ketat dan meningkatnya kesadaran global akan perubahan, dapat mendorong perusahaan tambang untuk bertransformasi, sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam hal transisi energi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Eramet berfokus pada penerapan smart mining sebagai bagian dari inisiatif "Act for Positive Mining".
Novi menjelaskan, bagi Eramet, smart mining dan keberlanjutan adalah dua aspek yang saling melengkapi.
“Melalui roadmap CSR kami, kami berkomitmen untuk mengintegrasikan kinerja operasional dengan kontribusi positif terhadap masyarakat dan lingkungan," tuturnya.
Adapun roadmap CSR Eramet yang dikenal sebagai "Act for Positive Mining" memfokuskan perhatian pada keberlanjutan di tiga area utama, yakni People (Manusia), Nature (Lingkungan), dan Value Chain (Rantai Nilai).
Baca juga:
Selain itu, Eramet telah mengimplementasikan teknologi inovatif melalui tim Research and Development (R&D), termasuk penggunaan Integrated Remote Operation Centers (IROCs) dan drone dalam eksplorasi. Inovasi ini bertujuan untuk meminimalisir emisi karbon dan mengurangi konsumsi energi.
Eramet juga menunjukkan komitmennya terhadap pertambangan yang bertanggung jawab sesuai standar keberlanjutan bertaraf internasional, yakni International Responsible Mining Assurance (IRMA).
“IRMA mengedepankan transparansi dan akuntabilitas melalui pendekatan multi-stakeholder yang melibatkan lebih dari 100 entitas, dari perusahaan tambang hingga komunitas lokal. Proses audit yang ketat dilakukan secara self-assessment dan oleh pihak ketiga," jelas Novi.
Ia mengungkapkan, dekarbonisasi menjadi hal yang penting dalam industri pertambangan guna mendukung transisi energi, khususnya untuk industri kendaraan baterai listrik (electric vehicle/EV).
“Dengan standar IRMA dan penerapan smart mining, Eramet terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan mineral global, sekaligus memastikan bahwa kegiatan operasional perusahaan mendukung keberlanjutan dan tanggung jawab lingkungan,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya