JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara kota-kota besar di sejumlah negara, seperti Jakarta, cukup mengkhawatirkan.
Berdasarkan data startup penyedia alat ukur kualitas udara, Nafas, kualitas udara di DKI Jakarta pada Januari-Juni 2024 menunjukkan rata-rata konsentrasi partikulat atau PM2,5 sebesar 34 μg/m3.
Artinya, 7 kali lebih buruk dari standar yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), yakni sebesar 5 μg/m3 per tahun.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Makin Memburuk, Ini Langkah Kurangi Polusi
Data ini diambil berdasarkan lebih dari 100 sensor kualitas udara yang dipasang oleh Nafas di seluruh wilayah Jabodetabek.
Co-Founder & CEO Nafas Indonesia, Nathan Roestandy mengatakan bahwa salah satu cara menangani isu kualitas udara adalah dengan menyediakan data yang lebih komprehensif dan real time dengan adanya lebih banyak alat sensor di berbagai titik.
“Polusi udara memang bukanlah permasalahan baru yang dihadapi ibu kota, dan untuk menyikapinya, dibutuhkan kontribusi seluruh pihak,” ujar Nathan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Melalui sensor pengukur udara, data yang terkumpul bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari meningkatkan kehidupan masyarakat perkotaan dengan rekomendasi, membantu pemerintah membuat kebijakan strategis, hingga mendukung riset akademik terkait polusi.
Sayangnya, masih terdapat sejumlah tantangan dan kendala pengembangan alat sensor pengukur udara ini. Antara lain, kurangnya data, rendahnya kesadaran dan riset, serta kebijakan yang belum implementatif.
“Kesadaran tentang isu lingkungan di Indonesia, khususnya polusi udara, masih rendah,” ujar dia.
Baca juga: Waspada: Saat Bernapas, Partikel Kecil Polusi Plastik Bisa Terhirup
Oleh karena itu, sejak Nafas diluncurkan pada 2020, pihaknya terus berupaya meningkatkan kesadaran tentang bahaya polusi udara dan pentingnya alat sensor.
Bank DBS Indonesia pun menjalin kolaborasi dengan Nafas untuk memasang 50 sensor kualitas udara, termasuk di lokasi tempat Bank DBS Indonesia beroperasi.
“Dengan adanya alat pengukur udara, kami optimis dapat memberikan gambaran data yang lebih lengkap terhadap kondisi udara di berbagai lokasi, agar pemerintah atau instansi terkait dapat membuat kebijakan atau strategi yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan ini,” tutur Nathan.
Pada akhir September 2024, pihaknya menargetkan pemasangan lebih dari 250 alat sensor di seluruh 17 kota di Indonesia.
"Kolaborasi ini juga sejalan dengan upaya keberlanjutan kami melalui pilar ketiga, yakni Impact Beyond Banking," ungkap Melfrida.
Baca juga: Cara Menanam Lidah Mertua, Tanaman Hias Penyerap Polusi Udara
Ia menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mengembangkan dan mendorong wirausaha sosial, UMKM, maupun startup yang memiliki kepedulian untuk keberlanjutan Indonesia.
Melalui aplikasi Nafas yang dapat mengukur kualitas udara, kata Melfrida, pihaknya ingin mendorong peningkatan kesadaran dan kesehatan bagi nasabah, karyawan, dan masyarakat luas.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya