Laporan "The Economics of Climate Change: Impacts for Asia" menyebut, 26,5 persen PDB Asia dapat berisiko jika tidak ada tindakan terhadap perubahan iklim dilakukan pada tahun 2050. Hal ini dapat menyebabkan dampak luas pada berbagai sektor, termasuk infrastruktur, sektor pertanian, kesehatan masyarakat, dan ekonomi.
Sementara sektor swasta dinilai juga memiliki peran penting untuk terlibat dan perlu membuat komitmen kuat untuk mengatasi dan beradaptasi pada isu perubahan iklim ini.
"Untuk itu, Marsh Asia menginisiasi CCARE, sebuah inisiatif dengan fokus awal pada pemberdayaan bisnis di sektor komunikasi dan teknologi, energi dan tenaga listrik, serta pertanian untuk secara efektif mengubah strategi bisnis mereka sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim," jelas Dea.
CCARE yang didukung para ahli manajemen risiko, perubahan iklim, dan ahli industri memberikan dukungan dalam bentuk asesmen, mengintegrasikan strategi bisnis dan aksi perubahan iklim, hingga mempersiapkan langkah-langkah manajemen risiko menghadapi perubahan iklim yang berdampak pada keberlanjutan hingga perekonomian global.
Baca juga: Pengembangan Potensi Sawit Masih Terkendala Teknologi dan Isu Lingkungan
"Marsh CCARE memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dengan tim ahli terdiri dari lebih dari 100 ahli khusus dalam risiko dan strategi iklim, ketahanan bisnis, dan teknik, yang berbasis di Asia," ungkap Dea.
Tim ini telah menilai dampak bahaya iklim pada lebih dari US$1 triliun nilai aset di Asia pada tahun 2023. Keahlian Marsh CCARE juga telah memberikan manfaat pada komunitas ilmiah lewat dari 20 publikasi ilmiah terkait risiko iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya