Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korea Selatan Mampu Daur Ulang 98 Persen "Food Waste", Ini Rahasianya

Kompas.com - 26/08/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Korea Selatan mampu mengolah dan mendaur ulang 98 persen food waste, makanan yang siap dikonsumsi oleh manusia namun dibuang begitu saja dan akhirnya terbuang.

Tingginya pengelolaan food waste di "Negeri Ginseng" tersebut tak lepas dari kebijakan yang ketat dan teknologi tepat guna.

Selama lebih dari 20 tahun, negara ini berubah total. Dari mulanya membuang hampir semua sampah makanan, menjadi mendaur ulang hampir semuanya.

Baca juga: Jalani Ramadhan Hijau, Ini Tips Kurangi Food Waste Selama Puasa

Berbagai kebijakan yang telah diterapkan Korea Selatan yaitu melarang membuang makanan ke tempat pembuangan akhir, mewajibkan pemilahan sampah, dan menerapkan sistem pembuangan berbasis biaya.

Selain itu, Korea Selatan mengolah food waste yang ada melalui berbagai fasilitas yang berjumlah sekitar 300 unit yang tersebar di negara tersebut, sebagaimana dilansir dari pemberitaan The Washington Post, Jumat (9/8/2024).

Fasilitas-fasilitas yang ada mendaur ulang sampah makanan menjadi berbagai produk seperti kompos, pakan ternak, dan biogas yang dimanfaatkan untuk keperluan memasak ribuan rumah tangga.

Salah satu fasilitas yang menjadi sorotan adalah Daejeon Bioenergy Center yang mengubah sampah makanan menjadi bioenergi.

"Tempat ini menangani setengah dari seluruh sampah makanan harian yang dihasilkan kota Daejeon," kata Jeong Goo-hwang, kepala eksekutif Daejeon Bioenergy Center.

Baca juga: Melek Isu Food Loss dan Food Waste

Berbagai upaya tersebut menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu dari sedikit negara dengan sistem pengelolaan sampah makanan terbaik.

Ketika pertama kali diterapkan, kebijakan Korea Selatan mendapat penolakan karena masyarakat dipaksa membayar denda dan biaya untuk sisa makananan mereka.

Namun kini, 50 juta penduduk negara itu menganggap daur ulang makanan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Beberapa gedung tinggi di Seoul memiliki tempat sampah elektronik yang menimbang sampah makanan.

Warga dikenai biaya per bulan sesuai dengan jumlah sampah yang mereka buang. Beberapa juga mengompos sendiri dengan membeli kantong kompos seharga 10 sen.

Baca juga: Urgensi Regulasi Tekan Food Waste

Pelanggar yang mencampur makanan mereka dengan sampah biasa dapat didenda.

Pilah sampah dari sumber

Dikutip dari Net Zero News, hal utama yang bisa dipelajari dari keberhasilan Korea Selatan dalam menangani food waste adalah pentingnya memilah sampah dari sumbernya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

RI Perlu Terapkan Ekonomi Restoratif, Seimbangkan Pembangunan dan Lingkungan

LSM/Figur
AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

AI Bisa Prediksi Kemungkinan Migrasi yang Disebabkan Iklim

LSM/Figur
Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Kesenjangan Gender di Sektor Pendidikan STEM Masih Tinggi

Pemerintah
Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau