Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanian Paludikultur Bisa Restorasi Gambut, Ini Kelebihannya

Kompas.com - 28/08/2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Peneliti sekaligus dosen Universitas Wageningen Belanda, Aritta Suwarno, mengatakan praktik pertanian paludikultur bisa menjadi solusi berbasis alam untuk merestorasi lahan gambut.

Paludikultur adalah praktik pertanian yang bisa digunakan untuk merestorasi tanah dengan memanfaatkan jenis tanaman lokal.

Metode ini tidak membutuhkan proses pengalihan air dari titik tertentu untuk mengeringkan tanah atau drainase.

Baca juga: Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia dalam Konstelasi Pemanasan Global

Pasalnya, metode ini menggunakan bibit jenis tanaman alternatif yang dapat tumbuh di lahan gambut basah.

Aritta menjelaskan, metode ini telah dipraktikkan di Belanda sebagai langkah untuk mengantisipasi risiko pemadatan serta penurunan tanah akibat pemompaan air dari tanah dalam jumlah besar.

Adapun tanaman yang digunakan dalam paludikultur di Belanda yakni berasal dari spesies rerumputan.

"Paludikultur di Belanda itu menggunakan semacam spesies rumput kalau di sini mungkin seperti purun tapi di sana itu mereka gunakan untuk atap rumah," kata Aritta, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (27/8/2024).

Spesies tanaman yang digunakan dalam paludikultur, ujar dia, dapat disesuaikan dengan jenis-jenis tanaman produktif yang familiar dengan para petani di suatu daerah agar mereka terdorong untuk mengadopsi praktik tanam tersebut.

Baca juga: KLHK dan APP Group Dorong Pemanfaatan Hutan dan Lahan Gambut Berkelanjutan

"Pemilihan jenis-jenis paludikultur disesuaikan dengan pasarnya dulu. Karena itu yang bisa digunakan untuk meyakinkan para petani untuk mengubah model bisnisnya. Kemudian yang kedua adalah bagaimana mereka bisa familiar dengan sistem pertanian yang baru," paparnya.

Aritta menyebutkan praktik paludikultur memiliki beberapa keunggulan sebagai metode restorasi lahan gambut berbasis alam.

Pertama, proses penanaman tidak memerlukan proses drainase dan cukup menggunakan cadangan air yang tersimpan di lahan gambut.

Kedua, jenis tanaman yang digunakan dalam praktik ini merupakan spesies lokal yang lebih familiar dengan para petani.

Ketiga, hasil produksi dari tanaman-tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi. Salah satunya pohon sagu, yang bisa hidup di area tergenang air sekitar sungai dan bisa memproduksi 150-300 kilogram pati basah per pohon.

Baca juga: Korporasi Wajib Rawat Lahan Gambut di Area Konsesinya

Oleh karenanya, paludikultur tidak hanya dapat bermanfaat terhadap keberlanjutan tanah, tapi juga tetap memberikan keuntungan kepada petani.

"Kita bicara mengenai jenis tanaman yang tidak hanya lokal, tetapi memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga bisa berkontribusi terhadap ekonomi lokal," imbuh peneliti yang memiliki latar belakang ilmu ekologi dan manajemen ekosistem itu.

Selain itu, praktik pertanian ini lebih mudah dipraktikkan oleh petani karena mereka telah memiliki pengalaman dalam membudidayakan jenis tanaman lokal yang digunakan.

"Masyarakat lokal itu sedikit banyak memiliki pengalaman, baik itu menggunakan secara langsung maupun tidak langsung dalam melakukan budidaya dari spesies-spesies tersebut," kata Aritta.

Baca juga: Perambahan Terang-terangan, 608,81 Hektare Lahan Gambut Rawa Tripa Aceh Rusak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Subsidi Rp 9 Kuadriliun Mengalir ke Sektor yang Bahayakan Iklim Bumi

Subsidi Rp 9 Kuadriliun Mengalir ke Sektor yang Bahayakan Iklim Bumi

LSM/Figur
Stroberi Accessories dan Nyata Foundation Dukung Pendidikan di Pedalaman Indonesia

Stroberi Accessories dan Nyata Foundation Dukung Pendidikan di Pedalaman Indonesia

Swasta
Bank DBS Indonesia Luncurkan Kartu Kredit Daur Ulang, Diklaim Ramah Lingkungan

Bank DBS Indonesia Luncurkan Kartu Kredit Daur Ulang, Diklaim Ramah Lingkungan

Swasta
15 Juta Mobil Listrik Ditarget Mengaspal Tahun 2030

15 Juta Mobil Listrik Ditarget Mengaspal Tahun 2030

Pemerintah
Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

Air Bersih dan Sanitasi Wilayah Pesisir Masih Perlu Perhatian

LSM/Figur
Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Jadi Pemeran dalam Web Series tentang Lingkungan, Eks Vokalis Serieus Berpesan agar Lingkungan Lestari

Swasta
Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Lazada Indonesia Mulai Manfaatkan PLTS untuk Suplai Listrik di Gudang Utama

Swasta
Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Zimbabwe dan Namibia Buru Ratusan Gajah untuk Warganya yang Kelaparan

Pemerintah
Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Jalankan Program Pelestarian Lingkungan, Djarum Foundation Libatkan 10.500 Mahasiswa

Swasta
Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Dunia Kekurangan Tenaga Kerja dengan Green Skill

Pemerintah
Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Miutiss Luncurkan Tisu Bambu Putih Pertama di Tanah Air, Ramah Lingkungan dan Aman untuk Kulit Sensitif

Swasta
Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

Jaringan Listrik Lintas ASEAN Penting Penetrasi Energi Terbarukan

LSM/Figur
Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series 'Kami Memohon'

Ajak Pemuda Jaga Lingkungan, Djarum Foundation Hadirkan Web Series "Kami Memohon"

Swasta
Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Investasi Pembangkit Panas Bumi Naik 8 Kali Lipat dalam 10 Tahun

Pemerintah
Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Karena Pemanasan Global, Spanyol Bisa Berubah Jadi Iklim Gurun

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau