KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia berkomitmen kuat untuk mencapai nol emisi atau net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, salah satunya melalui transisi energi.
Di sisi lain, Indonesia juga berkepentingan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai negara berpendapatan tinggi.
Hal tersebut disampaikan Luhut dalam sesi diskusi panel pada Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF) 2024 yang dipantau secara daring pada Kamis (5/9/2024).
Baca juga: Riset BNEF: Transisi Energi Terbarukan Dunia Makin Meningkat
Dia memaparkan, Indonesia tidak bisa 100 persen menerapkan solusi dari negara-negara maju karena kapasitas fiskal, akses teknologi, dan realitas politiknya sangat berbeda.
"Setiap negara harus memilih dan menerapkan strategi berdasarkan konteks dan kebutuhannya sendiri," papar Luhut.
Luhut menyampaikan, dalam implementasi inisiatif transisi energi, tidak ada solusi yang sama persis. Setiap negara memiliki titik awal dan keterbatasan yang unik untuk dekarbonisasi.
"Kontribusi emisi per kapita Indonesia lebih rendah daripada negara-negara maju. Dan kita harus fair melihat ini," kata Luhut.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Target Energi Terbarukan Capai 60 Persen
Dia menuturkan, emisi penduduk Indonesia sekitar 2,5 ton per kapita. Bila dibandingkan, penduduk Amerika Serikat (AS) memiliki emisi 14-15 ton per kapita.
Sementara itu, rata-rata emisi penduduk dunia adalah 4,5 ton per kapita.
Oleh karena itu, kata Luhut, rata-rata penduduk Indonesia mesih menghasilkan emisi jauh lebih rendah daripada rata-rata dunia dan negara maju.
Di satu sisi, Luhut menuturkan transisi energi menjadi upaya penting bagi Indonesia untuk mencapai NZE.
Baca juga: RI Lirik Kerja Sama Pengembangan Energi Panas Bumi Afrika
Dia mengungkapkan, Indonesia memiliki 400 proyek prioritas untuk transisi energi, di antaranya ada pemensiunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Luhut juga menegaskan transisi energi harus menaikkan pertumbuhan ekonomi, memastikan keamanan energi, dan mengatasi perubahan iklim secara efektif.
"Tidak ada satu teknologi atau solusi tunggal yang dapat menyelesaikan pengurangan emisi secara global. Kita harus menghindari bersikap dogmatis tentang satu teknologi pengurangan karbon," ujar Luhut.
Selain itu, Luhut menyampaikan Indonesia membutuhkan pendanaan dan investasi yang besar untuk transisi energi.
Baca juga: China Investasi Rp 10 Kuadriliun untuk Transisi Energi, 38 Persen dari Total Dunia
Sebagai upaya transisi energi, Indonesia telah membentuk Gugus Tugas Transisi Energi Nasional untuk mendorong inisiatif transisi energi di berbagai sektor.
Salah satu pendanaan transisi energi di Indonesia yakni Just Energy Transition Partnership (JETP) dari negara-negara International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Dia bertutur, transisi energi di Indonesia tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga pada mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan industri hijau yang akan menopang perekonomian dalam jangka panjang.
"Untuk mempertahankan dan mempercepat transisi ini, kita membutuhkan kolaborasi dan investasi. Masa depan transisi energi Indonesia bergantung pada upaya kolektif semua pemangku kepentingan," tutur Luhut.
Baca juga: 9 Tahun Usai Perjanjian Paris, Transisi Energi Terganjal Kesenjangan Teknologi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya