KOMPAS.com - Studi baru mengungkapkan pengaplikasian teknologi pendinginan saat makanan berpindah dari satu bagian rantai pasokan ke yang lainnya dapat memangkas hampir dua miliar ton emisi gas rumah kaca setiap tahun akibat food loss.
Food loss mengacu pada sampah makanan yang berasal dari bahan pangan termasuk sayuran yang membusuk di ladang sebelum dipetik, tanaman yang terserang penyakit, dan daging yang rusak selama di perjalanan.
Seperti dikutip dari Eco Business, Sabtu (7/9/2024) sekitar sepertiga dari semua makanan yang diproduksi tersebut pada akhirnya terbuang sia-sia. Dan saat makanan membusuk, itu berkontribusi dalam menghasilkan gas rumah kaca yang menghangatkan iklim.
Mirisnya, menurut penelitian yang dipublikasikan di Environment Research Letters, rantai pasokan makanan yang suhunya tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan hingga 620 juta ton kehilangan makanan setiap tahun.
Baca juga: Taylor Swift Beli Kredit Karbon untuk Imbangi Emisi CO2 dari Jet Pribadinya
Hal tersebut kemudian dapat mengakibatkan lebih dari 1,8 miliar ton emisi setara CO2 (GtCO2e).
Namun, penelitian menyebutkan bahwa pemakaian teknologi pendingin makanan saat makanan diproses dan diangkut dapat mengurangi lebih dari separuh emisi akibat sampah makanan di Asia Selatan dan Tenggara.
Selain itu, penelitian tersebut menemukan bahwa memperpendek rantai pasokan makanan dapat secara signifikan mengurangi emisi dan food loss di seluruh dunia.
Di samping manfaat pemakaian teknologi pendinginan, studi ini menemukan pula memasok makanan secara lokal dapat mengurangi food loss.
Dalam studi ini peneliti mengembangkan sebuah model untuk melihat apakah akses yang konsisten terhadap teknologi pendinginan makanan dapat memengaruhi food loss dan emisi gas rumah kaca.
Mereka menggunakan tujuh kelompok pangan, yaitu makanan laut, buah dan sayur; biji minyak dan kacang-kacangan, tanaman umbi-umbian, daging, susu dan sereal.
Studi ini hanya fokus pada food loss antara masa panen dan saat mencapai rak supermarket.
Hasilnya, peneliti melihat food loss bisa berkurang saat menggunakan pendingin makanan di seluruh rantai pasokan pangan.
Peneliti juga memaparkan food loss dan emisi gas rumah kaca bisa berkurang besar di Asia Selatan dan Tenggara jika memanfaatkan teknologi pendingin makanan.
Bahkan, teknologi pendinginan yang lebih baik dapat menghemat lebih dari 100 juta ton buah dan sayur setiap tahun di Asia Selatan dan Tenggara.
Baca juga: Model Community-Supported Agriculture, Solusi Food Loss and Waste
Hal tersebut juga dapat mengurangi food loss secara keseluruhan di wilayah tersebut hingga 45 persen dan lebih dari separuh emisi terkait.
Secara global, pendinginan daging yang lebih baik dapat memangkas emisi yang terkait dengan food loss daging hingga lebih dari 40 persen.
Kendati demikian, para peneliti mengakui keterbatasan dalam studi tersebut, seperti tidak mempertimbangkan berbagai faktor sosial, budaya, politik, gizi, dan ekonomi yang memengaruhi sistem pangan.
Daerah dengan sistem energi yang tidak dapat diandalkan mungkin tidak dapat bergantung pada teknologi pendinginan.
"Jika suatu wilayah tidak memiliki infrastruktur energi yang stabil, maka gagasan untuk mendasarkan sistem pangan pada teknologi pendinginan sebenarnya mungkin kurang berkelanjutan dalam hal food loss dan food waste," kata Aaron Friedman-Heiman, penulis utama studi ini.
sumber https://www.eco-business.com/id/news/better-refrigeration-could-avoid-almost-2-billion-tonnes-of-co2-per-year-from-food-loss/
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya