KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penggunaan hidrogen hijau bisa mengakselerasi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor industri.
Pasalnya, hidrogen hijau dinilai dapat digunakan sebagai penghubung rantai energi, serta memiliki potensi pengembangan yang melimpah.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita menuturkan, saat ini penurunan emisi GRK harus menjadi perhatian bagi para pelaku industri.
Baca juga: Lewat Hidrogen Hijau, Indonesia Bisa Hasilkan Energi Terbarukan 3.687 GW
"Fenomena krisis energi yang melanda dunia serta komitmen Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca, harus menjadi perhatian bagi para pelaku industri, khususnya dalam menemukan solusi pemenuhan energi yang rendah karbon," kata Reni di Jakarta, Selasa (10/9/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Dia menuturkan, pengembangan hidrogen hijau adalah salah satu strategi untuk mencapai target net zero emission (NZE) industri pada 2050.
Menurutnya, penggunaan hidrogen sebagai energi dalam skala besar perlu didukung dengan infrastruktur produksi, penyimpanan, dan transportasi ke pengguna akhir yang andal, aman, memadai, dan ekonomis.
Oleh karena itu, pelaku industri harus bersiap untuk mengambil peluang dengan mempersiapkan penyediaan infrastruktur dan teknologi yang efisien sesuai dengan standar keamanan untuk membangun ekosistem hidrogen di Indonesia.
Baca juga: Bulu Ayam Jadi Komponen Penting untuk Pembuatan Hidrogen Hijau
Ketua Umum Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) Rachmat Harsono mengatakan, Indonesia memiliki posisi strategis dalam pengembangan hidrogen.
Hal itu karena saat ini ada peningkatan permintaan global atas energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Menurut dia, pihaknya memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung inisiatif pemanfaatan hidrogen hijau, baik dari sisi teknologi maupun keselamatan kerja.
"Kesadaran terhadap pentingnya keselamatan, baik dalam proses operasional maupun peralatan, merupakan langkah vital agar industri gas dapat berjalan dengan aman dan lancar, serta turut membantu dalam mendorong proses dekarbonisasi yang berkelanjutan," ujarnya.
Baca juga: McKinsey Soroti Tantangan Penangkapan Karbon dan Pemanfaatan Hidrogen Bersih
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Direktur Deregulasi Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Dendy Apriandi menuturkan, pengembangan hidrogen hijau membutuhkan investasi sebesar 25,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 395 triliun untuk periode 2031-2060.
"Kita memiliki target 2030 itu 43 persen pengurangan karbon, sehingga target ini juga memerlukan investasi dari sektor swasta minimal 25,2 miliar dollar AS, dan ini yang kita kejar," kata Dendy sebagaimana dilansir Antara, Kamis (15/8/2024).
Dendy menuturkan, potensi bisnis dari pengembangan hidrogen hijau lebih besar dibandingkan hidrogen konvensional yang berasal dari gas alam.
Namun saat ini, dia mengakui biaya produksi untuk hidrogen hijau memang masih cukup tinggi.
Meski demikian, harga produksi hidrogen hijau yang pada 2023 sebesar 6,4 dollar AS per kilogram diperkirakan bisa terus dipangkas.
"Ini ada kemungkinan biaya produksi itu bisa dipangkas di bawah 2 dollar AS (per kilogram)," katanya.
Baca juga: Kotoran Sapi Alternatif Hidrogen yang Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya