KOMPAS.com - Polusi mikroplastik diperkirakan akan terus meningkat bahkan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2040.
Kesimpulan ini berdasarkan pada tinjauan penelitian selama dua dekade yang dilakukan peneliti.
Studi tersebut memaparkan bahkan jika dunia berhenti memproduksi plastik, limbah plastik yang ada sebelumnya akan terurai menjadi partikel-partikel kecil dan menggandakan jumlah polusi.
Karena limbah plastik yang ada terus terurai menjadi partikel-partikel kecil, pengelolaan polusi yang terus meningkat ini pun memerlukan tindakan segera.
Baca juga: Studi: Mikroplastik Masuk ke Otak dengan Cara Terhirup Lewat Hidung
Dikutip dari Independent, Senin (23/9/2024) mikroplastik merupakan partikel plastik kecil berukuran kurang dari lima milimeter dan terbentuk ketika produk plastik yang lebih besar terurai.
Partikel-partikel ini sekarang ditemukan hampir di mana-mana, dari bagian terdalam lautan hingga udara yang kita hirup.
Partikel-partikel ini telah terdeteksi pada lebih dari 1.300 spesies laut dan merupakan bagian dari rantai makanan, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap ekosistem dan kesehatan manusia.
“Polusi plastik tidak benar-benar hilang. Itu hanya terurai menjadi potongan-potongan yang semakin kecil,” kata Dr. Joel Rindelaub dari Universitas Auckland.
Baca juga: Khawatir Kontaminasi Mikroplastik di Rumah? 5 Hal Ini Perlu Dihindari
Dalam tinjauan ini peneliti menyebut partikel mikroplastik sangat umum ditemukan di lautan, di mana itu terakumulasi di daerah pesisir dan muara.
Spesies laut kemudian menelan partikel-partikel tersebut, yang menyebabkan berbagai konsekuensi ekologis yang dapat mengganggu rantai makanan dan layanan ekosistem.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa dampak ekosistem tampak pada konsentrasi rendah, dengan konsekuensi penting bagi layanan ekosistem yang dihasilkan dari muara dan pesisir,” jelas profesor Simon Thrush dari Universitas Auckland.
Lingkungan laut, khususnya di daerah berpenduduk padat juga mengalami tekanan signifikan akibat mikroplastik. Partikel kecil itu dapat mengubah fungsi ekosistem yang berdampak pada kehidupan laut.
Baca juga: Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur
Meskipun kesadaran akan masalah mikroplastik semakin meningkat, penelitian menunjukkan bahwa upaya mitigasi masih lambat dan tidak memadai. Program daur ulang dan larangan plastik tidak cukup untuk mengatasi volume sampah plastik yang sudah ada.
“Ini menyoroti pentingnya upaya kolaboratif antara industri, pemerintah, dan konsumen untuk membatasi polusi plastik dan mengurangi risiko bagi manusia dan lingkungan.” terang Rindelaub.
Mikroplastik tidak hanya menjadi masalah lingkungan tetapi juga masalah kesehatan yang terus berkembang.
Studi menunjukkan bahwa partikel-partikel ini terdapat dalam makanan dan air minum, bahkan ditemukan di udara. Namun, dampak kesehatan jangka panjang dari paparan mikroplastik masih belum jelas.
“Ada implikasi untuk semua aspek kesehatan, termasuk kanker,” kata profesor asosiasi George Laking dari University of Auckland.
“Tinjauan ini menyatukan bukti untuk pendekatan kehati-hatian dalam kebijakan plastik. Penggunaan plastik, termasuk jenis yang dapat terurai secara hayati dan dapat didaur ulang, harus dibatasi seminimal mungkin,” ungkap Laking.
Baca juga: Polusi Tanah Jadi Ancaman Keanekaragaman Hayati
Kendati ada kekhawatiran yang meningkat atas risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroplastik, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya dampak potensialnya.
Untuk saat ini, para ahli merekomendasikan pendekatan yang hati-hati, dengan menganjurkan pengurangan penggunaan plastik dan pengelolaan limbah plastik yang lebih baik.
Peneliti menambahkan perang melawan polusi plastik membutuhkan upaya yang sama seperti yang dilakukan untuk menghilangkan zat berbahaya lainnya, seperti asbes dan pestisida organoklorin, yang membutuhkan tindakan global dan perubahan kebijakan yang berkelanjutan.
Namun, mereka juga menekankan perlunya kerja sama global dan upaya bersama untuk mengubah cara kita menggunakan dan membuang plastik.
“Plastik akan tetap ada. Namun dengan mengambil tindakan pencegahan sekarang, setidaknya kita dapat menghentikan masalah ini agar tidak bertambah parah,” kata Dr. Rindelaub.
Studi dipublikasikan di jurnal Science.
sumber https://www.independent.co.uk/climate-change/news/plastic-pollution-cost-microplastics-study-b2615601.html
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya