Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Mikroplastik Diperkirakan akan Terus Meningkat

Kompas.com, 23 September 2024, 20:59 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Polusi mikroplastik diperkirakan akan terus meningkat bahkan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2040.

Kesimpulan ini berdasarkan pada tinjauan penelitian selama dua dekade yang dilakukan peneliti.

Studi tersebut memaparkan bahkan jika dunia berhenti memproduksi plastik, limbah plastik yang ada sebelumnya akan terurai menjadi partikel-partikel kecil dan menggandakan jumlah polusi.

Karena limbah plastik yang ada terus terurai menjadi partikel-partikel kecil, pengelolaan polusi yang terus meningkat ini pun memerlukan tindakan segera.

Baca juga: Studi: Mikroplastik Masuk ke Otak dengan Cara Terhirup Lewat Hidung

Dikutip dari Independent, Senin (23/9/2024) mikroplastik merupakan partikel plastik kecil berukuran kurang dari lima milimeter dan terbentuk ketika produk plastik yang lebih besar terurai.

Partikel-partikel ini sekarang ditemukan hampir di mana-mana, dari bagian terdalam lautan hingga udara yang kita hirup.

Partikel-partikel ini telah terdeteksi pada lebih dari 1.300 spesies laut dan merupakan bagian dari rantai makanan, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap ekosistem dan kesehatan manusia.

“Polusi plastik tidak benar-benar hilang. Itu hanya terurai menjadi potongan-potongan yang semakin kecil,” kata Dr. Joel Rindelaub dari Universitas Auckland.

Baca juga: Khawatir Kontaminasi Mikroplastik di Rumah? 5 Hal Ini Perlu Dihindari

Dampak Mikroplastik Terhadap Lingkungan

Dalam tinjauan ini peneliti menyebut partikel mikroplastik sangat umum ditemukan di lautan, di mana itu terakumulasi di daerah pesisir dan muara.

Spesies laut kemudian menelan partikel-partikel tersebut, yang menyebabkan berbagai konsekuensi ekologis yang dapat mengganggu rantai makanan dan layanan ekosistem.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa dampak ekosistem tampak pada konsentrasi rendah, dengan konsekuensi penting bagi layanan ekosistem yang dihasilkan dari muara dan pesisir,” jelas profesor Simon Thrush dari Universitas Auckland.

Lingkungan laut, khususnya di daerah berpenduduk padat juga mengalami tekanan signifikan akibat mikroplastik. Partikel kecil itu dapat mengubah fungsi ekosistem yang berdampak pada kehidupan laut.

Baca juga: Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur

Meskipun kesadaran akan masalah mikroplastik semakin meningkat, penelitian menunjukkan bahwa upaya mitigasi masih lambat dan tidak memadai. Program daur ulang dan larangan plastik tidak cukup untuk mengatasi volume sampah plastik yang sudah ada.

“Ini menyoroti pentingnya upaya kolaboratif antara industri, pemerintah, dan konsumen untuk membatasi polusi plastik dan mengurangi risiko bagi manusia dan lingkungan.” terang Rindelaub.

Imbas pada Kesehatan Manusia

Mikroplastik tidak hanya menjadi masalah lingkungan tetapi juga masalah kesehatan yang terus berkembang.

Studi menunjukkan bahwa partikel-partikel ini terdapat dalam makanan dan air minum, bahkan ditemukan di udara. Namun, dampak kesehatan jangka panjang dari paparan mikroplastik masih belum jelas.

“Ada implikasi untuk semua aspek kesehatan, termasuk kanker,” kata profesor asosiasi George Laking dari University of Auckland.

“Tinjauan ini menyatukan bukti untuk pendekatan kehati-hatian dalam kebijakan plastik. Penggunaan plastik, termasuk jenis yang dapat terurai secara hayati dan dapat didaur ulang, harus dibatasi seminimal mungkin,” ungkap Laking.

Baca juga: Polusi Tanah Jadi Ancaman Keanekaragaman Hayati

Kendati ada kekhawatiran yang meningkat atas risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikroplastik, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya dampak potensialnya.

Untuk saat ini, para ahli merekomendasikan pendekatan yang hati-hati, dengan menganjurkan pengurangan penggunaan plastik dan pengelolaan limbah plastik yang lebih baik.

Peneliti menambahkan perang melawan polusi plastik membutuhkan upaya yang sama seperti yang dilakukan untuk menghilangkan zat berbahaya lainnya, seperti asbes dan pestisida organoklorin, yang membutuhkan tindakan global dan perubahan kebijakan yang berkelanjutan.

Namun, mereka juga menekankan perlunya kerja sama global dan upaya bersama untuk mengubah cara kita menggunakan dan membuang plastik.

“Plastik akan tetap ada. Namun dengan mengambil tindakan pencegahan sekarang, setidaknya kita dapat menghentikan masalah ini agar tidak bertambah parah,” kata Dr. Rindelaub.

Studi dipublikasikan di jurnal Science.

sumber https://www.independent.co.uk/climate-change/news/plastic-pollution-cost-microplastics-study-b2615601.html

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau