Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Billy Steven Kaitjily

Blogger Kompasiana bernama Billy Steven Kaitjily adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Krisis Pangan Indonesia di Tengah Melimpahnya Limbah Makanan

Kompas.com - 26/09/2024, 06:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SISTEM pangan yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan merupakan topik yang sangat perlu didiskusikan hari ini.

Di satu sisi, dunia sedang menghadapi tantangan ketahanan pangan dengan banyak orang yang masih hidup dalam kekurangan.

Di sisi lain, limbah makanan menjadi masalah besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Fakta mengejutkan, Indonesia menyumbang sekitar 13 juta ton limbah makanan per tahun menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO).

Ironisnya, di tengah melimpahnya limbah makanan, ada sekitar 8,34 persen penduduk Indonesia yang masih mengalami kekurangan pangan.

Tulisan ini menyoroti beberapa poin penting: kondisi limbah makanan di Indonesia, dampak buruk limbah makanan bagi lingkungan, krisis ketahanan pangan di tengah limbah makanan, bagaimana mengubah limbah makanan menjadi hidangan baru, pentingnya edukasi dan kesadaran publik, serta kolaborasi berbagai pihak dalam mengatasi limbah makanan.

Limbah makanan di Indonesia

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020 menunjukkan bahwa sampah makanan menyumbang sekitar 39,8 persen dari total limbah di Indonesia.

Jumlah ini bahkan lebih besar dibandingkan jenis sampah lain, seperti plastik, kertas, atau logam. Sampah makanan termasuk dalam kategori sampah organik yang secara alami dapat terurai.

Namun, apabila tidak dikelola dengan baik, sampah ini dapat menyebabkan dampak lingkungan serius, termasuk emisi gas rumah kaca yang memperburuk perubahan iklim.

Lebih jauh lagi, limbah makanan juga menjadi masalah etis. Di negara yang masih menghadapi masalah ketahanan pangan, keberadaan limbah makanan sebesar itu mencerminkan ketidakseimbangan distribusi dan konsumsi makanan.

Masyarakat urban, khususnya, sering kali terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang cenderung boros dan kurang bijak dalam mengelola makanan.

Hal ini memicu terjadinya pembuangan makanan secara berlebihan, sementara masyarakat di daerah terpencil masih berjuang untuk mendapatkan akses pangan yang layak.

Meskipun sampah makanan adalah sampah yang dapat terurai secara alami, ia memiliki dampak serius terhadap lingkungan.

Ketika sampah makanan terbuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), proses dekomposisi di lingkungan anaerobik (tanpa oksigen) menghasilkan gas metana.

Gas ini lebih berbahaya daripada karbon dioksida karena memiliki potensi 25 kali lebih kuat dalam memerangkap panas di atmosfer.

Menurut data United Nations Environment Programme (UNEP), limbah makanan global menyumbang sekitar 8-10 persen dari total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

1,16 Juta Hutan RI Ludes Dilalap Kebakaran, PBB Ungkap Sebabnya

LSM/Figur
Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

Studi Ketimpangan Celios: Harta 50 Orang Terkaya RI Setara 50 Juta Penduduk

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau