Riset di Yogyakarta oleh Utarini yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada 2021 menunjukkan, pendekatan tersebut mampu menekan angka DBD hingga 77 persen dan menurunkan angka rawat inap hingga 86 persen.
Namun, riset yang dilakukan oleh Valerie N Vasquez dari University of California di Berkeley dan dipublikasikan di Nature Climate Change pada 2023 menunjukkan, pendekatan Wolbachia bisa menemui tantangan ketika berhadapan dengan perubahan iklim.
Nasquez dalam publikasinya menyatakan, "Kami menyimpulkan bahwa teknologi ini secara umum ampuh dalam perubahan iklim jangka pendek (hingga sekitar 2030). Pemanasan yang semakin cepat akan menjadi tantangan pada pendekatan ini pada 2050 dan setelahnya."
Dia menambahkan, risetnya pun masih didasarkan pada profil temperatur sebelum 2006. Artinya, riset tersebut masih berdasarkan skenario terbaik, belum mempertimbangkan kenaikan suhu dan bencana hidrometeorologi signifikan dalam rentang 2006 hingga saat ini.
Ted Wong menuturkan, hasil risetnya bertujuan memberi peringatan kepada para pengambil kebijakan bahwa pemanasan Bumi akan terus berlanjut jika praktik tak ramah lingkungan masih terus dilakukan.
Kesepakatan Paris pada 2015 telah mengajak negara-negara di dunia untuk mencegah kenaikan suhu Bumi 1,5 derajat Celsius. Namun, kompleksitas kepentingan tiap negara membuat target tersebut sulit tercapai. "Fokus kita harus mencegah Bumi memanas hingga 3 derajat Celsius," katanya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya