Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/09/2024, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Anggota Dewan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (DMETI) Riki Firmandha Ibrahim mengatakan, Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) berpotensi bisa menaikkan tarif dasar listrik bila memasukkan skema power wheeling.

Power wheeling adalah mekanisme di mana perusahaan pembangkit listrik swasta dapat membangun pembangkit listrik dan menjual listrik secara langsung ke masyarakat.

Penjualan listrik dalam skema power wheeling juga bisa memanfaatkan jaringan transmisi badan usaha milik negara (BUMN), dalam hal ini PLN.

Baca juga: Anggota DPR: Power Wheeling Bisa Liberalisasi Listrik Nasional

"Dalam pembahasan RUU EBET masih terdapat indikasi kuat yang memaksakan skema power wheeling masuk ke dalam RUU ini. Hal ini bakal berisiko mengerek tarif dasar listrik dan memperbesar anggaran subsidi yang diberikan oleh negara,” kata Riki di Jakarta, Sabtu (7/9/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Riki yang juga mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi itu menjelaskan, power wheeling berisiko membuat harga listrik energi terbarukan menjadi berbeda dengan harga listrik yang sudah ditetapkan pemerintah.

"Proses distribusinya pun akan membuat biaya energi makin mahal karena negara akan kesulitan menentukan tarif dasar listrik," ujar Riki.

Untuk itu, dia berharap RUU EBET lebih fokus pada insentif yang diberikan kepada pengembang energi baru terbarukan, bukan melegitimasi liberalisasi sistem ketenagalistrikan.

Menurut dia, sebaiknya pembahasan RUU EBET juga berfokus pada bagaimana teknologi energi terbarukan dapat berjalan di Indonesia.

Baca juga: IESR: Power Wheeling dapat Tarik Investasi Perusahaan Multinasional

"Hal ini sejalan dengan pemberian insentif atas teknologi energi terbarukan tersebut," tutur Riki.

Melalui pemberian insentif, dia meyakini manfaat yang dihasilkan akan lebih besar untuk perkembangan atau pembangunan ekonomi melalui produk domestik bruto (PDB).

Apalagi, sambung Riki, ke depan ada pajak karbon, pinjaman hijau, dan lain sebagainya. Dengan adanya pajak karbon dari RUU EBET, Riki meyakini aturan itu bakal menguntungkan masyarakat.

"Bukan malah merugikan masyarakat dengan membebani tarif listrik yang tinggi," paparnya.

Dia menegaskan, pembahasan yang memasukkan skema power wheeling ke dalam RUU EBET menjadikannya tidak tepat sasaran.

Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI

Tarik investasi

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo justru menilai, penerapan skema power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia.

Investasi tersebut terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau