KOMPAS.com - Sepanjang 2023, luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia mencapai 1,16 juta hektare. Angka tersebut lima kali lebih tinggi daripada 2022.
Temuan tersebut mengemuka dalam laporan terbaru badan PBB yang menangani kebencanaan, UN Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR).
Dalam laporan berjudul GAR Special Report 2024 tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara yang disorot oleh UNDRR ihwal karhutla yang sangat luas.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Karhutla Terluas Sepanjang 2023
Data luas karhutla di Indonesia yang mengemuka dalam GAR Special Report 2024 tersebut sama dengan website Sistem Pemantau Karhutla SiPongi+ dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni 1,16 juta hektare.
Menurut UNDRR, setidaknya ada lima faktor utama yang menyebabkan luasnya karhutla di Indonesia sepanjang 2023.
Berikut lima penyebab utama karhutla yang terjadi di Indonesia menurut laporan UNDRR.
Baca juga: Laporan PBB: Karhutla Indonesia Capai 1,16 Juta Hektare, Kalsel Terparah
Perubahan iklim membuat cuaca yang panas semakin panas. Hal tersebut menjadi fenomena yang ideal untuk berkembangnya api.
Selain itu, fenomena El Nino yang terjadi pada 2023 membuat cuaca kering dan panas menjadi semakin parah.
Kondisi tersebut membuat kekeringan semakin ekstrem sehingga lebih mudah memicu api penyebab kebakaran.
Combo antara perubahan iklim dan El Nino membuat situasi kebakaran menjadi sangat parah.
Baca juga: PBB: Regulasi Intervensi Karhutla Indonesia Lebih Baik dari Rusia dan AS
Pembakaran hutan menjadi salah satu strategi pembukaan lahan yang mudah dan murah.
Pembukaan lahan dengan cara dibakar seringkali dilakukan oleh penduduk yang terpaksa melakukannya karena diimpit kemiskinan di daerah pelosok.
Dengan cara yang mudah dan murah tersebut, mereka bisa membuka lahan pertanian untuk kemudian dimanfaatkan guna menyambung hidup.
Untuk mengatasi masalah ini, mereka harus terlebih dulu dientaskan dari garis kemiskinan.
Sebagian besar karhutla yang terjadi di semak belukar dan lahan gambut yang telah terdegradasi sebelumnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya