KOMPAS.com – “Setiap individu harus mengubah kebiasaan terkait ketersediaan air. Setiap negara pun perlu mencantumkan hak atas air dalam konstitusi atau peraturan daerah.”
Pernyataan itu dengan tegas disampaikan Presiden Dewan Air Sedunia (World Water Council) Loic Fauchon dalam gelaran World Water Forum (WWF) Ke-10 yang dihelat di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali pada 18-25 Mei 2024.
Pernyataan tersebut menggambarkan betapa pentingnya ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Tiap tahun, kebutuhan terhadap air bersih mengalami peningkatan seiring pertumbuhan jumlah penduduk.
Namun, ketersediaan air bersih justru semakin terbatas. Penyebabnya beragam, mulai dari penyempitan lahan resapan air, banyaknya pembangunan yang tidak memperhitungkan keseimbangan alam, eksploitasi sumber air baku yang tidak memperhitungkan kelestarian sumber air, hingga perubahan iklim.
Tantangan serupa juga dialami warga Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan air hujan ataupun air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Warga Dusun Donomulyo, misalnya, bergantung pada sumur manual dengan kedalaman 4-6 meter yang dibangun seadanya.
“Desa kami berada di dataran rendah sehingga ketika banjir, sumur pun ikut terendam,” cerita Ramadhan. Ia adalah Kepala Dusun Donomulyo, Desa Sungai Payang.
Sumur yang terendam membuat air menjadi keruh dan tidak layak konsumsi. Kondisi air yang kotor tersebut menyebabkan berbagai penyakit, seperti gatal-gatal dan diare.
Ketua Rukun Tetangga (RT) 7 Dusun Sentu, Desa Sungai Payang, Muhatim, juga merasakan tantangan serupa. Ketersediaan air, katanya, merupakan aspek vital bagi warganya yang mayoritas berprofesi sebagai petani.
“Warga kami bergantung pada ketersediaan air untuk mengaliri lahan pertanian. Namun, saat musim kemarau, warga seringkali kesulitan mendapatkan air yang cukup sehingga berdampak pada hasil pertanian,” tutur Muhatim.
Baca juga: Komitmen MMSGI Menyulap Lahan Pascatambang Jadi Taman Kehidupan di Bumi Mahakam
Beruntung, di wilayah-wilayah tersebut, PT Multi Harapan Utama (MHU), di bawah naungan MMS Group Indonesia (MMSGI)—perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batu bara—menjalankan program penyediaan air bersih.
“Desa Sungai Payang sendiri merupakan desa lingkar tambang MHU. Kami berkomitmen penuh untuk memastikan kesejahteraan masyarakat sekitar, termasuk dalam hal penyediaan air bersih,” ujar Chief Executive Officer (CEO) MMSGI Sendy Greti.
Lewat program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), MHU membantu warga untuk mengakses sumber air bersih, baik dari dari air tanah yang berasal dari sumur bor atau mata air maupun sungai.
Adapun air bersih dari air tanah dimaksimalkan lewat pembangunan fasilitas penyaringan yang dilakukan dalam bak-bak penampung. Di bak tersebut, air dicampur sejumlah bahan kimia untuk menghilangkan bakteri.
Setelah itu, air diolah menggunakan mesin untuk pemisahan lumpur. Proses ini dilakukan di fasilitas instalasi pengolahan air atau water treatment plant (WTP).
Kemudian, air didistribusikan melalui pipa-pipa besar yang disalurkan ke pos-pos, sebelum dialirkan melalui pipa sedang dan kecil ke pemukiman warga.
Sebagai informasi, program penyediaan air bersih sudah MHU dimulai 16 tahun silam, tepatnya pada 2008.
Baca juga: Asa dari Lahan Bekas Tambang di Kabupaten Kutai Kartanegara
Selain Desa Sungai Payang, program tersebut juga dilakukan di berbagai desa yang ada di wilayah Kutai Kartanegara, seperti Desa Margahayu, Desa Jembayan Tengah, dan Desa Jembayan Dalam.
Tak terbatas pada instalasi WTP, penyediaan sumber air bersih turut dilakukan MHU lewat sejumlah cara, mulai dari membuat bak sentral berkapasitas 50.000 liter, menyediakan tandon air dan jaringan pipa dari sumber air, menara penampung, hingga jaringan distribusi dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) serta meter air.
Siapa menyangka, instalasi WTP yang dibangun MHU merupakan kolam bekas tambang yang selama ini kerap dicap kotor dan berbahaya.
Pada praktiknya, penambangan batu bara terbuka selalu meninggalkan kubangan yang dapat menjadi tempat penampungan air larian dan hujan.
“Sebagai perusahaan yang menerapkan praktik penambangan yang baik, MHU telah merencanakan pengelolaan kolam tambang sejak awal operasional dan memastikannya agar tidak terlantar setelah operasi selesai. Bahkan, kini kami manfaatkan sebagai sistem pengolahan air,” jelas Sendy.
Berdiri megah di tengah Desa Margahayu, Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, WTP milik MHU telah beroperasi sejak 2018.
Bangunan pengolahan air itu dilengkapi dengan berbagai komponen penting untuk menyaring kandungan asam dan menghasilkan air bersih sesuai dengan standar kualitas.
Komponen tersebut mencakup rumah mesin, bak filtrasi, bak penampung, jaringan listrik, dan pipa sepanjang lebih dari satu kilometer dari sumber air.
Fasilitas itu mampu menyuplai air bersih kepada sekitar 800 kepala keluarga dengan pipa distribusi mencapai panjang lima kilometer.
Sendy menambahkan, MHU juga membangun fasilitas instalasi pengolahan air di beberapa desa lain. Fasilitas ini memanfaatkan sumber air dari lubang bekas tambang yang berbeda-beda.
“Kini, pengelolaan fasilitas air dilakukan secara swadaya oleh warga melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Margahayu Makmur Mandiri,” katanya.
Meskipun demikian, MHU tetap melakukan pemantauan berkala terhadap manajemen pengelolaannya dan kualitas air, mulai dari tes mikrobiologi, fisika, hingga kimia.
Di samping itu, MHU juga membangun sarana air bersih ramah lingkungan dengan teknologi pompa hydraulic ram (hidram) dan Water Treatment Plant E-West pada 2023. Fasilitas air bersih tanpa listrik pertama di Kutai Kartanegara ini berada di Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu.
Baca juga: MMSGI Tawarkan Model Sirkular Air di Lanskap Pascatambang
Pompa tersebut bekerja dengan memanfaatkan perbedaan elevasi sekitar tiga meter dari sumber air dan 30 meter dari pompa ke WTP E-West dengan jarak aliran air sekitar empat kilometer.
Untuk memastikan kelancaran aliran air, MHU telah memasang sebanyak tiga unit dan dua unit pompa hidram di area kolam pascatambang sebagai sumber air tambahan.
Dengan ketersediaan air bersih, masyarakat lingkar tambang kini dapat menikmati sumber air secara mudah. Hal ini belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
“Semoga kesehatan masyarakat dapat terjaga. Mereka terhindar dari berbagai penyakit, seperti diare, kolera, disentri, tipes, cacingan, penyakit kulit, keracunan, dan stunting,” ujar Sendy.
Lebih dari itu, masyarakat juga mendapatkan hak paling mendasar, yakni akses terhadap air bersih. Bahkan, ketersediaan air yang mumpuni bisa mendorong peningkatan perekonomian masyarakat Desa Sungai Payang.
Hal itulah yang dirasakan Ardiana, salah satu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di bawah binaan BUMDes Sungai Payang.
Sebelum sistem pengolahan air dari MHU tersedia, Ardiana harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 150.000 per hari untuk membeli air bersih.
“Kami bersyukur dengan ketersediaan air bersih saat ini. Bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari, melainkan juga mendukung usaha katering,” cerita Ardiana.
Nurhayati juga mendapatkan manfaat serupa. Perempuan yang juga menggeluti usaha katering ini mengatakan bahwa hasil dari pengelolaan air bersih MHU digunakan untuk sanitasi dan memasak.
“Semoga air bersih bisa terus mengalir di desa kami walau kemarau melanda karena air juga menjadi denyut usaha pelaku UMKM sekitar,” ucapnya.
Membawa tagline "Syncnergy for the Future", MHU memastikan bahwa berbagai upaya yang dilakukan dalam penyediaan air bersih adalah bentuk konkret dari komitmen perusahaan dalam menerapkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Komitmen ini merupakan turunan visi induk usaha MMSGI "Driving Sustainable Way Forward".
“Bagi MHU, keberlanjutan bukan hanya sekadar tujuan, melainkan juga menjadi pondasi penting dalam membangun masa depan yang lebih baik,” tegas Sendy.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya