KOMPAS.com - Keputusan final untuk berinvestasi untuk berbagai proyek hidrogen rendah emisi telah berlipat ganda hanya dalam 12 bulan terakhir.
Menurut laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA), total keputusan final untuk investasi kapasitas elektroliser hidrogen rendah emisi mencapai 20 gigawatt (GW).
Jika semua proyek investasi terealisasi, total produksi hidrogen bisa mencapai 50 juta ton per tahun pada 2030.
Baca juga: Dorong Pengembangan Hidrogen, Kementerian ESDM Godok KBLI Khusus
Dari seluruh investasi tersebut, China menjadi dominator utama dengan kontribusi 40 persen.
Meski demikian, capaian tersebut dinilai masih rendah dan kurang ambisius untuk mencapai target iklim.
Selain itu, permintaan global akan hidrogen masih rendah. Kebutuhan hidrogen saat ini baru seperempat dari total rencana proyek.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol menambahkan, sebagian besar proyek juga masih dalam tahap awal.
Baca juga: Kemenperin Dorong Pelaku Industri Manfaatkan Hidrogen Hijau
Di samping itu, beberapa tantangan turut menanti seperti alur proyek berisiko karena sinyal permintaan yang tidak jelas, kendala pembiayaan, penundaan insentif, ketidakpastian regulasi, masalah perizinan dan perizinan, serta tantangan operasional.
"Pembuat kebijakan dan pengembang harus mencermati dengan saksama perangkat untuk mendukung penciptaan permintaan sekaligus mengurangi biaya dan memastikan adanya regulasi yang jelas yang akan mendukung investasi lebih lanjut di sektor ini," kata Birol dikutip dari Reuters, Rabu (2/10/2024).
Dalam laporannya, IEA memaparkan permintaan hidrogen global dapat tumbuh sekitar 3 juta ton pada tahun 2024. Permintaan tersebut terkonsentrasi di sektor penyulingan dan kimia.
IEA menyampaikan, peningkatan permintaan itu harus dilihat sebagai hasil dari tren ekonomi yang lebih luas, bukan karena hasil dari kebijakan yang berhasil.
Baca juga: Bulu Ayam Jadi Komponen Penting untuk Pembuatan Hidrogen Hijau
Permintaan saat ini sebagian besar dipenuhi oleh hidrogen yang diproduksi oleh bahan bakar fosil. Sedangkan hidrogen rendah emisi hanya berkontribusi sangat kecil.
Rendahnya permintaan dari hidrogen rendah emisi sebagian besar disebabkan oleh teknologi dan biaya produksi yang masih besar.
Untuk dapat mengurangi biaya produksi hidrogen rendah emisi, dibutuhkan pengembangan teknologi lebih lanjut serta tercapainya skala ekonomi minimal yang dibutuhkan.
Baca juga: McKinsey Soroti Tantangan Penangkapan Karbon dan Pemanfaatan Hidrogen Bersih
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya