KOMPAS.com - Ilmuwan dalam publikasinya di jurnal Science mengungkapkan pemerintah harus berhati-hati dalam pemberian subsidi untuk praktik dan proses bisnis bahkan ketika tampaknya termasuk dalam aktivitas yang ramah lingkungan.
Ilmuwan berpendapat bahwa subsidi dapat mengubah tekanan pasar yang mengarah pada konsekuensi tidak diinginkan.
Misalnya saja malah melanggengkan subsidi yang merugikan dari waktu ke waktu tetapi juga mengurangi efektivitas keseluruhan dari subsidi yang dimaksudkan untuk mempromosikan keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: CFO Punya Peran Penting dalam Pelaporan Keberlanjutan di Asia Pasifik
Oleh karena itu peneliti berpendapat ketika pemerintah memberikannya, subsidi harus memiliki tanggal berakhir yang jelas.
Mengutip Techxplore, Selasa (8/10/2024) subsidi dapat menjadi motivator kuat yang memajukan tujuan lingkungan dan keberlanjutan.
Misalnya, Undang-Undang Pengurangan Inflasi Amerika Serikat tahun 2022 menggunakan kredit pajak dan insentif untuk hal-hal seperti kendaraan listrik (EV), tenaga surya, dan tenaga angin untuk memenuhi target energi terbarukan dan efisiensinya.
Subsidi juga dapat menjadi pendekatan yang lebih mudah secara politis untuk memberlakukan perubahan daripada membuat undang-undang atau pajak baru.
Tetapi beberapa subsidi yang tampaknya mendorong keberlanjutan tidak sesederhana itu dan terkadang justru memiliki efek negatif.
Ambil contoh kasus EV, di mana masyarakat beralih dari mobil bertenaga bensin ke EV untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, ketika subsidi untuk kendaraan listrik dan teknologinya menciptakan kendaraan listrik yang lebih murah, pasar tersebut akan meluas, sehingga meningkatkan penggunaan kendaraan secara keseluruhan.
"Ketika Anda mensubsidi industri apa pun, pada dasarnya Anda mempromosikan industri tersebut," kata Kathleen Segerson, penulis utama studi ini.
Namun, jika subsidi justru digunakan untuk meningkatkan infrastruktur dan akses ke transportasi umum, lebih banyak orang mungkin akan menyingkirkan mobil mereka, sehingga dampak positif bersih terhadap lingkungan menjadi jauh lebih besar.
Baca juga: Survei: Mayoritas Pekerja Muda Ingin Tempat Kerja Peduli pada Keberlanjutan
"Subsidi yang awalnya dianggap bermanfaat bagi masyarakat mungkin pada akhirnya dianggap memiliki biaya yang jauh lebih besar daripada manfaatnya," tulis para penulis dalam studi ini.
Banyak subsidi yang berlaku selama beberapa dekade telah lama diidentifikasi oleh para ekonom dan pemerhati lingkungan sebagai penyebab aktif perubahan iklim dan ancaman keanekaragaman hayati.
Dari perspektif efisiensi ekonomi, Segerson mengatakan lebih baik mengenakan pajak seperti pajak karbon. Namun itu menurut Segerson masih sulit dilakukan.
Oleh karena itu, subsidi yang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan merupakan solusi terbaik kedua.
Selain itu, menetapkan batasan waktu sangat penting sehingga kita bisa menghapus subsidi tersebut jika saat ada sesuatu yang lebih baik memungkinkan untuk dilakukan.
"Kita dapat mensubsidi proses produksi yang lebih ramah lingkungan ini, tetapi dengan hati-hati, dan menyadari bahwa kita tidak ingin bergantung pada subsidi ini dalam jangka panjang," tambah Segerson.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya