KOMPAS.com - Satelit pemantau kebocoran metana dan karbon dioksida, Tanager-1, mendeteksi tiga titik emisi di Pulau Jawa.
Ketiga titik emisi tersebut berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing di Kota Tangerang, Banten; TPA Galuga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat; dan TPA Cilowong di Kota Serang, Banten.
Gambar citra satelit pelepasan emisi metana dari ketiga titik di Pulau Jawa tersebut dapat dilihat dari situs web data.carbonmapper.org.
Baca juga: Pangkas Emisi Metana Jadi Kunci Kurangi Dampak Perubahan Iklim dan Kerusakan Ozon
Di TPA Galuga, pelepasan emisi metananya diprediksi mencapai 1.200 kilogram (kg) per jam. Sedangkan di TPA Rawa Kucing, pelepasan metana dikalkulasi 590 kg per jam.
Sementara itu, pelepasan emisi metana di TPA Cilowong masih belum dikalkulasikan.
Metana sendiri merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK), penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.
Metana mampu memerangkap panas matahari 25 kali lebih besar daripada karbon dioksida.
Baca juga: Studi Tunjukkan Emisi Metana ke Atmosfer Meningkat Lebih Cepat dari Sebelumnya
Tiga titik emisi dari Pulau Jawa tersebut merupakan salah tiga dari perilisan data perdana dari pencitraan satelit Tanager-1.
Carbon Mapper, perusahaan nonprofit pemilik Tanager-1, juga merilis deteksi emisi metana dan karbon dioksida dari berbagai penjuru dunia berdasarkan citra satelit.
Untuk diketahui, Tanager-1 merupakan satelit pemantau pelepasan emisi metana yang diluncurkan pada 16 Agustus 2024 lalu.
Satelit tersebut diluncurkan Carbon Mapper yang bekerja sama dengan Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA dan Planet Labs PBC.
Baca juga: Google Kembangkan Satelit untuk Lacak Emisi Metana yang Sumbang Perubahan Iklim
Para peneliti Carbon Mapper menyempurnakan algoritma dan proses yang diperlukan untuk menentukan dan mengukur sumber emisi metana dan karbon dioksida dengan cepat.
CEO Carbon Mapper Riley Duren mengatakan, perilisan perdana data deteksi metana dan karbon dioksida tersebut hanyalah permulaan.
"Kami berada di jalur yang tepat untuk secara rutin menerbitkan data emisi berkualitas tinggi dari Tanager-1 dalam waktu dekat," papar Duran dilansir dari siaran pers, Kamis (10/10/2024).
Carbon Mapper merilis dan menyediakan semua deteksi metana dan karbon dioksida tersebut melalui situs webnya untuk penggunaan nonkomersial.
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Ambisi dan Solusi Iklim Michael R Bloomberg mengatakan, untuk mengurangi metana, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengukurnya.
Baca juga: Mengapa Kita Harus Khawatir Peningkatan Gas Metana?
Pendiri Bloomberg LP dan Bloomberg Philanthropies tersebut menyatakan, satelit Tanager-1 memberikan data yang diperlukan untuk mencari tahu kebocoran metana dari sumbernya.
"Teknologi baru ini sangat penting untuk mengekang emisi dari salah satu kontributor terbesar perubahan iklim," tutur Bloomberg.
Tanager-1 saat ini sedang menjalani komisioning yang meliputi pelaksanaan kalibrasi dan validasi sistem utama dan platform data, selain manuver pesawat antariksa rutin lainnya.
Setelah komisioning selesai dalam beberapa bulan mendatang, Carbon Mapper akan meningkatkan pengamatan dan membuat data metana dan karbon dioksida dapat diakses secara rutin.
Baca juga: Emisi Metana Tambang Batu Bara RI Lebih Tinggi daripada Karhutla
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya