JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku industri nikel Indonesia diminta untuk lebih terbuka dan secara voluntary mengajukan diri untuk diaudit oleh lembaga-lembaga audit internasional yang kredibel seperti halnya Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
Chief Executive Officer Landscape Indonesia dan Dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung, Agus P Sari menyatakan, penting bagi perusahaan nikel yang berskala besar secara sukarela mengajukan diri diaudit guna menjaga reputasi bisnis yang dijalankan.
"Karena perusahaan nikel yang besar-besar ini yang paling rentan terhadap serangan yang mengancam reputasi mereka," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (14/10/2024).
Baca juga: Bahlil: Industri Mobil Listrik Global Andalkan RI untuk Pasok Nikel
Agus mengungkapkan, meski saat ini belum muncul tren audit sukarela dari perusahaan nikel nasional, namun perlahan sudah ada perusahaan yang mulai mengajukan diri untuk diaudit. Upaya tersebut diharapkan bisa diikuti oleh perusahaan-perusahaan nikel lain.
"Seperti kemarin diumumkan oleh IRMA bahwa salah satu perusahaan nikel Indonesia, yakni Harita sudah bersedia mengajukan diri untuk diaudit oleh IRMA, dan itu diharapkan diikuti oleh perusahaan lain. Audit di bidang pertambangan utamanya nikel ini cukup sulit karena melibatkan berbagai NGO yang sangat kritis dan 'galak'. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, akan sangat mungkin gagal," lanjut Agus yang juga menjadi anggota dari organisasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Selain untuk mendorong keterbukaan terkait praktik bisnis yang dijalankan, audit ini diperlukan guna mengantisipasi tuntutan pasar yang semakin ketat.
Baca juga: Guru Besar ITB: Implementasi ESG Bisa Hapus Cap Negatif Nikel Indonesia
Agus menyebut saat ini investor perusahaan nikel relatif kurang memerhatikan aspek sustainability. Padahal di sisi lain pasar sangat konsen dengan isu-isu keberlanjutan.
Jika tidak diantisipasi melalui audit, produk nikel yang dijual ke pasar akan ditolak oleh konsumen, utamanya dari negara-negara Eropa.
"Pasar akan melihat sebuah produk dari keseluruhan rantai pasok. Jika dalam proses pengambilan nikel tidak memerhatikan aspek lingkungan, hal itu akan sangat berdampak ke perusahaan tambang nikel. Karena itu, di sini audit diperlukan," lanjut Agus.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa perusahaan kendaraan listrik global akan mengandalkan Indonesia sebagai pemasok nikel.
Baca juga: Pemerintah Susun Peta Jalan Dekarbonisasi Nikel
"Cadangan nikel dunia di 2023 menurut data Geologi Amerika kita punya 25 persen cadangan nikel dunia, tapi empat bulan lalu Geologi Amerika mengatakan cadangan nikel kita mencakup 40-45 persen nikel dunia," ujar dia dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Namun demikian, banyak pihak yang mengkritisi kegiatan bisnis perusahaan nikel di Indonesia karena menyebabkan dampak lingkungan dan sosial.
Sementara itu dalam penjelasannya, IRMA menyatakan bahwa audit akan dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan pertambangan sudah memenuhi standar pertambangan sukarela yang menjelaskan praktik terbaik untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.
Hal lainnya adalah mengetahui proses penjaminan untuk mengukur tambang terhadap standar tersebut.
"IRMA memiliki posisi unik secara global, karena tata kelolanya memberikan kekuatan yang sama kepada masyarakat setara dengan perusahaan pertambangan, dan kepentingan nonkomersial memiliki kekuatan yang sama dengan kepentingan komersial," tulis IRMA.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya